"Yahhh... Jangan gitu dong Ling. Malika tetep nomor satu lah di hati Aus. Cuman, kita sebagai wanita, jangan mau jika hanya diberi harapan, digantung oleh penantian, lalu dikecewakan sama kenyataan. Perempuan harus punya pasokan untuk dijadikan pelarian. Setidaknya ada cadangan pelukan dan sandaran jika nanti dikecewakan sama pacar" ucap Austine yang sepertinya menyindir keadaanku.
" Wish... kata-kata elo Tine. Buat quotes cocok tuh!" sambung Do'i dengan bertepuk tangan.
"Mendingan aku lah yang digantung harapan, ketimbang kamu Tine yang jadi korban PHP dan tak kunjung diberi kepastian. Wkwkwk." Ucapku sambil ketawa setelahnya.
"Sama-sama digantung harapan nggak boleh bertengkar. Kayak gue dong sekarang. Pejuang tangguh perebut pacar orang" ucap Do'i sambil menepuk-nepuk dada bangga.
"Huuuu...Dasar pelakor..." ucap Austine sambil menonyor kepala Do'i
"Sakit tau" jawab Do'I sambil mengelus-elus rambutnya.
Aku dan Jihan tertawa kecil setelahnya.
"Oooya. Habis ini, kamu Tine sama Lingga ke supermarket ya. beli kebutuhan rumah yang sekiranya udah habis" pinta Jihan kepadaku dan Austine.
"Siap Bunda" jawabku dan Austine kompak.
Sifat Jihan yang lebih dewasa di antara kami bertiga memang selalu menjadikan dia sebagai panutan. Bagaikan gembala yang selalu menggiring kami ke jalan yang benar. Jihan memiliki aura keibuan di umurnya yang masih belia. Kebiasaan mandiri saat masih ada di pondok pesantren mungkin, yang menjadikannya sebagai wanita tangguh dan tanggung jawab terhadap pekerjaan rumah. Tak jarang, jika kami memanggilnya dengan sebutan "Bunda".
"Terus Do'i, gimana Bunda?" tanya Do'I menyadari jika dirinya belum dikasih tugas.
"Barang-barang kamu belum kamu rapiin kan, kamu rapiin barang-barang kamu dulu, nanti kalau udah selesai kamu bisa bantu aku masak. Oke"
"Okelah Bunda" jawab Do'I dengan mengangkat tangan dan mengacungkan jempolnya.
Kami pun bergegas terjun sesuai dengan instruksi Jihan. Do'i ke dalam kamar. Jihan ke dapur. Sedang aku dan Austine akan langsung pergi ke supermarket terdekat.
"Pakai motor siapa nih?" tanya Austine padaku.
"Biasanya juga pinjem motor Do'i kan," jawabku.
"Gimana kalau kita pinjem motor Mas Galih aja, kebetulan Mas Galih baru pulang"
"Yang bener aja kamu Tine, motor Mas Galih itu motor cowok!, udah pinjem motor Do'i aja" tawarku.
"Kamu tau Ling-Ling. Motor Do'i remnya nggak masah. Nanti kalau jiwa Valentino aku muncul terus ada ayam di depan dan aku nggak bisa ngerem, gimana?, kan bahaya. Bisa-bisa aku dipenjara atas tuduhan menghilangkan nyawa makhluk hidup. Ada pasalnya kan itu," crewetnya.
"Iya. Pasal 340 KUHP. Tapi pasal itu untuk pembunuhan manusia Austine, bukan hewan" jawabku geram.
"Coba aku tanya, hewan ciptaannya siapa?, Manusia ciptaannya siapa?. Jawabannya Tuhan kan, sama-sama makhluk Tuhan, ya harus kita jaga. Seharusnya ada Undang-Undang juga yang mengatur hukum manusia terhadap hewan. Biar kita sama-sama nggak egois jadi manusia. Itu tugas kamu sebagai calon pengacara dan calon wakil tangan Tuhan, membuat UU Perhewanan!"
"Sebenarnya udah ada peraturan tentang perlindungan hewan. Tapi, kalau nggak sengaja nabrak ayam di tengah jalan, ya nggak dibawa ke meja hijau juga kalekk!"
"Intinya, aku sangat mengangkat peri kehewanan. Kamu kalau mau belanja ayo, kalau nggak mau juga nggak papa. No problem " final Austine langsung melangkah ke rumah Bu Dwi.
KAMU SEDANG MEMBACA
BANTALA NUSANTARA (KISAH TNI & SINDHEN)
RandomKisah antara anggota TNI AD dengan Sinden muda. "Mengapa Bapak memilih saya, saya tidak bisa menyembuhkan Bapak jika Bapak tugas dan terluka nantinya. Mengapa tidak memilih dokter, perawat atau sejenisnya, yang bisa menjaga sekaligus merawat Bapak d...