Gate

608 70 12
                                    

"Jim kau masih marah padaku? Mianhae...."

Taehyung terus mengikuti kemanapun Jimin pergi, ia masih merasa bersalah karena memecahkan guci milik Jimin.

Sementara Jungkook hanya menatap interaksi kedua kakaknya dalam diam.

"Hyung, aku berangkat dulu ada jadwal pagi hari ini." Jungkook yang tadinya hanya diam, bangkit dari kursinya dan beranjak meninggalkan kedua kakaknya.

"Ne, hati-hati Cooky!" Ucap Jimin sedikit keras karena jarak mereka yang cukup jauh.

"Jim.... kau tak akan memaafkanku? Hyung......" rengek Taehyung semakin menjadi. Jimin yang mulai risih mendorong pelan tubuh Taehyung menjauh darinya.

"Sebaiknya kau berangkat kuliah, itu cukup untukku dan jangan lakukan hal-hal yang kekanakan lagi." Wajah muram Taehyung mulai berubah, kurva terbentuk di bibirnya dengan semangat Taebyung memeluk tubuh Jimin yang lebih kecil.

"Gomawo Jimin-ah.... aku menyayangimu. Kau juga jangan lagi melukai diri sendiri, kalau begitu aku pergi dulu." Taehyung melambaikan tangannya meninggalkan Jimin yang masih sibuk dengan tumpukan buku dihadapnnya.

Pikiran Jimin masih dipenuhi dengan ucapan Detektif tempo hari dan juga penyataan sang ibu jika ia akan menikah kembali.

Bagaimana ia akan mengatakan semua itu pada Taehyung?

***

Saat hari menjelang malam, orang-orang masih berlalu lalang di sepanjang trotoar nampak sekali ada seorang pemuda yang berlari membelah kerumunan.

Wajahnya dipenuhi luka dan lebam, kemeja yang ia kenakan juga nampak tak beraturan hingga ia terhenti di sebuah gang karena segerombol orang menghalangi jalannya.

"Hei, masih ingin berlari?" Salah satu pria disana mulai mendekati pemuda itu.

Ia tak dapat lagi pergi kemanapun, para pria yang jauh lebih besar darinya mengitari si pemuda.

"Aku tak ada urusan denganmu." Pemuda itu kini telah terhimpit, ia berusaha tetap tenang dan menjauhi para pria itu.

"Oh.... benarkah? Kau mencuri di rumah tuanku, jadi kau juga harus berurusan denganku." Pria itu menendang tubuh si pemuda hingga membuatnya tersungkur.

"Kemarikan benda yang kau ambil di rumah itu! Cepat!"

"Aku tak mengambil apapun." Pemuda itu berusaha menekannkan setiap kalimatnya, beberapa pukulan harus ia dapatkan.

"Akh....!" Pekik si pemuda kala pria dihadapannya menginjak pergelangan tangannya.

"Kau hanya seorang berandal, tak lebih baik dari sampah." Pria itu kembali menyeret tubuh pemuda itu dan melemparnya ke dinding.

"Kami masih berbaik hati, jadi kau bisa selamat kali ini." Pria itu beranjak meninggalkan pemuda yang terbaring tak berdaya setelah mengambil sebuah flasdisk dari  kantung jaket si pemuda.

Sudut bibir yang masih mengeluarkan darah, tubuh yang bahkan terasa nyeri. Ia belum beranjak dari tempatnya sampai suara sirine mobil polisi terdengar nyaring.

Si pemuda dengan tertatih berusaha bangkit dan segera meninggalkan tempat itu, namun sepertinya keberuntungan jauh darinya saat ini.

"Kim Taehyung! Aku telah melihatmu, sebaiknya tetap di sana!"

"Jadi aku senang dapat bertemu denganmu lagi." Seorang pria dengan langkah ringannya mendekati Taehyung.

"Bagaimana jika kita bicarakan ini di kantor dengan menikmati secangkir kopi?"

Dan kini Taehyung tengah duduk di salah satu kursi dengan pandangan yang memperhatikan seorang detektif dengan ID Kim Namjoon itu tengah menyeduh dua cup kopi instan.

"Jangan menatapku seperti itu kau membuatku takut." Namjoon berujar dengan mengusap tubuhnya, sementara Taehyung mendengus sebal dan mengalihkan pandangannya.

"Bisa aku pergi dari sini?" Taehyung bangkit dari kursinya seraya menjauhkan cup kopi yang baru saja diberikan Namjoon.

Sejenak Namjoon tak menjawab, pria itu membiarkan Taehyung yang semakin jauh melangkah. Hingga ketika si pemuda mencapai ambang pintu keluar, Namjoon membuka suara.

"Apakah kau pergi untuk merencanakan pembunuhan selanjutnya?"

Taehyung menghentikan langkahnya, ucapan Namjoon sukses membuat pemuda itu mematung.

Perlahan Taehyung membalikkan badan menatap Namjoon yang juga memperhatikannya dengan menyesap kopi panasnya.

***

"Jungkook-ah!" Sepulang dari universitas pemuda itu masih mengurung dirinya di dalam kamar tanpa ada niat menyahut panggilan sang ibu.

"Jungkook-ah, buka pintunya nak." Sang ibu seakan tak ada lelahnya mengetuk pintu sampai sang putra membukanya.

Hingga, Jungkook keluar dari dalam kamar seraya menenteng ranselnya.

"Jungkook, tunggu kau akan kemana di malam seperti ini." Seakan tak peduli Jungkook menepis kasar tangan sang ibu yang berusaha menahannya.

"Eomma, pikirkan saja suami barumu itu! Jangan pedulikan diriku, memangnya aku masih berarti untukmu?" Jungkook tak lagi dapat menahan emosinya kala netranya menangkap keberadaan pria yang akan segera dinikahi sang ibu.

"Jungkook-ah dengarkan eomma."

"Tak perlu ada yang didengar lagi eomma, bahkan tindakanmu saja sudah menyakitiku."

Tak ada lagi kata, tak ada lagi yang dapat dilakukan. Wanita itu hannya bisa menatap sang putra yang kian menjauh dari pelataran rumahnya.

Jungkook sendiri bahkan tak tau harus kemana, tak mungkin ia pergi ke rumah sang kakak dan mengatakan jika ia bertengkar dengan sang ibu.

Jimin pasti akan membuat Jungkook harus kembali kerumah, mengingat begitu sayangnya sang kakak pada ibunya.

Bersambung.........

Killin Me NowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang