Bab 4

13.7K 578 0
                                    

Moza berpikir semalaman ketika ia mengingat perkataan kakak iparnya.
Pagi ini setelah mengantar Kevin ke sekolah ia akan ke kantor Sam untuk bicara dan menunjukkan sesuatu yang menurutnya sangat penting kepada Sam.

Ia sudah memasuki gedung kantor PT Zaidan Faeyza Land Tbk yang sangat megah. Semua sudah mengenalnya itu sebabnya ia bisa sampai ke ruangan pemilik gedung ini dengan begitu mudah.

"Assalamu'alaikum..., pagi Kak Sam," ia menyapa ketika di ambang pintu ruangan Sam yang sepertinya sedang sangat serius di hadapan laptopnya dan setumpuk kertas di mejanya.

"Wa'alaikumussalam. Hai Za, selamat pagi. Ada apa pagi-pagi berkunjung ke kantor? Biasanya ke rumah." Sam mempersilahkan Moza untuk duduk.

"Sekalian habis antar Kevin ke sekolah, terus ke sini. Kalau aku sengaja minta waktu untuk ketemu Kak Sam, ya pasti susah. Ketemu orang sibuk."

"Nggak seperti itu kalau untuk kamu, Za. Kamu adik aku sampai kapan pun juga, kita tetap keluarga." Sam tersenyum, kemudian mengerutkan keningnya sebelum lanjut bicara. "Aku tau ini pasti ada yang sangat penting, sampai kamu tidak bisa lagi menunggu aku pulang ke rumah. Ada hal yang sangat penting yang ingin kamu sampaikan, kan."

"Tepat sekali. Tepatnya ... penting sejak sepuluh tahun lalu--"

Sam mencari sesuatu yang bisa ia mengerti dari kata-kata adik iparnya hingga senyum dibibirnya perlahan memudar, menjadi sebuah rasa penasaran yang teramat besar mendengar kata sepuluh tahun lalu.
"Moza, apa yang sedang ingin kamu sampaikan sekarang?" todongnya dengan suara pelan namun terdengar berat.

"Tepatnya setelah mendengar kata-kata penuh amarah Kakak kepada ... wanita yang mengantar Valery ke rumah aku kemarin. Um, siapa namanya, Zo...?" selidik Moza, mencoba mengingat nama wanita itu atau memancing reaksi Sam jika menyinggung nama itu.

"Zoya? Apa yang kamu tau dan tidak aku tau tentang dia?"

"Aku tau semua tentang kalian ... dari Kak Marwa. Semua." Bola mata Moza bergerak-gerak ke kanan dan kiri mencari sesuatu dari balik bola mata Sam, kakak iparnya yang ia ketahui tidak pernah mencintai kakaknya, Marwa.

Sam menengadah pasrah. "Artinya ... semua yang aku katakan kepada Marwa ... kamu tau?"

Moza menyilangkan kakinya, lebih menghadap kepada Sam. "Kak, aku tau kamu sangat menyayangi Kakak aku, Marwa. Dan sampai dia terkena penyakit... kanker payudara itu lalu meninggal, dia sangat tau bahwa dirinya hanya disayang, bukan dicintai. Tapi aku tau Kak Sam sudah berusaha membahagiakan Kak Marwa selama dia hidup. Aku nggak bisa marah ke Kak Sam. Karena perasaan itu nggak bisa dipaksakan atau pun dibohongi. Aku juga kagum pada kalian yang tetap bersama, Kak Marwa yang meminta Kak Sam jujur tentang siapa yang ada di mata dan hati Kakak. Dan Kak Marwa yang mengerti kesulitan Kak Sam untuk ... move-on."

"Tapi kamu tau kan, seandainya dia masih ada, aku tidak akan bisa menceraikannya hanya karena Zoya kembali."

"Iya Kak, aku tau itu. Meski mungkin alasan terbesar adalah... Valery. Tapi aku juga tau Kak Sam nggak akan sanggup menyakiti perasaan Kak Marwa yang sangat lembut. Aku rasa, andai dia masih ada di dunia ini, dia akan rela dimadu setelah bertemu Zoya." Moza terdiam, menahan sesuatu yang sudah hendak ia ucapkan. "Sekarang masalahnya Zoya kembali di saat Kak Marwa sudah nggak ada. Valery pun sangat membutuhkan seorang pengganti Ibu. Kak Sam juga jelas-jelas masih sangat... sangat ... cinta dengan dia." Moza bicara dengan sangat bijak dan hati-hati agar Sam dapat mengerti kondisi hatinya yang masih sangat mencintai Zoya dan putrinya membutuhkan kasih sayang seorang ibu. Moza melihat karakter seorang ibu yang baik dari sosok wanita seperti Zoya. Itu yang terpenting baginya sebagai seorang tante dari Valery.

Pernikahan KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang