KTS 5. DIA

8.3K 705 94
                                    

Dia itu seperti rembulan, yang memancarkan cahaya kenyamanan bagi diriku.


Senyum tipis terbit di bibirnya ketika mengingat perilaku baik yang Malvin tunjukan padanya. Ia ternyata salah duga. Malvin tak pantas untuk disebut sebagai pria yang nakal dan jahat. Menurutnya, Malvin memiliki kepribadian yang baik juga suka menolong sesama.

Matanya terus terarah pada pintu gerbang yang sudah di tutup rapat oleh satpam yang berjaga. Di temani oleh sang bulan yang bersinar cerah, ia merasa nyaman berdekatan dengan sosok pria seperti Malvin yang baru ia kenali sosoknya. Cahaya rembulan itu membuat ia terus tersenyum ketika melihatnya. Entah mengapa, yang jelas ia sangat suka ketika malam hari. Malam dimana ia bisa merenung dan menenangkan dirinya sejenak.

"Anak bunda kenapa? Senyum-senyum sendiri, gitu," tanya Marisa menghampiri anaknya.

Marisa dibuat aneh melihat anaknya itu senyum-senyum sendiri didepan teras rumahnya sembari terus melihat kearah gerbang. Marisa juga sempat mendengar deru motor ketika dirinya sedang memasak di dapur. Apakah itu ada kaitannya dengan anaknya yang senyum tak jelas seperti ini?

Arumni pun tersentak kaget." Astaghfirullah." Arumni pun memegang dadanya yang berdebar kencang karena merasa terkejut.

"Bunda buat kamu kaget, ya? Maaf, ya," tutur Marisa sembari tersenyum.

Arumni pun mengangguk. Ia pun tersenyum ketika Bundanya menatap ke arahnya."Enggak, papa, Bun."

"Abis, bunda ngeliat kamu aneh, gitu. Masa anak bunda senyum-senyum sendiri," balas Marisa membuat Arumni menatap bundanya tak percaya.

"Eh, beneran, Bun?" tanya Arumni tak sadar.

Arumni pun yang mendengar penuturan bundanya hanya bisa menatap tak percaya. Apa benar dirinya seperti itu? Senyum itu terbit tanpa dirinya sadari.

"Iya, sayang. Bunda juga dengar suara motor. Apa itu suara motor teman kamu?" tanya Bunda Marisa sembari menatap manik mata Lembayung.

"Iya, Bun. Dia teman Arumni. Ketemu secara gak sengaja di minimarket." Arumni pun berkata dengan sangat jujur tanpa menutupi hal apapun dari bundanya.

Dalam dirinya ia tak bisa berbohong terutama pada kedua orangtuanya. Berbohong sama saja menimbulkan masalah baru yang akan memuncak pada saatnya. Ibarat bangkai yang ditimbun beberapa hari, maka baunya akan membuat orang lain menyelidiki atau bahkan curiga pada bau tersebut.

Ungkapan tersebut sama saja dengan sikap bohong seseorang. Mau sampai kapan menyembunyikan kebohongan diri sendiri. Sampai nyawa dan nafas kita tak berhembus lagi? Sepintar-pintarnya kita menyembunyikan kebohongan, maka secepat mungkin Allah membukanya. Jujur lebih baik dari pada bohong baginya. 

"Baik sekali, nak," puji Marisa sembari tersenyum ke arah Arumni.

Arumni pun menatap bundanya dengan tatapan wajah yang cemberut." Baik, sih, tapi dia sedingin es. Arumni jadi takut," tutur Arumni membuat bundanya terkekeh.

"Emang kamu sudah pernah pegang dia?" Tanya Marisa yang mendapatkan gelengan kepala." Terus tau dari mana, kalo dia dingin?" Marisa pun mencoba menggoda anaknya.

"Bunda. Arumni gak mungkin sentuh dia. Bukan muhrim, tau. Arumni takut akan dosa," jelas Arumni membuat bundanya memegang bahu anaknya.

Kita Tak Seiman (UP VERSI LENGKAPNYA DI KUBACA) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang