O8. Ocho [END]

53.1K 4.8K 1.6K
                                    

"Sungguh kisah cinta yang tragis.."

Jaemin menoleh, menatap Harold yang sekarang sedang memutar-mutar ponsel miliknya di tangannya setelah ia menelfon Jeno tadi. Peluh membanjiri tubuhnya, ia tidak tahu ada dimana ia sekarang. Yang jelas, Jaemin dibawa oleh seorang lelaki yang pernah memergokinya bersama Lucas. Jaemin tahu bahwa itu adalah tanda bahaya, karena itulah dia menurut.

Dan sekarang, ia berada di sebuah ruangan gelap dengan kondisi tangan serta kaki terikat di kursi yang didudukinya.

"Apa maumu?" tanyanya dingin, Jaemin tak ingin menunjukkan rasa takutnya. Ia bersumpah ia akan melindungi dirinya serta bayinya tanpa bantuan siapapun.

"Aku? Aku ingin membalaskan dendam kematian kedua bawahan kesayanganku." jawab Harold. "Aku sengaja menculikmu dan aku sangat ingin membunuhmu agar Lee Jeno tahu bagaimana rasanya kehilangan." lanjutnya sembari mendekat. Jaemin masih menatapnya dingin, meski Harold sudah memegang sebuah pisau di tangannya.

"Ah.. ngomong-ngomong, kau sedang mengandung, huh?" Harold menjambak surai pirangnya. Seringai tercipta di ujung bibirnya, "bagus. Jadi aku bisa membunuh dua orang sekaligus. Bukankah itu impas?"

Jaemin sedikit meringis saat surainya ditarik oleh lelaki itu, peluhnya mengalir semakin banyak. Tidak, ia berjanji ia akan melindungi dirinya dan juga bayinya pada Jeno. Ia tidak akan mati begitu saja.

"Aku tidak akan mati semudah itu," ucap Jaemin. Harold terkekeh, "berani juga hm? Ah~ kau dan Lee Jeno memang cocok. Kalian sama sama sombong."

Pisau yang berada di tangannya pun bergerak, memberi sedikit goresan di pipinya. Mati-matian Jaemin menahan rintihannya, tanpa sadar air mata pun mengalir lagi dari kedua mata indahnya—dan sekarang itu bercampur dengan darahnya yang mulai mengalir.

"Kenapa? Sakit?" tanya lelaki itu. Ia terkekeh lalu mengarahkannya pisaunya pada leher Jaemin, "sudah kubilang kau itu sombong. Sekarang rasakan dampak dari kesombonganmu—"

"Tuan!"

Harold menoleh pada salah satu penjaga yang masuk ke dalam ruangan. Ia menurunkan pisaunya, sementara Jaemin terengah karena menahan sakit dari goresan di pipinya.

"Ada apa?"

"Pimpinan dari Ohio ingin bertemu denganmu. Dia ada di ruang tamu sekarang."

"Ck," Harold berdecak. Ia melepas jambakannya dan menatap Jaemin, "urusan kita belum selesai. Lebih baik nanti kau siapkan saja kata-kata terakhirmu."

Ia pun pergi, meninggalkan Jaemin sendirian diantara kegelapan dan kesunyian yang sebetulnya sangat dibencinya. Air matanya mengalir semakin deras, membuat beberapa tetesannya yang bercampur darah jatuh mengenai sweater putihnya.

"Jeno, aku takut.."

•••

Mark menutup laptop miliknya dan menjabat tangan para Mafia yang hendak pulang. Rapat baru saja selesai—rapat yang sebetulnya dinilai membosankan oleh Mark.

Namun, sejak rapat dimulai tadi, Jeno tidak kunjung kembali. Tentu Mark heran, apalagi Jeno berkata jika ia hanya akan menghubungi Jaemin.

Apakah selama itu?

Lamunan Mark pun terusik oleh getaran dari ponselnya. Ia merogoh saku coatnya, mengambil ponsel itu dan nampaklah nama Haechan di layar.

A Mafia Bride ➳ nomin ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang