Aku menunggu antrian cek laboratorium. Aku mendapatkan berita bahwa salah satu anak kampusku mengidap tuberkulosis dan dia tidak sadar selama satu minggu belajar di kampus. Aku juga takut sendiri dan beberapa dari kami bersikeras meminta dekanat untuk melakukan cek laboratorium untuk seluruh mahasiswa jurusan perawat. Walaupun awalnya ditolak, akhirnya dekanat setuju dengan itu.Aku melihat jam dinding, sudah menunjukkan pukul 4 sore. Aku masih terjebak disini dan masih memainkan lengan bajuku, aku teringat ketika aku membeli baju ini. Aku beli dengan temanku di pasar dekat kampus, walaupun murah namun bahannya nyaman dipakai. Aku suka dengan motif bunga-bunga yang berada di baju ini, selain itu baju ini satu set dengan kerudungnya. Aku makin menyukai baju ini.
Ketika aku dipanggil, aku langsung diam dan mengikuti prosedurnya. Mereka mengatakan akan mengirimkan hasilnya lewat email. Setelah dari kampus, aku berniat untuk pergi ke mall karena aku butuh kaos kaki baru. Aku jalan pada hari itu juga dan malam hari. Aku menikmati jalan sendiri ini, tanpa batasan sekalipun. Aku melihat toko baju dan mulai melihat-lihat.
Kejadian apa ini, aku melihat Bimo dan Tita sedang jalan di toko baju ini.
Aku bersembunyi hingga pegawai disana menanyakanku, “Mba kenapa? Sakit perut? Kok nunduk terus?” Aku menyuruhnya untuk diam sebentar, karena aku masih menguping percakapannya. Aku mengikuti sedikit-sedikit hingga akhirnya Bimo pergi ke toilet, meninggalkan Tita.Dia tidak pergi ke toilet tetapi dia pergi ke belakangku dan berkata, “Heh tukang mengintip!”
Aku kaget dan hanya diam melihatnya yang sudah memberikan tatapan tajam. Aku berusaha kabur tapi ditarik tas selempangku ini oleh Bimo. Aku langsung berdiri kembali dan masih melihat tatapannya yang tajam. Aku tersenyum licik, aku harus iseng kepadanya.
“Apa ke gep pacaran di toko baju?” Aku masih melihatnya yang terlihat agak kesal.
“Kenapa aku tidak bisa memarahimu, Nad....” Tatapannya makin dingin.
“Aku tidak tahu, ferguso.” Aku memberikan gestur menyerah kepadanya.
“Aku tidak pernah pacaran dengan Tita.” Bimo membalasku dengan nada tinggi dan dingin.
“Aku tidak peduli.” Aku membalasnya lebih dingin, kemudian aku pergi.
Aku sungguh bingung dengan dua insan ini, bilang tidak pacaran tetapi masih jalan bareng. Aku segera pulang dari mall itu, dan masih memasang muka mematikan ini. Aku melihat supirnya pun dengan tatapan seperti ini, aku tidak bisa mengubahnya. Aku terlihat seperti seorang yang cemburu.Aku menghela nafas, lalu diajak ngobrol dengan supir.
“Neng gep pacar lagi jalan sama selingkuhan ya?”
“Bukan pacar, tapi memang ke gep.”
“Oh yang ditaksir ya neng?”
“Engga juga.”
Supir menjadi diam, dan aku melihat suasana malam.
Bimo ditambah dengan suasana malam, benar-benar keren.
“Astaghfirullah!” Aku kaget karena sudah mengatakan hal tersebut dan aku emrasakan wajahku yang memerah.
Pikir apa aku ini. Tunggu dulu, aku lupa membeli bajunya.
“Bimo bodoh!” Kesalnya.
Esok hari kembali dengan kegiatan kampus super padat. Aku hampir tidak bisa bersosialisasi karena sibuk dengan tugas sana sini. Aku menolak serangkaian acara yang dibuat oleh teman-temanku, bahkan aku tidak bisa dihubungi terlebih dahulu. Selain tugas, aku juga sibuk dengan pekerjaanku sebagai perawat. Aku sendiri tidak bisa menikmati kenyamanan sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad boy vs Ukhti (Completed)
Fiksi RemajaKata siapa pertemanan antara bad boy dengan ukhti itu mustahil?