12

100 28 3
                                    

Kyungsoo menungguku di lobby, kami pergi bersama ke apartemennya karena dia tak tahu password pintu. Irene dan Lami membuntuti, katanya takut ada apa-apa karena aku pergi bersama dua lelaki.

Alasan. Bilang saja Kyungsoo tampan dan ingin kenalan.

Aku hanya menceritakan sekadarnya seperti pada Irene ketika Kyungsoo bertanya soal kenapa keadaan Xiumin berubah begini. Dia sempat menggodaku kalau hubungan kami membaik, tapi aku langsung menepisnya dengan alasan teman-teman Xiumin tak ada yang berhati baik.

Mana ada menyuruh perempuan mengantar lelaki, kan? Malam-malam begini pula?!

Setelah sampai di depan pintu, aku sedikit kesulitan untuk menekan beberapa nomornya. Tapi begitu nomor terakhir selesai kutekan, pintu tetap tak bisa kubuka.

“Kau yakin dengan nomornya?” tanya Kyungsoo menggendong Xiumin di sisi lain.

“Yakin, tanggal lahirnya!” sahutku kembali mencoba dengan susah payah. “Aduhhh, Lami! Tolong dong!”

“Ha?” Dia malah cengo karena obrolannya dengan Irene terhenti, sepertinya membicarakan hal yang menyenangkan sampai lupa sedang apa sebenarnya mereka di sini. Aku mendecak, kembali menekan nomor-nomornya dengan cukup keras. Takut ternyata ada yang tidak aku tekan.

Tapi hasilnya tetap sama.

“Kau mengganti password apartemenmu?” tanyaku pada Xiumin yang hanya tidur dengan pulas di posisi berdirinya ini. Astaga! Ini menjengkelkan sekaligus membuat heran. Seharusnya sekarang aku merekam Xiumin lalu mempostingnya dengan judul ada manusia yang tertidur sambil berjalan.

Siapa tahu viral.

Ck! Sadarlah! Kenapa malah memikirkan hal lain, coba?

“Mungkin tanggal lahirmu, atau tanggal jadian kalian,” kata Kyungsoo mulai tak nyaman dengan posisinya. “ayolah! Badanku sangat pegal!”

“Sabar, aku juga sama!” seruku menekan nomor yang Kyungsoo katakan. Tapi semuanya tetap salah. Rasanya sekarang aku ingin mencekik Xiumin dan meneriakinya karena membuat susah. “Xiumin! Beritahu aku nomornya berapa?!”

Xiumin bergerak tak nyaman sambil berdeham, kemudian berkata, “Satu, nol, empat, dua ribu sembilan belas.”

“Nomor apa pula ini?” gerutuku sambil menekan nomornya. Begitu pintu terbuka dan kami kesusahan menggendongnya, Xiumin tiba-tiba melepaskan tangannya dari Kyungsoo dan beralih memelukku. Berat? Jelas. Tapi yang membuatku jengkel adalah saat tiba-tiba Xiumin berbisik di telingaku.

“Kim you or Lee Minseok?” katanya membuatku mengerutkan kening.

“Bicara apa kau ini, ha? Berat ish berdiri yang benar!” rutukku sambil meminta Kyungsoo membantuku.

“Kim you or Lee Minseok,” ulangnya dengan suara yang cukup keras. Aku menatapnya heran akut, Kyungsoo menatap kami bergantian, sedangkan kedua perempuan tak jauh dari kami membulatkan mata entah kenapa. “which one do you think is better …?”

Xiumin masih terpejam. Sungguh.

Dia sudah benar-benar seperti orang mabuk. Gaya melindurnya aneh sekali.

Kau baru saja memberiku pilihan? Batinku berujar dengan bingung.


Which one do you think is better …? Jawablaa~”

Kyungsoo menatapku lama dan aku memberikan tatapan penuh pertanyaan. Dia sama sekali tak bergerak karena celetukkan Xiumin barusan, seperti ada yang mengganjal dari kalimatnya. Belum sempat aku membuka suara, Kyungsoo mendahuluiku dengan nada yang amat datar. “A proposal.


“…”








“…”










“… what?”

Saat itu juga ada sesuatu yang menggelitik perutku. Pipi memerah tanpa kuminta. Setelah sekian lama tak menerima ajuan pilihan dari Xiumin, ini adalah momen yang aku tunggu sejak kemarin-kemarin.

Tapi pilihannya sekarang …?












Hei, apa hanya aku yang tak mengerti tapi terkejut sendiri?

Hei, apa hanya aku yang tak mengerti tapi terkejut sendiri?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Which one do you think is better...?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang