Penemuan 2

6.5K 517 12
                                    

Denting bel berbunyi, seseorang di luar menunggu pintu terbuka. Beberapa kali penanda tamu berkunjung itu berdering tapi tak sedikitpun suaranya mengusik pemilik rumah yang sedang duduk termenung. Kali kelima suara itu menggema barulah tuan rumah tersadar dari lamunan dan melangkah malas ke pintu.

"Hai Tae," sapa sosok berwajah angelic melambai tangan.

"Oh, kau Jim."

"Apa Jungkook di rumah? Kami janjian bertemu di tempat biasa tapi dia—"

"Maaf," sergah Taehyung. "Aku lupa mengabarimu. Ada sesuatu yang terjadi tadi. Sekarang Jungkook ada di kamar."

Lalu Taehyung mendekat dan berbisik, "Tapi mood-nya baru jelek."

"Ah, biasa. Baru PMS dia," balas Jimin tanpa suara yang sukses membuat Taehyung ekstra keras membaca gerak bibirnya.

Helaan napas terdengar dari Taehyung yang tengah membatin keunikan lelaki yang sepantaran usia dengannya. Sebelum ia mempersilahkan masuk, remaja ini telah lebih dulu melenggang ke ruang keluarga dan duduk dengan santai di salah satu sofa.

Pemuda bernama Jimin yang tak lain sahabat kakak beradik ini memang sering berkunjung dan dekat dengan semua anggota keluarga, termaksud Minah yang dipanggilnya ibu.

Memberi segelas jus jeruk, Taehyung pun bertanya, "naik apa ke sini?"

"Terbang," jawab Jimin asal yang berlanjut dengan kekehan kecil saat mendapati tatapan kesal dari lawan bicaranya.

"Bercanda, Tae. Diantar supirku."

•••

Di tempat yang sama di ruang yang berbeda, Jungkook masih duduk di lantai dengan genangan darah di bawahnya. Entah kenapa cairan amis ini terus saja mengalir sebesar apapun usahanya tuk menghentikan. Ketakutan akan bayang kematian mulai menjalar, ia dengan tenaga yang tersisa memaksa tubuh lemahnya bangkit mencari bantuan. Dengan bertumpu pada tepian meja ia berusaha bangkit namun tanpa sengaja menjatuhkan lampu duduk diatasnya.

Prang

Suara pecahan kaca menggema seiring tubuh tak berdaya Jungkook terkulai menghantam kerasnya lantai. Bunyi kaca yang beradu dengan lantai mengalihkan atensi Taehyung dan Jimin yang segera berlari ke kamar Jungkook.

Serpihan kaca bercampur obat yang berserak serta tubuh tergeletak berlumur darah di lantai menjadi pemandangan memilukan saat pintu terbuka paksa.

Taehyung menjerit histeris melafalkan nama Jungkook seraya menghambur masuk. Sambil terisak ia mengangkat tubuh adiknya dalam pangkuan. Sesuatu yang tajam dan basah teraba di bagian kepala Jungkook. Pecahan kaca telah melukai dan menciptakan genangan darah yang tak juga berhenti mengalir pun dari hidungnya.

"Bagaimana ini? Kenapa darahnya tak berhenti juga?"

Gelisah—tangan Taehyung bergerak menutup luka dan detik kemudian ia melihat pergerakan kecil di mata sang adik.

"Koo, dengar suara kakak?"

Jungkook membuka sedikit matanya, menatap sayu Taehyung sambil mengulas senyum tipis. Linangan kristal bening mengalir pelan dari sudut matanya yang menutup seiring kesadaran yang terenggut.

"Tae, bantu aku mengangkat Koo!"

.
.
.

Taehyung sandarkan tubuhnya di dinding, sesekali mengintip dari kaca kecil pintu UGD untuk melampiaskan keingintahuan akan kondisi sang adik—namun sia-sia. Hanya ada lalu lalang perawat dan tirai hijau yang membatasi pandangnya.

Remaja itu beberapa kali menghela napas kasar, mengacak rambut, dan tak henti meremas jemari sambil berjalan tak tentu arah, sesekali mengeluh betapa lamanya Jungkook di dalam. Jimin yang sibuk menggigiti bibirnya memilih duduk dan membiarkan sahabatnya melepas kegelisahan.

Pintu UGD terbuka, seorang dokter muda dan sesosok wanita keluar, langsung mendapat bombardir pertanyaan dari Taehyung.

"Kak Jin—Koo, gimana?"

Dokter tampan itu tersenyum, lalu merangkul pundak yang lebih muda.

"Tenanglah, adikmu sudah membaik. Nanti kakak jelaskan kondisinya di kamar, ya."

Terlambat menyadari bahwa wanita yang turut keluar ruangan adalah Minah, Taehyung pun protes.

"Bu, kenapa ikut keluar? Kasihan Koo, temani saja dia."

Minah mengusap lembut rambut Taehyung—menenangkan.

"Koo aman kok di dalam. Adikmu masih belum sadar, tenang saja, sebentar lagi akan dipindah ke kamar rawat."

Minah yang menemukan Jimin berdiri dengan canggung datang mendekat lalu memberi pelukan sayang.

"Jim, makasih ya, Nak. Ibu tak tau akan seperti apa Taehyung tanpamu tadi."

.
.
.

Manik bambi itu terbuka, mengerjap beberapa kedipan tuk menyesuaikan netra yang beradu cahaya. Menemukan eksistansi seseorang, seketika matanya membulat. Sosok dengan masker menutup sebagian wajah tengah menatapnya.

"Si—siapa?" tanyanya tergugu.

Jungkook panik. Tangan gemetarnya dengan gusar meraba-raba untuk menemukan nurse call yang untungnya segera ditemukan. Belum sempat menekan tombol itu, sebuah cengkraman mencegah aksinya. Jungkook berontak—memaksa tubuh lemahnya melawan. Napas yang masih bergantung asupan oksigen pun memburu, berkejaran dengan ritme jantung yang berdegub kencang.

"Psstt ..."

Suara itu seketika membuat tubuhnya membeku.



Belum selesai
24072019

GOLDEN BOYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang