8. Pesan Dalam Tas

17 4 0
                                    

Keesokan harinya, sesuai prediksi Tiara, Pak Mariono datang membawa tas kantor yang kemaren dia bawa terus-menerus. Dia turun dari mobil inova hitam, mobil dinasnya, dengan membawa tas tersebut dengan erat.

Pagi yang cerah tersebut terasa sedikit berbeda seperti biasanya. Bedanya hanya anginnya sedikit lebih kencang. Tidak buruk sih, malah enak tambah adem.

Pak Mariono melewati parkiran mobil di halaman depan sekolah dan melewati lobi sekolah yang menampilkan berbagai macam poster tentang tata tertib dan peraturan sekolah. Tentu saja Pak Mariono tidak membaca itu semua, dia hanya melewatinya saja dan langsung masuk kedalam kantornya yang letaknya tidak jauh dari lobi sekolah.

Setelah sampai di pintu masuk ruang kepala sekolah, dia memandang sebentar ke papan nama ruangannya. Masih tertulis Pak Yasir di papan nama itu. Mungkin hari ini akan diganti dengan namanya.

Dia mengeluarkan sebuah kunci di saku seragamnya dan dia menggunakan kunci itu untuk membuka pintu ruangannya. Terbukalah ruangan itu dengan suara kecil gesekan pintu dengan lantai. Ruangan kepala sekolah cukup besar untuk Pak Mariono seorang. Sofa dan meja untuk tamu sekolah berada di tengah ruangan. Didinding ruangannya terdapat etalase yang nantinya tempat piala, piagam penghargaan, dan medali yang pernah didapatkan oleh siswa berprestasi di SMA 10. Sebenarnya, hanya ada 1 piala saja yang ada disana, piala Dika kelas Diego yang menang juara 3 lomba cerdas cermat tunggal antar sekolah. Jadinya etalase itu tersisa cukup luas ruang untuk piala- piala lain.

Sementara itu meja dan tempat duduk pribadi Pak Mariono ada di ujung ruangan. Meja hitam yang lumayan besar serta kursi bersandar yang nyaman. Di tembok belakang kursinya terdapat beberapa lemari untuk menyimpan dokumen-dokumen sekolah. Diatas lemari itu tentu saja ada lambang garuda dan foto presiden dan wakilnya.

Pak Mariono berjalan melewati sofa dan duduk di kursinya yang nyaman. Dia menyalakan AC ruangannya dengan remote yang ada di atas mejanya. Dia melihat ke jam dinding yang ada diatas pintu masuk.

Jam 6.30 pagi. Dia baru menyadari betapa tinggi juga ruangannya. Pak Mariono menaruh tas kantor yang dia pegang erat itu di atas meja. Kelas belum mulai dan dia terlihat cukup gelisah. Yah, awal-awal menjadi kepala sekolah baru membuatnya disibukkan dengan banyak kegiatan, diantaranya; foto untuk dipajang di ruangannya, melihat lagi sekolah untuk beberapa renovasi, banyak berkas-berkas yang perlu ditanda-tangani, apalagi rapat yang banyak dia akan alami.

Dia menghela napas dan melihat tas kantornya. Memikirkan bagaimana dia mencari celah untuk melakukan tujuannya pindah tempat kerja, pindah menjadi kepala di sekolah lain.

Pak Mariono berdiri dari tempat duduknya. Melihat kearah jendela berjejer yang ada didalam ruangannya. Jendela itu memperlihatkan pemandangan lapangan upacara sekolah. Dia memandang di setiap sudut sekolah, mulai dari koridor, kelas, serta kantinnya.

"Mungkin awal-awal perlu ditambahkan beberapa tanaman." Katanya dalam suara pelan.

Suara ketukan di pintu ruangan mengganggu fokusnya. Dia memandang pintu tersebut dan berjalan kearahnya. Dia berpikir dalam hati siapa yang mengetuk pintu ruangannya pagi-pagi begini.

Pak Mariono membuka pintunya dan melihat ada 2 murid berdiri di depan ruangannya, yang satu perempuan berkacamata dan berambut pendek, yang satunya laki-laki berwajah setengah Arab.

"Selamat pagi, Pak Sumariono, mohon maaf mengganggu." Kata yang perempuan dengan nada sopan.

"Iya, ada apa, Nak?" Tanya Pak Mariono sambil memandang bergantian 2 murid itu. Wajahnya yang agak gemuk terlihat penasaran.

"Kami diminta guru-guru di ruang guru untuk memanggil Bapak." Kata yang laki-laki. "Katanya ada rapat mendadak disana dan Bapak-Ibu guru disana menunggu Bapak hadir."

Harta RafflesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang