Entah untuk keberapa kalinya aku menggeram kesal. Hari ini seharusnya aku berangkat kerja bersama Raka. Kami sudah sepakat kemarin via WA. Hitung-hitug melepas rindu karena melewatkan weekend karena kesibukannya dengan keluarga ⸻sejujurnya aku masih sakit hati karena tidak diundang di acara itu. Raka berjanji untuk menjemputku dengan mobil Toyota Yaris-nya. Jadi aku langsung mengenakan seragam kerja alih-alih pakai baju biasa dulu. Tapi sampai jam setengah delapan lewat ia belum juga muncul.
Sudah belasan kali kutelpon Raka tapi tidak diangkatnya meski terdengar dering tanda telepon itu tersambung. Pesan WA-ku juga tak kunjung membiru meski dia sedang online.
"What on earth happened to him?" aku berteriak kesal. Tega sekali pacarku berbuat begini. Kalau memang dia sibuk apa salahnya diangkat sebentar atau balas WA-ku untuk memberiku kepastian. Sama sekali tidak menghargaiku. Paling tidak, aku jadi tahu apa yang harus kulakukan selanjutnya jika dia benar-benar tidak bisa menjemput.
Malangnya lagi dari tadi aku pesan grab car tak kunjung berhasil. Maklum, jam sibuk. Terbersit keinginan untuk mengeluarkan motor dari garasi. Tapi sebelum itu kulakukan, terbayang olehku betapa ribetnya, mesti buka-buka gembok. Belum lagi rokku yang super mini ini akan menarik perhatian para predator di jalanan. Mau ganti baju dulu pasti tidak terkejar karena aku sudah di teras dan pintu sudah kukunci. Belum lagi mesti naik ke kamarku, cari-cari baju di lemari... Arrrghhhh....!!!!!
Tanpa sadar kuangkat pantat dari kursi dan menuju rumah Om Daniel. Semoga dia sudah bangun mengingat semalam dia bilang mau begadang mengerjakan laporan penelitian dan hari ini jadwal mengajarnya siang hari.
"Om...! Om Daniel...!" kugedor-gedor pintu. Hampir menangis saking putus asanya. Aku takut sekali Om Daniel tak bisa mengantarku, lalu aku terlambat ke tempat kerja, lalu aku kena SP dan annual bonusku tidak keluar, lalu...lalu aku batal liburan ke Korea...
Huaaaa.....!!!!
Ajaib sekali, terdengar suara Om Daniel menyahut dari dalam. Beberapa saat kemudian Om Daniel muncul dengan wajah segar. Tidak ada mata bengkak karena kurang tidur atau wajah ngantuk bau bantal. Aku bersyukur untuk itu.
"Om, tolongin Suri, Om,"
"Kenapa?"
"Tolong anterin Suri ke tempat kerja, Om. Ini sudah mau telat. Raka nggak jemput-jemput,"
"Ha? Raka telat? Berapa bulan? Terus kamu mau tanggung jawab?"
"Ya ampun, Oooooomm... Jangan bercanda dulu napa?," aku menjerit panik, "ini darurat!"
Untung saja Om Daniel tidak berlama-lama ngelanturnya. Dia cepat tanggap mengambil kunci mobil dan segera mengantarku, tuan putri Suri Maharani ke tempat kerja.
Aku berhasil mencapai meja resepsionis meski terlambat setengah jam. Lalita, partner kerjaku sudah gugup karena dia merupakan anak baru yang belum banyak pengalaman. Dia masih takut kalau ditinggal-tinggal.
"Aman, La?"
Lalita menoleh padaku dan meringis. Dia sedang melayani tamu yang sedang check out.
"Can I pay with my credit card?"
"Yes, sure, Sir,"
Aku melirik pria Bule di depan meja resepsionis. Tak kusangka dia sedang menatapku. Aku tersenyum tipis. Dia adalah pebisnis dari Yunani, sedang melakukan kunjungan ke pabrik pengolahan getah karet di Jambi Sebrang. Itu informasi yang kudapat dari Veronica, GRO di hotel ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sexy Neighbor
ChickLitCerita suka-suka tentang tetangga yang seksi. Tentang cinta lintas generasi.