Immaterial

1K 92 9
                                    

"Taehyung-ah." Panggilan dari seorang pemuda menyapa indra pendengaran Taehyung. Kanfas dan pallet yang tengah dibawa pemuda itu berayun saat si empu berlari kecil.

"Wae?" Taehyung yang menghentikan langkahnya menatap pemuda yang telah sampai dihadapannya.

"Song saem, mencarimu. Ia mengatakan jika....." pemuda itu berhenti sejenak, kemudian mengedarkan pandangan seakan melihat lokasi dan kondisi sekitar. Mendekatkan tubuhnya pada Taehyung dan mulai berbisik.

"Kau sungguh membatalkan pameran lukismu?" Bisikan itu membuat Taehyung tersenyum.

"Eum.....begitulah wae?"

"Yak.....kau gila! Song Saem sangat marah asal kau tau?!" Pemuda Kim itu memundurkan tubuhnya kala teriakan itu begitu menggema.

"Hei..... ia tak akan berani marah padaku." Taehyung menepuk pundak pemuda itu dan beranjak dari tempatnya.

"Wae?" Pemuda itu menatap heran temannya.

"Kau tak tau jika Song saem takut padaku?" Bisikan begitu lirih Taehyung menyapa indra pendengaran pemuda itu, serasa bulu halus di tengkuknya berdiri karena rasa geli yang menjalar.

"Kim Taehyung kemari kau!" Mendengar suara yang cukup nyaring membuat Taehyung menjauhkan tubuhnya dari telinga kawannya.

"Kurasa kau tak akan selamat kali ini, semoga sukses." Pemuda itu berlari meninggalkan Taehyung yang terpaku menatap dosenya.

Langkah pria paruh baya itu semakin dekat dan mulai menarik telinga Taehyung di sepanjang koridor.

"Akh......... ini sakit Saem........ akh......!"

***

"Yak..... Kim Taehyung! Kau ingin beasiswamu dicabut eoh?" Pemuda yang menjadi sasaran kemarahan hanya menundukkan kepala, tanpa niat membalas. Dalam pikirannya hanya bagaimana cara untuk melarikan diri dari predator di hadapannya.

"Kau tau, pameran itu sudah kudaftarkan. Dan seenak jidatmu kau membatalkannya?"

"Saem, aku tak bisa melakukan pameran itu." Taehyung yang merupakan tersangka mulai buka suara.

"Kalau begitu berikan aku alasan yang logis."

"Karena aku ingin tidur di akhir pekan? Atau kurasa menyenangkan jika pergi kepantai." Pria paruh baya yang natabenenya sebagai dosen pembimbing Taehyung mengusap wajah kasar.

"Ok, terserah padamu. Jika kau tetap tidak mau melakukan pameran ini aku tak hanya membuat beasiswamu dicabut tetapi juga beasiswa saudara kembarmu Kim Jimin." Ancaman yang tak main-main, Taehyung sontak menatap Song Saem tajam, ia tak habis pikir tentang ucapan dosennya itu.

"Mengapa Jimin harus diikut campurkan dalam masalah ini!"

"Kau tau Kim, biaya yang dikeluarkan universitas untuk pameran ini tidak sedikit. Pikirkan dengan baik, aku pergi dulu."

Taehyung mengepalkan tangannya erat, merogoh saku celananya dan nampak menghubungi seseorang.

"Aku akan datang sedikit terlambat malam ini."

***

Kota Seoul yang kehilangan cahaya matahari mulai digantikan oleh cahaya lampu kota di setiap sudutnya. Seorang pemuda nampak memilih jalan yang cukup gelap dengan penetangan yang minim.

Sebuah kedai di ujung jalan menjadi tujuannya. Tenda yang menjadi tempat para pembeli menikmati hidangan mereka penuh dengan botol minuman keras.

Pemuda itu duduk disalah satu kursi dan mulai memesan beberapa botol minuman keras. Meneguk minumanya perlahan sembari sorot mata yang memperhatikan gerak-gerik seseorang.

Tubuhnya spontan bangkit, merogoh saku celana dan meninggalkan beberapa lembar won diatas meja. Langkahnya mengikuti seorang pria yang baru saja keluar dari kedai tersebut.

Pria itu sama sekali tak menyadari jika dirinya tengah dibuntuti. Hingga ia berbelok di salah satu toilet umum di dekat lokasi konstruksi.

Sebuah bangunan yang memiliki beberapa bilik kamar mandi itu menjadi tujuannya. Si pemuda yang sedari tadi berjalan di belakangnyapun turut melanglahkan kakinya memasuki toilet.

Pria itu baru saja keluar dari salah satu bilik dan tengah mencuci tangannya kala pemuda itu masuk. Nampak begitu lihai pemuda itu mengunci pintu bangunan berisi bilik toilet dan berjalan santai melewati belakang si pria yang tengah mencuci tangannya.

Memasang sarung tangan dan mulai memasuki salah satu bilik.

Tak lama pemuda itu keluar seraya membawa tongkat pel. Berjalan mendekati si pria dan mulai berbisik di telinga pria itu.

"Senang bertemu denganmu."

Pria itu terlonjak menjauhi si pemuda, rasa tak enak mulai menyelimuti diri pria itu.

"Ap.....apa yang kau lakukan?" Pria itu tergagap seraya berusaha keluar dari bangunan itu.

"Coba tebak apa yang akan aku lakukan?" Pemuda itu tersenyum miring dengan memainkan tongkat pel yang ia bawa.

"Jangan mendekat!" Tak menggubris ucapan pria itu, si pemuda mulai mengayunkan tongkat pel dan memukulkannya dengan keras di kepala pria tak berdaya itu.

"Akh......." tongkat pel patah menjadi dua, dengan senyum puas pemuda itu membuang benda yang tak lagi utuh dan mulai merogoh saku jaketnya. Mengeluarkan sebuah belati dan kembali medekati korbanya yang terduduk.

"Hei, aku belum melakukan apapun. Jadi mari kita nikmati setiap permainan ini, kau mengerti?"

"Apa yang kau inginkan?" Pria itu memegang kepalanya yang berkedut.

"Aku bertanya padamu, mengapa kau balik bertanya eoh!" Pemuda itu meninggikan suaranya di akhir kalimat. Tangannya terulur dan menarik kasar rambut korbanya.

"Jika aku bertanya maka jawab itu, seperti ini." Suara benturan terdengar nyaring kala pemuda itu membenturkan kepala korbanya kedinding beberapa kali bahkan darah segar mulai mengotori dinding putih.

"Jangan melawan, jika kau ingin permainan ini lebih menyenangkan."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Killin Me NowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang