Part 1

48.7K 1.4K 12
                                    

Rania terbangun ia duduk memperhatikan sang suami yang tertidur memunggunginya dibalik selimut putih ia tak menggunakan sehelai pakaian, seperti biasa baru saja Rania melakukan ibadah bersama sang suami namun disepertiga malam Rania selalu akan bangun untuk bersujud pada sang khaliq.

Rutinitas ibadah yang mau selelah apapun Rania tak akan meninggalkan, ia akan selalu menyempatkan diri untuk bersujud dan meminta kepada Allah SWT.

Tak bosannya ia mendoakan sang suami agar dibukakan pintu hati suaminya, sudah 4 bulan Rania menikah dengan Adipati Leksmana pria 31 tahun yang dipilihkan neneknya namun hingga detik ini belum ada perubahan dalam rumah tangganya, mereka menikah karena dijodohkan oleh keluarga masing-masing, alasan itulah yang membuat Adipati membenci Rania ,namun sebenci-bencinya Adipati pada dirinya, Rania masih bersyukur suaminya masih mau menyentuhnya walau sakit yang selalu ia rasakan.

********

"Selamat pagi mas, ini kopinya," sapa Rania dengan senyum manisnya sembari menyuguhkan secangkir kopi hitam

Tak ada jawaban Adipati hanya sibuk memainkan ponselnya, 1 menit kemudian senyum Rania terbit kembali dikala Adipati menyesap kopinya perlahan.

Setelah menaruh cangkir ke meja, Adipati menatap Rania
"Pergi sana! ngapain masih disini" ucapan yang selalu Rania dapatkan setiap paginya, Rania mulai melangkahkan kakinya menjauh dari meja makan, selama empat bulan ini ia tak pernah sekalipun sarapan, makan siang ataupun makan malam berdua dengan Adipati.

Adipati selalu berkata pada dirinya
"Makan, setelah saya pergi, jangan pernah makan dihadapan saya!" itulah titah yang keluar dari mulut sang suami saat pertama kali Rania menginjakan kakinya dirumah sang suami.

Rania menghela nafasnya dibalik tembok pembatas antara dapur dan meja makan
"Kapan kamu berubah mas? Semenjijikan itu kah aku?"

"Iya kamu hanya lah sampah dalam hidupku." ujar Adipati yang membuat Rania terpaku

"Mas"

"Sudah saya bilang bukan jangan pernah berharap dengan saya" ujar Adipati lalu menaruh cangkir bekas kopinya di wastafel

"Kalau mas jijik kenapa selalu tiduri saya?" ucap Rania begitu tenang, ia penasaran dengan hal itu dari awal pernikahan

Adipati menatap Rania tajam, sebenarnya Rania tak takut namun rasanya sebagai istri tak pantas ia memberikan tatapan sinis kepada suaminya jadi Rania memilih untuk menunduk

"Lalu apa kah saya membiarkan yang halal dan mencari yang haram? sudahlah kau tau agama bukan? Saya hanya membutuhkan untuk melepaskan hasrat saya, jangan berharap lebih, kamu bukan siapa-siapa saya selain teman tidur saya." ucap Adipati lalu berjalan meninggalkan Rania

Rania mengatur nafasnya,sesak rasanya saat mendengar perkataan sang suami. Ia tak lebih dari seorang teman tidur. Tidak ia bukan teman tidur ia adalah istrinya.

Rania akan lebih bersabar lagi menunggu pengharapannya, tak pernah sekalipun Rania menyesali pernikahannya. Ia yakin ia masih bisa menjaga pernikahan ini sampai ajal menjemputnya.

Ia akan berusaha menjadi istri yang sholeha, seperti pesan neneknya sebelum meninggal sebulan yang lalu, apapun yang terjadi serahkan pada Allah, karena sholat, ibadah, hidup dan matimu hanya untuk Allah.

Allah yang mengatur segalanya, dan Rania mencoba untuk tetap tegar menjalankan rumah tangganya, ia yakin lambat laun suaminya pasti bisa berubah.

Kini Rania tak punya siapa-siapa lagi, nenek yang menjodohkannya dengan Adipati adalah satu-satunya keluarga Rania, kini sang nenek tercinta telah pergi menyusul orangtuanya.

Ting nong suara bel membuat Rania tersadar akan lamunannya, ia hanya melamun namun tak pernah menangis ia adalah seorang wanita yang kuat, Rania hanya menangis dihadapan sang khaliq saat bersujud.

"Mama" ucap Rania saat membukakan pintu

"Assalamualaikum mantu mama yang cantik" ucap Hartati ibu mertua Rania

"Waalaikumsalam mah, ayo masuk," ucap Rania lalu mencium tangan Hartati lalu bercipika cipiki dengan mama mertuanya.

Inilah salah satu alasan yang membuat Rania mampu bertahan, mama mertuanya begitu baik dan sayang padanya, mama Hartati adalah sahabat mamanya mereka adalah sahabat baik, Hartati mengenal dekat keluarga Rania, bahkan nenek Rania Pun dianggap ibu sendiri oleh Hartati.

Rania duduk berdampingan dengan mamanya, Hartati adalah sosok ibu bagi Rania, ia sangat sayang pada ibu dari suaminya.

"Adipati sudah berangkat ya?" tanya Hartati memulai pembicaraan

"Iya mah belum lama berangkat," ujar Rania, Hartati hanya mengangguk paham, anaknya adalah seorang penggila kerja jadi wajar pagi-pagi sudah tak ada dirumah

"Gimana perkembangan kamu dengan Adipati, sudah ada tanda-tanda belum?" tanya Hartati dengan senyumnya, Rania tau yang dimaksud mamanya, karena tidak sekali dua kali pertanyaan itu keluar dari bibir sang mertua

"Hehe doain ya mah," hanya jawaban itu yang bisa Rania berikan, ia tak tau kapan akan ada janin yang tumbuh dirahimnya karena setau Rania suaminya selalu memakai pengaman saat berhubungan

"Itu pasti dong, kamu jangan patah semangat ya nak, maaf kalau mama selalu menanyakan itu, mama udah gak sabar soalnya hehe" ucap Hartati membuat Rania tersenyum getir, mamanya begitu menginginkan cucu, Rania hanya bisa berdoa setiap  sholatnya dan sebelum berhubungan agar ibadah yang dilakukannya dapat membuahkan hasil pada rahimnya.

"Nih mama bawa makanan khusus buat kamu, kamu makan ya," ucap Hartati sambil membuka rantangnya

"Lho mas kok pulang?" tanya Rania karena tiba-tiba Adipati muncul dari pintu utama, membuat Hartati menengok dan melihat putranya

"Eh ada mama, kapan datang mah?" tanya Adipati menghiraukan pertanyaan istrinya sambil mencium punggung tangan mamanya

"Belum lama, itu istri kamu nanya kok ga dijawab"

"Hehe iya mah, dokumen aku ketinggalan sayang makannya aku balik lagi," ujar Adipati menekankan kata sayang pada Rania

Adipati meninggalkan kedua wanita itu menuju kamarnya, Tak lama Adipati turun kembali membawa berkas dokumennya lalu pamit pada sang mama

"Cium dong istri kamu, pamitan sama istri saat kerja dijamin kerjanya berkah," ucapan Hartati membuat Adipati menghela nafasnya tanpa Hartati mengetahuinya

"Sayang aku kerja dulu ya, kamu baik-baik dirumah, doakan kerjaku lancar" ucap Adipati mencium kening istrinya, lalu berjalan keluar rumah setelah mengucap salam.

Rania sudah tak kaget lagi akan perlakuan lembut suaminya karena perlakuan lembut itu hanya berlaku didepan keluarga suaminya, semua hanyalah pencitraan yang dibuat suaminya agar keluarganya tak mengetahui hal yang sebenarnya

"Suamimu itu gila kerja Ran, kamu sering ingetin dia ya supaya tidak memforsir pekerjaan, sepertinya kalian butuh liburan juga"

"Hehe iya mah, mungkin mas Adipati sedang banyak pekerjaan dikantornya" ucap Rania seadanya

"Iya sih namanya juga wakil direktur, ngomong-ngomong kamu makan ini dulu ya, cobain masakan mama, nanti kamu antarkan juga ya ke kantor suamimu" ucapan Hartati membuat Rania tercenung mengantarkan makanan? Kantor tempat bekerja suaminya saja Rania tak tahu

"Jangan bilang kamu belum pernah kesana?" Rania hanya bisa mengangguk

"Walahh ya wes nanti mama antarkan kamu ya untuk hari ini saja, kamu harus sering-sering antarkan makanan, masakan kamu kan enak pasti Adipati senang kalau istrinya sering membawakan makan siang."

Apa iya mas Adipati akan senang jika aku setiap hari mengantarkan makan siang? Memang sih setiap aku masak mas Adipati selalu menghabiskan makanannya namun tak pernah ada komentar apapun mengenai masakanku. Pikir Rania dalam hatinya

Istri Yang DirindukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang