Esok hari aku bangun dengan mata sembab dan saat aku membuka jendela kamar, aku melihat kolam renang berisi para wisatawan. Aku menengok jam dinding, jam 8 pagi dan aku harus bekerja di kebun teh. Aku bangun dan langsung mandi, setelah mandi aku bersiap-siap memakai baju dan jangan lupa aku melihat hapeku yang terus menyala hingga pagi. Aku bingung, tumben sekali grup kelas perawat sepi dan aku juga lihat hari ini, hari Minggu.
Aku masih malu dengan kejadian malam tadi. Ini akan menjadi awkward jika aku bertemu Bimo, dan takdir terjadi aku akan bekerja di kebun teh bersamanya.
Aku membuka pintu, dan aku mendengar bunyi kamera. Aku kaget melihat Bimo yang iseng foto diriku yang sedang keluar kamar. Aku melihatnya tertawa, dan aku menendang kakinya.
Aku berjalan dan diikuti olehnya, aku pergi untuk sarapan. Mungkin aku akan mengambil roti lapis saja kemudian pergi, aku harus membereskan barang-barangku ini karena malam ini aku harus pulang.
Aku sampai di ruang makan, kemudian mengambil air minum dan roti lapis. Aku memberikan beberapa kepada Bimo, lalu dia melahapnya. Aku juga makan dengan tenang di pinggir kolam, aku melihat Zaky dan Bobby sedang membersihkan sekitar kolam. Sekali lagi Bimo mengambil gambarku yang sedang makan, aku melempar bungkusan roti lapis dan dia makin geli tertawa.
Si bodoh ini.“Jangan foto-foto!”
“Dokumentasi penting.” Kata Bimo yang masih memainkan kameranya. Dia datang hanya untuk rekreasi, bukan bekerja. Aku menghela nafas, dan meninggalkan kolam renang. Aku melihat mobil jeep yang akan membawa kami ke kebun teh, Bimo menawarkan untuk menyetir. Aku menyetujuinya dengan syarat jangan ngebut-ngebut, karena dia juga seorang pembalap.
Selama di perjalanan kami diam dan fokus dengan pemandangan, lalu aku teringat bahwa hari ulang tahunnya sudah lewat. Aku iseng bertanya mengenai kado dari Tita, lalu dia menjawab “Dia ngasih kado, tapi tidak aku pakai.” Jahat sekali dia, padahal aku yang memilih baju itu. Tita berani memberikannya setelah kami bertengkar, ternyata Tita juga sebodoh itu. Aku kira dia akan menolak barang pilihanku karena aku memang berteman dekat dengan Bimo.
“Bukannya itu baju yang kamu mau?” Bimo tersenyum licik, dan melihatku sekilas. “Jadi kamu yang pilih ya, Nad?” Aku langsung diam, dan berkata “Ya aku yang pilih.” Lalu Bimo tertawa, aku makin bingung dengan kebodohannya.
“Coba kamu yang pilih dan jadikan kado itu atas namamu, aku pasti pakai.” Aku langsung malu dan memerah. Aku tidak berniat, tunggu dulu aku berniat memberikannya kado. Aku membuka tasku, karena tasnya sama dengan tas yang dipakai saat pergi bersama Tita.
Aku mencari barang kecil itu, dan ketemu. Ah ini memalukan, aku malu sekali memberikannya kepada dia.
Aku menyodorkannya di depan wajahnya, lalu dia kaget kemudian tersenyum. Dia mengambilnya dan menaruh di kantung celana. Aku tersenyum kecil begitu juga dengannya.Kami menikmati pemandangan kembali, lalu aku tertidur pulas. Percayalah jarak villa dengan kebun teh sangat jauh. Jaraknya seperti ke stasiun kereta. Aku merasa mobil ini berhenti dan aku membuka mata, benar-benar sudah sampai. Lalu, aku turun dari mobil jeep ini pelan-pelan.
Mang Dodi sudah menunggu kami, aku menghampirinya dan mengambil keranjang untuk mengumpulkan pucuk teh. Aku berjalan pelan, dan Bimo memegang kameranya siap-siap untuk memfoto pemandangan ini. Aku bekerja sendirian, dan dia menjadi fotografer terbaikku. Aku bekerja dan mulai lelah dengan kaki ini. Aku memegang kakiku sebentar dan menaruh keranjang ini pelan-pelan.
Bimo yang melihatku ini, langsung menghampiriku dan mengajakku ke pondok kecil. Pondok milikku, dipenuhi oleh tanaman koleksi. Aku masuk ke pondoh tersebut dan duduk dengan kaki ke atas. Bimo duduk di sampingku dan mulai memijit kakiku. “Ga usah dipijit.” Tapi dia menghiraukannya, “Diam saja.” Kakiku dipijit olehnya dengan pelan dan hati-hati. Aku masih melihat sekitar pondok ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad boy vs Ukhti (Completed)
Teen FictionKata siapa pertemanan antara bad boy dengan ukhti itu mustahil?