14. Berhenti

1K 212 13
                                    

🍁🍂🍂🍂🍁

“Apa Aa tidak punya kerjaan?” tanya So Hyeon?

Arnand melirik gadis yang bertanya dengan senyum lebar. “Kamu tidak lihat aku sedang apa? Menyetir. Menyetir itu kata kerja, ‘kan?”

“Aku serius.” So Hyeon menatap Arnand dengan tatapan menuntut jawaban.

“Aku juga serius. Aku sedang melakukan sesuatu, ‘kan? Berarti aku tidak diam. Aku sedang kerja.”

So Hyeon menghela napas. “Kita tidak bisa memungkiri kalau hidup  ini perlu biaya. Kalau Aa terus seperti ini, apa tidak menyusahkan Hera Ahjumma?”

“Aku punya tabungan,” jawab Arnand singkat.

“Ya, walaupun punya tabungan, tetap perlu ada pemasukan, ‘kan? Lama-kelaman tabungan Aa pasti habis kalau seperti ini.”

Arnand mengigit bibir bawahnya. Apa yang dikatakan So Hyeon benar. Ia tidak bisa terus-menerus seperti ini. Ia harus melakukan sesuatu untuk mendapatkan penghasilan. Namun, ia tiba-tiba menyadari satu hal. “Apa kamu sekarang mengkhawatirkanku?” ucapnya tersenyum penuh percaya diri.

Mata So Hyeon melebar. Ia tidak sadar kalau apa yang dikatakannya bisa membawa penilaian seperti itu.

“Oh ya, kalau Didik, dia sudah punya pekerjaan tetap. Dia bekerja di perusahaan produsen kosmetik. Jadi, nanti kamu tidak perlu beli kalau mau kosmetik. Tinggal panggil saja Didik.”

“Didik?” Kening So Hyeon mengerut. Ia tidak mengerti kenapa Arnand tiba-tiba membahas orang lain.

“Kamu kenal Didik, ‘kan?”

“Teman Aa yang ketemu di rumah sakit?”

Arnand langsung mengangguk.

Namun, So Hyeon tidak peduli pembahasan mengenai Didik. Ia mengambil ponsel dari dalam tas lalu berkata, “Aku minta bantuan Ji Sung, ya, A. Siapa tahu dia bisa bantu Aa dapat kerjaan.”

“Kenapa kamu sangat ingin melihatku bekerja? Kamu tidak suka aku antar-jemput ke toko?”

“Iya,” jawab So Hyeon tanpa ragu. “Tidak baik juga kan kalau berduaan di dalam mobil begini. Nanti kalau ada setan, bagaimana?”

“Tidak mungkin. Pasti setannya langsung kaburlah kalau lihat kamu,” kekeh Arnand. “Jangan tanya kenapa, ya?”

Tatapan So Hyeon tertuju pada Arnand. “Jangan bilang karena aku galak.”

Senyuman Arnand mengembang. Bahkan, semakin lebar ketika So Hyeon berkata, “Apa Aa beneran menganggap aku galak?”

Selanjutnya, tidak ada suara lagi yang terdengar. Arnand fokus menyetir sembari terus-menerus tersenyum, sementara So Hyeon sesekali melirik kaca spion. So Hyeon mengecek apa di wajahnya memang ada tampang galak.

“Tidak perlu lihat kaca spion terus. Kamu tidak galak, kok,” kata Arnand masih dengan senyum melekat di bibir. “Setan takut sama kamu karena melihat kamu sebagai bidadari surga Allah, bukan karena galak. Setan pasti tidak suka melihat gadis saliha, ‘kan?”

Semusim di SeoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang