Kau, Aku Dan Kenangan (Kita)

123 14 1
                                    

Kau ingat? Kala pertama kali kita bertemu, kau mendadak malu saat berada ditatapanku. Wajahmu memerah, tingkahmu semakin gelisah, saat pertama kali aku hanya focus pada bola matamu yang indah.

Kau begitu cantik, seakan siapapun yang melihatmu akan tertarik. Apalagi aku yang melihat bola matamu saja sudah terkujur kaku. Kau sungguh mempesona, seperti bunga matahari yang sedang mekar-mekarnya.

Aku seakan tak percaya, tetapi kau membuatku yakin bahwa bidadari yang sesungguhnya ada. Memiliki sifat yang ramah kepada siapapun yang berada di sekelilingnya, aku semakin yakin bahwa kau cocok untuk kujadikan sebagai ibu Negara.

Aku masih ingat ketika kita bercengkrama kala itu. Tak sengaja aku melihat mu tersenyum kepadaku. Senyum yang dapat menyejukkan suasana. Senyum yang membuatku lupa akan dunia. Dan senyum yang membuat kebahagiaanku tak terhingga.

Walaupun akhirnya harus kulupakan, setidaknya kau pernah menemaniku dalam kesunyian dan menjadi sebuah bintang yang indah dan menawan.

Kisah kita berdua, berawal dari keterkejutanku atas persetejuanmu yang telah menerimaku sebagai pasangan hidupmu. Aku tak tau apa alasanmu memilihku. Padahal aku hanya mempunyai wajah yang kusut dan dompet yang kian menyusut.

Kau membuatku yakin, bahwa bahagia bukan selamanya tentang harta dan tahta. Bahagia itu menurut definisimu adalah keadaan dimana kita bisa membuat hubungan yang humoris dan harmonis. Darimu, aku juga percaya bahwa hubungan yang humoris dan harmonis sering juga berujung tragis. Seperti kisah kita.

Kau takkan pernah tau bahwa namamu sering menjadi bahasanku dengan tuhan di sepertiga malam.

Dari sebuah kebahagiaan, kau membawaku kedalam jurang penderitaan. Sebuah kejadian yang sebelumnya tak pernah kupikirkan. Bukannya bertahan, kau malah meninggalkan.

Awalnya aku tak tau kenapa belakangan ini sifatmu selalu dingin. Kau denganku seolah sudah tak ingin. Lalu aku bertanya kepada diriku sendiri, Apa salahku? Apa kau tak mau lagi denganku? Atau kau telah menemui pujaanmu yang baru? Entahlah, aku tak tau. Aku hanya berpikir kau sedang berada di fase bosan. Tak ada satupun firasatku bahwa kau akan meninggalkan. Dan ternyata, kau sudah dilain pelukan.

Awalnya aku tak percaya, ternyata itu benar-benar nyata.

Malam hari ketika kau tidak membalas pesanku seharian, aku penasaran apa yang kau lakukan. Firasatku sudah tak aman, maka aku mencoba mendatangi rumahmu sendirian.

Setiba aku dihalaman rumahmu, terlihat seorang laki-laki dengan moge nya sedang menunggu kehadiranmu. Seketika itu, kau datang mrnghampirinya. Aku mengira dia itu saudara kandungmu, atau siapapun yang terkait dengan keluargamu.

Ternyata kau memanggilnya dengan sebutan sayang. Tepat didepan mataku kalian berpelukan sembari bercerita tentang bagaimana kejelasan kalian di masa yang akan datang.

HANCUR! HANCUR BERANTAKAN! SEMUDAH ITU KAU MENGUCAP KATA SAYANG, TANPA ADA BERBICARA DENGANKU TENTANG PERPISAHAN! DENGAN BANGGANYA KAU MEMILIH DIA SEBAGAI KESAYANGAN! TIDAKKAH KAU HARGAI APA YANG TELAH KUPERJUANGKAN? ATAU KARENA DIA MEMILIKI HARTA YANG BERLINANG, SEHINGGA KAU PUN JATUH LALU TERLINANG?

CUIH! SERENDAH ITU HARGA DIRIMU SAYANG!

Aku tersiksa, mulutmu berbisa.

Ternyata hidupmu penuh sandiwara yang tersusun rapi sebagaimana menjadi alur cerita. Yaitu kau si pembawa luka, pengirim derita dan perangkai kata sayang yang memiliki seribu dusta.

Dengan beribu kebohongan yang kau katakan, tak ada satupun kata yang dapat kau buktikan. Tapi sayangnya, aku tetap percaya.

Mau bagaimana lagi? Hatiku telah buta oleh cinta. Tertutup oleh manisnya janji yang pernah ada. Dan akhirnya tersiksa dengan perpisahan yang mengisakkan air mata.

Air mata menjadi korban dusta dari luka yang kuterima. Tetapi, aku berpikir bahwa luka bisa juga membuat kita menjadi lebih dewasa.

Indahnya kenangan kita yang lalu, tak berarti apa-apa untuk saat ini. Tak ada lagi kata bahagia diantara kita berdua. Maaf, maksudku tak ada lagi kata bahagia untukku saja.

Suatu hari nanti aku percaya, bahwa kita akan bahagia di masing-masing jalan cerita. Mungkin belum saat ini, karena aku sedang mencoba menuntaskan luka yang sudah terjadi sebagaimana mestinya..

Tenang saja, kau takkan pernah kulupa. Apalagi kenangan kita yang telah kita lalui bersama. Kenangan yang berisi suka dan duka bersama kita lalui hanya berdua. Berteduh di pinggiran jalan ketika hujan, minum es kelapa ketika terik mentari tiba, bercanda, tertawa hingga lupa akan dunia, telah kita lalui bersama.

Kau pernah menjadi bagian hidupku, namun sekarang semua kenangan itu sudah tak berlaku. Kisah ku denganmu sudah kubakar menjadi abu. Tak sedikitpun tersisa, karena luka yang kau cipta sangat membuatku menderita.

Selamat bersenang-senang, maaf kau bukan tempatku pulang.

Philopobia.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang