Prolog
Abrisam Zaidan Faeyza adalah seorang laki-laki tampan, dan mapan yang sulit untuk jatuh cinta. Baginya kata cinta adalah hal yang paling mahal di dunia ini. Tidak pernah terbayangkan dia akan ditinggal pergi begitu saja oleh seorang wanita, bahkan satu-satunya wanita yang berhasil membuatnya mengucapkan kata, "aku cinta kamu."
Kini, sejak dua tahun belakangan fokus hidupnya hanya ada pada Valery Zaidan Faeyza. Putri kecilnya yang cantik, hadiah terindah pernikahannya bersama Marwa Hasan. Val yang selalu membuatnya repot, membuatnya kesal, bahkan membuatnya marah namun teramat sangat mencintainya.
"Val, Ayah ingin mengatakan sesuatu kepadamu. Dengarkan baik-baik sebelum kamu mengantuk dan tertidur sebelum ayah selesai bicara."
"Ayah ingin mengatakan sangat cinta dan sayang padaku walau pun setiap saat marah pada aku, kan? Aku sudah mendengar itu setiap malam, Ayah."
"No. Bukan itu." Abrisam merasa kikuk karena putrinya selalu bisa mengalahkan kata-katanya.
"Kalau begitu katakan apa yang ingin ayah ceritakan." Val memeluk boneka kesayangannya peninggalan mendiang sang ibu.
"Dahulu sebelum Ayah menikah dengan Ibumu, Ayah memiliki pacar yang sangat Ayah cintai. Tapi kemudian dia menghilang dari kehidupan Ayah. Kemudian Ibumu berhasil membuat Ayah jatuh cinta lagi. Dan saat ini, setelah Ibu kamu meninggalkan kita selamanya, Ayah hanya memikirkan dia yang dulu Ayah cintai sebelum Ibumu." Abrisam menatap lekat-lekat pada mata polos putrinya, seakan mencari sesuatu di sana. "Apa kamu mengerti maksud Ayah?" pertanyaan yang sangat lembut yang pernah ia ajukan kepada putrinya. Val hanya mengangguk perlahan, kemudian tersenyum. Ia mencium kening putrinya sebelum merebahkan kepala putrinya di atas bantal dan meninggalkannya untuk tidur.
__🌸__
Pendahuluan
Ballroom Hotel Indonesia sedang dipenuhi para tamu undangan. Tak terkecuali anak-anak kecil yang datang bersama para orang tua mereka. Sedang ada sebuah pesta pernikahan mewah di dalamnya.
Terlihat dua orang anak kecil sedang duduk satu meja tanpa orang tua mereka mendampingi. "Kev, liat deh perempuan yang memakai gaun hijau di sana. Menurut kamu sebagai laki-laki, apa dia itu cantik?" Valery yang berusia tujuh tahun bertanya kepada sepupu yang seusianya seakan mereka sudah dewasa.
"Cantik. Tapi kata mami, cantik belum tentu baik. Dan kita akan lebih menyukai orang baik," Kevin menjawab dengan sangat tenang dan dewasa, dan ingat dia hanya... seorang anak tujuh tahun.
Val menggedikkan bahu mungilnya. "Kita liat aja, apa dia hanya cantik atau cantik dan juga baik," mengetuk bibir mungilnya dengan jari. Val turun dari kursi membawa segelas minuman berwarna merah.
"Val?"
"Tetap diam di tempat dan liat aku Kev." Valery gadis berusia tujuh tahun berjalan dengan percaya diri menghampiri seorang wanita dewasa seusia ayahnya.
"Oh ya ampun, mami yang akan marah ke aku kalau dia buat masalah," gumam Kevin menutup wajah dengan sepuluh jarinya.
Val berjalan dengan santai lalu..., "maaf Tante, aku nggak liat pas aku berbalik tadi."
Wanita anggun bergaun hijau itu sempat terbelalak karena takut, tapi kali ini ia tersenyum ramah. "Em, nggak papa sayang, kita hanya perlu tisu dan...," dia mengambil beberapa lembar tisu di meja lalu mencoba mengeringkan gaun bagian bokongnya yang basah, "aku harap hasilnya nggak terlalu buruk. Oke, sudah beres." Dia membungkuk untuk menatap mata polos Val lebih dekat lagi. "Siapa nama kamu anak manis?" Zoya tetap bersikap lembut meski pun anak itu telah membuat gaun mahalnya basah di tengah pesta yang ramai.
"Valery."
"Okey... Valery, Tante nggak akan marah sama kamu asalkan..."
"Asal apa Tante cantik? Aku nggak dihukumkan, Tante?" Val menggeleng kecil.
"No, siapa yang bisa menghukum anak manis seperti kamu. Beri aku satu kecupan dan aku janji akan lupa kejadian ini."
"Aku kasih Tante cantik tiga kecupan."
"Oke," wanita itu memasang wajahnya dengan mata terpejam dan bibir tersenyum.
"Satu," mengecup di pipi kanan, "dua," di pipi kiri, "tiga," di keningnya.
"Oh..., aku merasa sangat baik sekarang. Kamu sudah boleh kembali ke meja kamu, nanti mama kamu kehilangan anak cantiknya."
"Aku yang kehilangan Ibu aku ... dua tahun lalu."
Wajah wanita itu seketika berubah menjadi sedih dan iba, "Ibu kamu--?" dia tak sanggup melanjutkan pertanyaannya. Anak itu masih terlalu kecil untuk bercerita dan mengerti tentang kepergian.
"Dia meninggal. Meninggalkan aku dan ayah. Sekarang ini aku bersama Tante Moza, tapi sekarang dia sedang sibuk bergosip dengan kaum sosialitanya. Dan ayah aku entah ada di mana sekarang. Boleh aku duduk di meja Tante sampai Ayah aku datang mencariku?"
"Oh, um..., oke. Mari kita duduk. Sini biar Tante bantu kamu duduk. Okey..., rambutmu sangat bagus," kata wanita itu ketika sudah membantu Val untuk duduk di kursi yang cukup tinggi.
"Apa Tante cantik datang ke sini sendiri?"
"Mm, tadi sih Tante datang sama teman, tapi dia akhirnya duduk bersama pacarnya."
"Jadi Tante cantik nggak punya pacar?"
"...?" eh, buset ini anak cerdas banget?
"Tante malu ya, jomblo?"
"Um..., eng...gak, kok! Mau punya pacar atau pun jomblo, Tante nggak malu, nikmatin aja. Sst..., udah kamu jangan ngomongin pacar lagi ya," bisiknya.
"Tuhkan Tante malu ya," dengan gaya polos dia menggoda Zoya.
"Bukan, Tante bukan malu sayang. Tapi kamu itu masih terlalu kecil, nggak boleh mikir pacar-pacaran." Zoya menggerakkan jari telunjuknya di depan wajah Val, kemudian memencet hidungnya yang mungil.
Val tersenyum dengan polos lalu ia menerima suapan puding dari tangan wanita itu. Val mengunyah cepat lalu menelan isi mulutnya karena sudah tidak sabar untuk bicara lagi.
"Tan..."
"Iya?"
"Ayah aku pernah bilang suatu rahasia ke aku. Katanya, dia pernah sangat mencintai seorang wanita sebelum bertemu ibu aku. Tapi lalu wanita itu menghilang. Dan saat ini dia kembali memikirkan wanita itu karena ibu aku sudah meninggalkan kami untuk selama-lamanya."
"...?" dia, wanita itu meluruskan punggung perlahan.
"Tante cantik, aku nggak tau cinta itu apa, tapi aku tau dua orang yang saling sayang itu ... cinta," gadis kecil itu berkata dengan sangat polos.
Wanita itu tampak berpikir dahulu sebelum ia salah menjawab. "Mm, iya, seperti kamu dan ayah kamu yang saling menyayangi... itu juga cinta."
"Kalau Ayah aku nanti melihat Tante cantik, pasti dia akan sayang, em...maksud aku, cinta. Ya, seperti itu."
"Ehm, iya... semua orang harus saling menyayangi ... sesama." Dia mulai merasa tak nyaman dengan bagian tubuh yang basah dan lengket, tapi ia belum bisa meninggalkan anak itu sampai ayahnya datang.
"Hai, sayang, ayo kita pulang."
...
__🌸__
02-08-19
Target selesai satu bulan📝
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Kedua
Romance"Dahulu sebelum ayah menikah dengan ibumu, ayah memiliki pacar yang sangat ayah cintai. Tapi kemudian dia menghilang dari kehidupan ayah. Kemudian ibumu berhasil membuat ayah jatuh cinta lagi. Dan saat ini, setelah ibumu meninggalkan kita selamanya...