Malam yang cukup larut, seorang pemuda tengah mengendap di antara bangunan tua. Langkahnya ringan mengikuti gerakan pria dihadapannya.
Hingga sampailah diujung lokasi konstruksi, tempat yang cukup tenang dan sunyi. Pemuda itu meraih balok kayu dan memukulkannya kearah kepala pria dihadapannya.
Pria itu tumbang dengan darah yang mengalir dari kepalanya. Tanpa rasa sesal ia menyeret pria malang itu menuju belakang lokasi konstruksi.
Tatapan tajamnya menanti korbannya tersadar barulah ia melakukan aksi selanjutnya. Sekitar 10 menit berlalu pria itu mulai mengerjab dan mendapatkan sosok pemuda berdarah dingin dihadapnnya.
"A..... apa yang kau inginkan?!" Pria itu memekik berusaha bergerak dan melepas lilitan tali di tubuhnya.
"Hei, jangan banyak bergerak atau kau akan terluka. Aku tak ingin kau terluka sebelum aku yang melakukannya." Pemuda itu menarik kasar rambut si pria hingga kepala pria itu mengadah.
"Melihat wajahmu saja membuatku mual." Sekali dorongan tubuh pria itu tersungkur ke tanah menghantam tumpukan besi sisa konstruksi.
"Le....lepaskan aku, akan kau berikan apapun padamu."
"Jinja? Kau akan memberikan apapun padaku?"
'Bugh!'
"Akh..... kumohon biarkan aku pergi." Pria itu semakin tersungkur kala si pemuda menendang tubuhnya.
"Ok, akan kau biarkan kau pergi dari sini." Mendengar ucapan si pemuda, pria itu mulai bangkit dengan sisa tenaganya.
Si pemuda hanya menatap pria yang berlari menjauhinya, menarik senyum simpul sebelum ia berujar cukup lantang.
"Sebaiknya kau bergegas Tuan sebelum aku berubah pikiran." Pria itu semakin kalang kabut, sementara si pemuda meraih batang besi dan berjalan mendekati si pria.
Walaupun pria itu berusaha berlari langkahnya masih kalah cepat dengan si pemuda.
Pemuda itu seakan tak peduli, ia mulai mengayunkan tongkat besi dan menghantamkannya pada kepala pria yabg tengah berusaha berlari.
"Argh......." Pria itu tersungkur dengan kepala yang mulai mengucurkan darah segar.
"Sudah kukatakan untuk cepat bukan?" Lagi-lagi tanpa belas kasih pemuda itu memukul korbanya dengan tongkat besi ditangannya.
Merasa kurang puas, pemuda itu merogoh saku jaketnya dan menarik keluar belati yang ia simpan.
Menikam si korban secara brutal, darah tak henti-hentinya keluar pria itu pun telah terbaring tak berdaya. Nyawanya telah hilang meninggalkan raga.
Seakan masih kurang terpuaskan ia menyeret mayat itu dan menggantungnya di langit-langit bangunan. Mengumpulkan darah dari si korban dan memasukkannya kedalan sebuah tabung, sebelum ia meninggalkan lokasi.
***
"Halo Tae, wae? Aku masih di kampus apakah kau sudah pulang?" Jimin mengangkat panggilan Taehyung, si penelphone tak bicara sama sekali jadi Jiminlah yang sedari tadi bicara.
Merasa tak ada respon dari Taehyung, Jimin mengangkat tangannya dan melirik arloji yang melingkar di sana.
Waktu menunjukkan pukul 2 dini hari.
"Apakah ada masalah? aku akan segera pulang kalau begitu." Ujar Jimin seraya merapikan meja yang penuh sketsa bangunan."A..... ani, aku tidak dirumah sekarang." Suara Taehyung yang terdengar begitu parau membuat Jimin mengernyit.
"Kau baik-baik saja? Apa kau sakit?" Jimin semakin membercepat langkahnya meninggalkan gedung universitas, ia tak peduli dengan yang lain saat ini.
"Mianhae Jimin-ah."
Sambungan telephon terputus, Jimin semakin kalang kabut. Ia tak tau Taehyung berada di mana jadi ia memutuskan untuk memghubungi Jungkook.
"Cooky apa Taehyung bersamamu?" Tak perlu salam pembuka, Jimin langsung mengajuka pertanyaan setelah panggilan itu dijawab.
"Anni, aku tak bertemu Tae-Tae hyung seharian ini."
"Argh......!" Jimin menarik rambutnya kasar dan mulai berlari memecah keramaian di trotoar.
Mulai dari menghubungi para teman terdekat Taehyung hingga mendatangi rumah mereka satu-persatu telah Jimin lakukan semuanya.
Namun nihil Taehyung tak dapat ia temukan dimanapun, hingga langkahnya terhenti kala notifikasi masuk di ponselnya.
'Pengusaha dan pemilik hotel lotus di temukan tewas di apartemennya dinihari tadi.'
Pikiran Jimin menjadi semakin kacau, jika tidak salah orang ini adalah calon suami sang ibu.
"Tae, kau tidak mungkin melakukannya bukan?" Keringat mulai mengalir deras di kening pemuda itu, tanggannya yang gemetar mulai mencari nama seseorang di kontaknya.
"Ha.....halo eomma."
***
Sebuah bingkai foto dengan wajah seorang pria terpasang di sana. Jungkook dan Jimin yang tengah mebungkuk untuk memberikan penghormatan terakhir, hampir saja Jimin limbung jika Jungkook tak sigab menahannya.
Sang ibu tak terlihat di pemakaman, entah ada dimana wanita paruh baya itu. Jimin dan Jungkook terus mendapat gunjingan dan makian di pemakaman.
Bahkan kedua pemuda itu belum menemui Taehyung di kantor polisi.
"Hyung kajja." Jungkook menarik lengan Jimin membantu sang kakak yang tersungkur karena dorongan beberapa orang.
"Ayo kita temui Taehyung, sidangnya siang ini bukan?"
Jungkook mengangguk mengiyakan ucapan sang kakak.
Kantor polisi yang menjadi tujuan kedua pemuda tersebut dipenuhi para wartawan yang sibuk mengumpulkan data.
Nampak dari arah kantor seorang pemuda dikawal beberapa polisi mengeluari bangunan itu.
"Dasar pembunuh!"
"Sampah sepertimu pantas dibuang!"
"Kau tak lebih baik dari sampah!"
"Psikopat gila!"
"Mati saja kau!"
Bersambung.........
KAMU SEDANG MEMBACA
Killin Me Now
Narrativa generaleMenjadi tersangka........ Selalu diperhatikan.......... Dan dia yang tak peduli........... Hanya ingin menjalani kehidupan normal sebagaimana remaja seusianya, namun berbagai kekurangan yang membelenggu disertai kebencian yang membara. Membuat mere...