9. Tersembunyi Dalam Laci

16 2 0
                                    

Pak Mariono masuk kedalam kantornya dengan sedikit kesal. Paginya yang tenang menjadi tidak menarik karena dikerjai oleh para murid.

"Sialan." Kesalnya. "Ni sekolah perlu diadakan seminar buat attitude."

Pak Mariono berjalan melewati sofa-sofa yang ada ditengah ruangannya dan duduk nyaman di kursi kantornya. Dia memandang ke jam dinding yang ada diatas pintu dan disana menunjukan kalau hari sudah menunjukan jam 6.50. Sebentar lagi bel akan berbunyi dan sekolah akan berjalan sesuai aturannya.

Kemudian pandangannya teralihkan dengan tas kantornya yang ada diatas meja. Dia mengambil tas tersebut dan terdiam. Dia merasakan ada sesuatu yang aneh dengan posisi tas tersebut. Awalnya dia menaruh di tengah meja, sekarang posisinya agak bergeser sedikit.

Yah, dia sudah mengambilnya. Masa bodohlah pikirnya.

Dia mengeluarkan catatan yang ada di tas kantornya dan surat cinta Raffles. Dibukanya lipatan pada kertas tersebut dan dia memandangnya sambil mengerutkan dahi. Kemudian dia membuka buku catatannya dan mencoba menulis sesuatu disana.

"Benda sejarah sialan," katanya dengan suara pelan. "Jangan bikin susah dan merepotkanku."

Beberapa dari catatannya ada yang dia coret. Beberapa ada yang dia tulis kembali dari surat cinta tersebut. Sebenarnya Pak Mariono tidak tahu apa yang sedang dilakukannya sekarang. Dia benar-benar hopeless dan sedikit kecewa.

Dia menghembuskan napas panjang dan berbicara pelan lagi dengan dirinya sendiri, "semoga setelah gudang tersebut dirapikan aku bisa dapat petunjuk."

Setelah berhenti menulis salinan ulang dari surat cinta tersebut di catatannya, Pak Mariono menaruh pulpennya. Kemudian dia menggeser posisi kursinya untuk membuka salah satu laci yang ada di belakangnya.

Disana terdapat sebuah brankas putar tebal yang cukup besar. Cukup besar untuk menaruh 3-4 ekor ayam disana. Yang bikin menarik dengan brankas tersebut adalah usianya. Pak Mariono dapat melihat lumut berwarna hijau di setiap pinggiran dari brankas tersebut. Sekarang dia memandang kombinasi putar dari angka 1-31 yang terdapat di tengah pintu brankas.

"Sebenarnya apa yang kamu sembunyikan disana, Raffles?" Bisik Pak Mariono kepada brankas yang bisu tersebut.

Mata Tiara terbuka lebar begitu Pak Mariono menunjukan brankas tersebut dibalik kursinya. Ya, Tiara dan Diego masih ada didalam ruangan tersebut, dan mereka melihat semua yang dilakukan Pak Mariono dari awal masuk ruangan hingga memandang brankas tersebut.

"Apa itu?" Bisik Diego.

"Terlihat seperti brankas yang sudah tua." Bisik Tiara. "Sepertinya itu milik Raffles."

Mereka berdua bersembunyi dibawah etalase piala yang juga tertutup oleh kaca berpintu. Bedanya dengan etalase diatas mereka, kaca tempat mereka bersembunyi warnanya gelap dari luar, tetapi mereka dengan jelas bisa melihat dari dalam. Mereka beruntung sekali menemukan tempat sembunyi tersebut sebelum Pak Mariono masuk ruangan. Hanya saja tempat itu sedikit kotor karena banyak debunya.

"Bagaimana kamu bisa tau?" Bisik Diego lagi.

"Lihat lumut-lumut hijau itu." Bisik Tiara, Diego menyipitkan matanya. "Itu menandakan kalau brankas itu udah berada dibawah laut lama sekali hingga berlumut."

"Dibawah laut?" Diego menunjukan ekspresi bingung.

"Ya, aku tidak penasaran hal itu sih." Bisik Tiara. "Aku justru penasaran dengan isinya."

Tiba-tiba saja, pintu ruangan kepala sekolah terbuka dan masuklah dua orang berbaju hitam seperti preman. Yang satu berbadan besar dan berkepala botak, yang satunya kurus dan berkaca-mata bulat. Dari cara mereka masuk sepertinya mereka bukan orang baik-baik. Diego dapat melihat kegarangan dari wajah pria berbadan besar.

Harta RafflesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang