Jaemin menghela nafas pelan, meletakkan kacamata bulat yang sedaritadi bertengger di hidungnya begitupula dengan buku novel yang barusan ia baca. Punggung kurusnya bersandar pada sandaran ranjang dan pandangannya tertuju pada langit cerah berawan New York yang bisa ia lihat melalui pintu balkon yang sengaja dibuka lebar-lebar olehnya.
Sepi dan sunyi.
Itulah yang sudah 2 hari ini Jaemin rasakan sejak ia resmi dinikahi oleh Jeno. Pemuda berusia 18 tahun itu hanya berdiam diri di kamar, membaca novel yang ada di rak buku Jeno atau terkadang memandang langit New York. Tak ada lagi selain itu. Keluar? Jaemin tidak mengenal seluk beluk Mansion dan daerah ini. Lagipula jika dia menginginkan sesuatu, ia bisa mengatakannya pada Haechan atau Chenle yang akan bergantian masuk setiap 2 jam sekali. Lalu saat malam—dia harus 'memuaskan' hasrat bejat Jeno yang terkadang selalu pulang dalam keadaan mabuk.
Sungguh menyedihkan, tapi inilah kenyataannya.
Apa yang bisa Jaemin lakukan selain menerima?
"Jaemin-hyung?"
Jaemin menoleh sedikit dan menatap Chenle yang berdiri di ambang pintu dengan nampan berisi makan siangnya. Bau sedap menguar di seisi kamar, Jaemin akui makanan Chenle berhasil memancing nafsu makannya. Meski begitu, dia belum bisa terlalu akrab dengan Chenle maupun Haechan.
"Aku membawa pasta daging giling, sup daging ayam dan jus jeruk untukmu." ucap Chenle sembari meletakkan nampan itu. "Makan ya? Sudah waktunya makan siang."
"Terimakasih Chenle-ah." jawab Jaemin pelan.
"Kau ingin sesuatu lagi?" tanya Chenle. Jaemin menggeleng, "tidak."
"Baiklah. Ah, ngomong-ngomong, besok pagi adalah hari pertamamu bersekolah. Kau dimasukkan ke sekolah dan kelas yang sama dengan Jisung."
Jaemin terdiam. Sesuai perkataannya, Jeno memang akan melanjutkan pendidikannya di Amerika.
Tapi Jaemin tidak tahu apakah ia bisa menjalaninya atau tidak, apalagi ia berada di kelas yang sama dengan adik tiri Jeno, yaitu Jisung
"Hmm. Terimakasih untuk informasinya," sahut Jaemin. Chenle mengangguk, "baik. Kalau begitu aku permisi ya?"
"Ya."
Chenle pun berlalu dan kembali meninggalkan Jaemin dalam keheningannya. Ia menatap nampan itu, namun tak menyentuhnya. Angin siang membelai tubuh kurusnya yang terbalut sweater hijau gelap.
Dia merindukan Minhee dan seluruh keluarganya di Korea.
Bagaimana nasib mereka? Apa mereka makan dengan baik disaat dirinya selalu mendapat makanan mewah? Apa mereka hidup dengan baik disaat dirinya mendapat kehidupan yang jauh lebih layak sekarang?
Semua pertanyaan itu cukup untuk membuatnya menangis setiap harinya diantara keheningan yang melanda.
Apa yang bisa aku lakukan sekarang?
Pemuda itu membaringkan tubuhnya dengan posisi menyamping, menyembunyikan wajahnya yang dipenuhi air mata diantara kedua tangannya yang berada di hadapannya. Suara isakan pelan terdengar diantara kedua bibir tipisnya yang memenuhi seisi ruangan.
Dan akhirnya, Jaemin pun terpejam dengan rasa rindu dan sakit yang hanya dia rasakan sendirian.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
A Mafia Bride ➳ nomin ✔️
ActionNa Jaemin, murid kelas 3 SMA-sangat tidak menyangka jika kehidupannya akan berubah 180 derajat sejak ia pulang dari tugas kelompoknya. Ia melihat seseorang terbunuh di hadapannya-dan si pembunuh yang seorang mafia ingin menikahinya. Warning! 18+ Adu...
