Kenangan yang pahit yang sudah lama terkubur dengan susah payah, akan sangat gampang di kupas hanya dengan pertemuan yang sangat tak di harapkan
Senja mulai menampakan wajahnya yang indah, Warnanya sangat indah di iringi hembusan lembut yang membelai wajah ayu seorang wanita dewasa yang sedang menikmati sore bersama seorang putri kecil di pangkuanya.
Putri kecil itu menyandarkan tubuhnya manja dengan menutup mata saat angin lembut menerpa wajah mungil nan cantiknya, pipi gembil merona semu merah selalu jadi daya tarik utamanya.
“Bunda, apa malam ini akan kembali hujan?” gadis kecil itu membuka matanya dan mendongak menatap sang ibu dengan wajah polos-nya.
“Entahlah, Bunda juga tidak tahu.”
“Aku rasa tidak Bunda.” Gadis kecil itu tersenyum tipis.
“Mengapa Anin bisa bicara seperti itu?” Tangan halus sang Bunda mengelus pelan poni yang menutupi kening sang putri, tersenyum hangat dan menenangkan, senyuman bunda memang sangat menenangkan bukan? seberat apapun masalah kita jika sudah melihat senyuman bunda kita seolah kita di beri kekuatan dan semangat untuk mencari jalan keluar dan menuntaskanya, Senyuman bunda memang obat paling mujarab bagi kita.
“Lihatlah Bunda, awan cerah tanpa mendung yang hitam menakutkan, Sinarnya bahkan
cerah, hangat, dan menyenangkan.”“Apa Anin tak menyukai hujan hmm?” sang Bunda bertanya lembut kepada putrinya yang masih di pelukan hangatnya.
“Bukan begitu Bun, hanya saja hujan membuatku merindukan Ayah.”
Gadis kecil itu menundukan wajahnya sambil menahan tangisnya, perasaannya campur aduk antara sedih dan merasa bersalah saat dirasanya tubuh sang bunda menegang, dia tau sangat sensitif saat membahas ‘Ayah’ tapi kini bagaimana lagi kata itu sudah terucap.
“Ayah sedang bekerja jauh sayang.” Nada suara itu mendingin.
Selalu itu alasan yang terucap dari bibir sang Bunda. Bekerja jauh, memang sejauh apa ayahnya, bekerja hingga tak pulang-pulang, Apa ayahnya tak merindukanya dan bunda, apa ayahnya sudah lupa padanya? pertanyaan itu beberapa kali terbesit pada kepala mungilnya.
“Bun, setidaknya Bunda beri tahu aku nama Ayah.”
Gadis kecil itu menatap ibunya penuh harap. Tapi hanya di balas tatapan datar sang Bunda, merasa tak mendapat jawaban, akhirnya Anin turun dari pangkuan bundanya dan berjalan gontai menuju kamarnya.
“Chakra, nama Ayahmu Chakra.”
Perkataan lirih sang Bunda memberhentikan langkahnya, walau dengan nada sedikit bergetar mendengar nama sang ayah. gadis manis itu menyunggingkan senyum, dia merasa malam ini akan tidur dengan nyenyak.Lain halnya dengan sang Bunda yang memandangnya kosong ke depan seakan memutar masa lalu yang kelam.
Flashback
“Mas, apa kamu akan tetap pergi?”
Seorang wanita cantik menangis di tengah guyuran hujan dengan memegang payung merah, perut buncitnya di elusnya pelan terasa beberapa gerakan disana.
“Aku harus mencari uang Gi. untuk menafkahimu dan anak kita kelak.”
Chakra, laki-laki di hadapan wanita cantik itu yang tak lain adalah istrinya, menatap sendu mata cantik yang kini menyayu itu, mengelus pelan perut istrinya yang kini membuncit, di sana buah cinta mereka sedang berkembang, disana calon anaknya akan segera lahir. untuk itu, dia membulatkan tekatnya untuk meninggalkan istrinya demi masa depan cerah sang buah hati, hidup sederhana yang serba kekurangan membuatnya tak berguna jika nanti sang buah hati lahir dalam keadaan yang susah.
Dia mencintai istri dan calon anaknya, sangat sangat mencintai. Tapi keadaan ekonomi yang mendorongnya untuk melakukan ini, biarlah mereka terpisah dulu, takdir nantinya akan membawanya kembali walau bagaimanapun hati mereka tetap terikat dengan pengikat yang luar biasa erat dan berharga, yaitu sang calon anak.
“Tapi aku sedang hamil mas, bisa gak kamu mengundur kepergianmu sampai aku melahirkan?” Regina nama wanita itu, kini menangis bersama hujan yang mengguyur mereka
"Justru itu Gi, aku mencari uang untuk biayamu melahirkan, kelak jaga anak kita baik-baik ya, aku akan kembali, aku mencintaimu."
Chakra, laki-laki itu pun mencium kening istrinya, mencium perut yang mulai membesar itu, dan pergi menuju halte bus terdekat, menyisakan Regina yang memandang sedih kepergian suaminya, suami tercintanya akan berjuang untuk mereka, rapalan do’a dia haturkan di setiap langkah suaminya yang menjauh dari pandangan sampai punggung tegap itu terenggut dari pandangannya.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, dan bulan berganti tahun, nyatanya kabarpun kian tak terdengar, dimana suaminya? apa dia baik-baik saja? apa sudah mendapat pekerjaan?. tinggal dimana? apa tidurnya lelap? banyak pertanyaan yang menghantuinya hingga dia melahirkan sang putri yang di beri nama Anindayu hapsari, Regina masih setia menunggunya.
Hingga sebuah tragedi yang membuatnya tergores dan terhempas begitu saja, hatinya hancur, jantungnya terasa remuk kala melihat berita di TV jika sang suami kini mejadi artis terkenal dan sedang di rumorkan menjalin hubungan dengan model cantik asal Bandung, Rosita anastasya.
Apa karena itu suaminya tak menghubunginya? apa karena wanita itu dia dan sang putri terlupakan? takdir sungguh kejam, bahkan dengan susah payah Regina menghupi sang putri dengan berjualan kue, berkeliling dari rumah ke rumah, menunggu kabar dari sang suami, dan kini semuanya terjawab dengan rasa sakit, Suaminya melupakannya? sungguh sangat menyakitkan.
Flashback off
Tess~
Air mata Gigi tak terbendung lagi.
"Mana janji yang kamu ucapkan mas, sampai sekarang kau tak kembali, sampai Anin tumbuh menjadi anak yang manis, kapan kamu pulang?" ucapnya lirih.
"Aku rasa kamu tak akan pulang, cita-citamu menjadi artis sudah tercapai, setelah sekarang sukses, apa kamu melupakanku dan putrimu?" Gigi tersenyum miris
Mengingat semua kenangan itu memang menyakitkan hari-hari tanpa suami, saat hamil tua melahirkan tanpa suami di sampingnya, saat keadaan sulit itu Gigi masih mengingatnya dengan jelas. Beruntungnya dia saat masih ada orang yang membantunya, tetangga sekaligus teman mengobrol di saat sang suami pergi, dia adalah Renata beserta suaminya Bima masih ingin membantunya.
Bima yang memang dokter umum selalu memantau keadaan calon anaknya waktu itu, bahkan saat melahirkanpun mereka berdua yang membantu, mereka belum di karuniai seorang anakpun tetapi cinta mereka benar benar membuat siapa saja cemburu.
Kesetiaan Bima dan Renata, ah tidak Gigi sering memanggil Renata dengan Rere, lebih manis katanya, kisah cinta Rere dan Bimo pun sangat besar dan kuat, bahkan di saat tersulit seperti itu saja mereka tetap bersama, Gigi selalu iri saat Rere berjalan jalan pagi dengan Bima yang menggandeng tangannya.
Dulu Chakra juga seperti itu, menggandeng tangannya, memeluknya, menciumnya, semuanya di lakukan bersama, tapi kenangan bahagia itu kembali menjadi kenangan yang sangat menyakitkan, kenangan yang sangat ingin Gigi lupakan untuk saat ini.
Sibuk dengan kesakitan hatinya, Gigi seakan lupa kebutuhan sang putri yang membutuhkan peranan seorang ayah, pelukan seorang ayah, terlalu sibuk memikirkan sakit hatinya, Gigi lupa jika Anin memendam kerinduan dan kesedihan atas kehilangan sosok ayah dalam hidupnya, dan itu akan berakibat fatal nantinya.
Gigi benar-benar di butakan oleh sakit hati dan bahkan tak ingin melangkah maju, asik dengan dunianya, berdiam diri dalam lingkup kesakitan dan kekecewaan di masa lalu, Terbuang? sangat menyakitkan bukan? bahkan berkali lipat lebih sakit daripada terabaikan.
Regina? apa bisa melangkah maju? bisakah? apa hanya berhenti di sini?
.
.
.
..
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess in the Rain√
Romancekerindukan di kecil. keegoisan orang tua.. semuanya hanya Ada di dalam emosi yang mematikan ego tinggi. "ayah seperti apa bunda?" "Hanya ada Bunda, jangan pikirkan yang lain." "Apa kau harus seegois ini, Gi!" "kau tak pernah mengerti Bim."