Telapak tangan yang menampakkan sayatan, raut wajah yang menunjukkan betapa nyerinya luka yang cukup dalam itu.
"Ah......, kurasa aku harus menutup luka ini." Tanpa berbekal ilmu medis yang mumpuni, ia membalut luka itu dengan cukup baik.Sesekali rintihan lolos dari bibirnya. Sejenak ia berhenti dan kembali bergulat dengan pikirannya, kembali kepalanya didera kebingungan yang memuakkan, haruskah ia berhenti atau terus melanjutkannya? Rasanya sangat menyenagkan saat melakukannya
Ah.....entahlah, pemuda itu berbalik setelah selesai dengan perban di tangannya. Sebuah buku catatan menjadi tujuan utamanya, sampul merah ranum bertulisak si nama pemilik 'Kim Jimin'.
Entah sudah berapa baris yang ia coretkan sampai suara dan ketukan pintu membuat pemuda itu bergegas menutup bukunya.
"Jimin-ah kau didalam?"
"Ne... masuklah Tae aku tak megunci pintunya." Pemuda Kim itu bangkit dari kursinya dan merebahkan dirinya pada ranjang dan mulai menarik selimut menutupi tubuhnya.
"Kau baik-baik saja? Kau pulang terlambat hari ini." Taehyung mendudukkan dirinya pada pojok ranjang seraya menatap saudaranya.
"Ya begitulah." Jimin tersenyum seraya menarik selimut semakin tinggi menutupi sebatas bahunya.
"Jika kau sakit aku juga sakit. Jadi jangan pernah macam-macam."
"Aku tau, pergilah aku ingin istirahat." Jimin mendorong tubuh Taehyung menggunakan kakinya, supaya pemuda itu segera beranjak dari kasurnya.
"Iya....aku pergi, tidur yang nyenyak dan mimpikan aku." Tanpa rasa malu Taehyung berucap dengan percaya dirinya dan mulai beranjak.
"Yak.....rapikan dulu selimutku!" Suara pekikan Jimin membuat Taehyung berbalik dan berdecak sebal. Inilah sifat Jimin yang terlalu menjenglelkan ia terlalu perfeksionis terhadap semua hal. Bahkan hanya karena selimutnya bergeser sedikit ia sudah bersiap melakukan perang dunia.
"Sudah! Kau puas?"
"Sangat puas, sekarang tidurlah dan jangan lupa matikan lampu kamarku."
***
Pagi menjelang, suara kicauan burung yang ingin sekali Jimin lempar menggunakan bantal. Ini tak semenyenagkan seperti di dalam film ketika burung berkicau dan si tokoh utama mulai melakukan aktifitas dengan bahagia.
Pemuda dengan rambut tak beraturan itu mulai bangkit dari atas ranjang dan mulai membersihkan diri.
Merasa semua cukup ia beranjak dari dalam kamarnya, seketika indra penciumannya disambut dengan aroma alkohol yang begitu memekakan. Botol kosong bekas bir dan kawan-kawannya berceceran di lantai, bahkan beberapa botol yang masih terisi, menumpahkan cairannya kelantai dan membuat semua menjadi semakin kacau.
Pemuda itu baru saja akan membuka pintu rumahnya saat tiba-tiba pintu itu terbuka lebih dulu.
"Tae, kau semalam diluar?" Jimin membenahi posisi ranselnya dan menatap saudaranya itu.
"Ah....ne, aku bertemu dengan teman-temanku semalam."
"Cepat bersihkan dirimu, jika tidak kau akan terlambat ke kampus."
"Appa membuat ulah lagi?" Taehyung menahan lengan Jimin dan mulai memasuki rumah yang jauh dari kata rapi.
"Kurasa seperti itu, tapi aku tak tau dimana appa sekarang. Mungkin ada dikamarnya mungkin juga tidak." Taehyung mendengus kesal dan mulai memungut semua botol yang berserakan dengan Jimin yang masih menatapnya.
Dalam pikiran Taehyung hanya ada kata 'Jimin membenci ini semua'. Taehyung membersihkan semuanya dan mulai berjalan keluar menuju tempat pembuanggan.
"Kita bersihkan saja nanti, sebaiknya kita pergi ke kampus sekarang. Dan pagi tadi eomma mengirim pesan agar kita menemuinya malam ini."
"Aku tidak bisa, ada janji dengan Guru Song untuk mengurus proyek baru." Taehyung melempar sampah yang ada di tangannya dan berjalan menjauh.
"Baiklah aku akan datang sendiri!" Teriak Jimin menghentikaan langkahnya.
"Jangan berani-beraninya kau kesana Jim!"
Tak peduli, Jimin memutuskan untuk meninggalkan rumah mengabaikan Taehyung yang menatapnya.
***
"Jimin hyung!" Pemuda itu menghentikan langkahnya, menatap seseorang yang bejalan kearahnya.
"Kau tak ada kelas?" Jimin membalikkan badan seraya mengajukan pertannyaan. Sedikit sunggingan senyum pemuda itu berikan, menggangguk singkat dan membetikan jawaban konyol.
"Kelasnya membosankan."
"Yak, jangan sia-siakan bakatmu itu. Siapa tau kau dapat mengadakan pameran lukis seperti Tae." Jimin mengusak rambut coklat pemuda itu seraya memberi tatapan gemas.
"Aku tak seberbakat Tae-Tae hyung. Kalau begitu aku duluan hyung, ada hal yang harus kulakukan." Pemuda itu melepas tangan Jimin dari bahunya dan mulai beranjak.
"Oh....apakah eomma mengirim pesan padamu hyung?"pemuda itu menghentikan langkahnya, menatap Jimin dalam.
"Ne."
"Kuharap kau tidak datang hyung, kurasa Tae-tae hyung juga tidak akan datang." Si pemuda menatap Jimin sayu, berharap Jimin akan setuju dengan usulannya.
"Kim Jungkook, aku......" Jungkook melengang pergi, ia tak mau jika harus mendengar alasan sang hyung.
Sementara Jimin hanya dapat menghela napas seraya membenahi posisi buku yang ia bawa. Tujuannya kini adalah ruang kelasnya atau juga perpustakaan.
"Kim Jimin-ssi!" Ok, siapa lagi kali ini. Pemuda itu menghela napas dan membalikkan badannya, seorang pria berjaket kulit menatap tajam kearahnya.
"Kau Kim Jimin bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Killin Me Now
General FictionMenjadi tersangka........ Selalu diperhatikan.......... Dan dia yang tak peduli........... Hanya ingin menjalani kehidupan normal sebagaimana remaja seusianya, namun berbagai kekurangan yang membelenggu disertai kebencian yang membara. Membuat mere...