Selain melelahkan, menunggu sebuah ketidakpastian kadang berujung juga pada patah hati yang sangat menyakitkan.
"Bantala Nusantara"
Adzan subuh pagi ini tak terdengar olehku. Seperempat jam setelah Iqamah, Jihan baru membangunkanku. Biasanya aku bangun saat Qira'ah masjid mulai dinyalakan. Namun, berbeda dengan hari ini, mataku terasa berat untuk dibuka, pun juga dengan badanku yang terasa pegal. Kalau saja tidak mengingat hari ini Pak Satria memintaku untuk menemui beliau di jam delapan pagi, aku akan melanjutkan tidurku setelah sholat subuh sampai jam sepuluh nanti, karena jam kuliah hari ini dimulai pada jam 11 siang.Dengan langkah gontai aku menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Kondisi rambut yang acak-acakan ditambah minyak di wajah yang sangat banyak, mata yang terlihat membengkak karena menangis semalaman, aku melihat ironi kondisi tubuhku saat ini di cermin kamar mandi.Sebagai penguat hidup, aku mengambil nafas dalam-dalam sambil memejamkan mata, membuangnya gusar lalu berkata pada diriku sendiri "Selamat Ling, Kamu Jomblo" aku terkekeh setelahnya. Setidaknya ada lengkungan di sudut bibirku untuk memulai hari yang begitu cerah ini.
Tokkk...tokkk...tokkk...
"Elo di dalem nggak lagi ketempelan demit kan Ling?" tanya Austine dari luar pintu kamar mandi.
"Nggak, tenang, aku udah baca doa kok sebelum masuk kamar mandi" jawabku sedikit berteriak.
"Kirain...." jawab Austine kembali, yang tidak aku balas setelahnya.
Jihan sudah memasakkan kami tumis kangkung dengan lauk ikan mujair serta sambal terasi sebagai pelengkap. Nasipun sudah ternanak dengan sempurna di magic.com. Kami pun sarapan bersama di ruang tamu. Seolah ada yang kurang, jika makan tidak dengan berbincang, Austine memulai membuka dialog sarapannya.
"Emang ya, kalau jodoh nggak akan kemana. Buktinya ini nih, kangkung dari pegunungan, ikan dari laut, ehhh ketemunya di piring gue. Punya anak sambel lagi. Lezatnya nggak ketulungan. Tapi sayang, kisah cinta mereka berhenti di mulut gue" ucapnya lalu memuluk makanannya itu yang langsung masuk dengan sempurna di bibir ranum Austine.
"Ikan mujaer itu hidupnya di Depok, bukan di laut Tine" sahut Do'I mencoba membenarkan kalimat Austine sambil mengambil sambel di depannya.
"Yang di Depok itu Geboy Mujairnya Ayu Ting-Ting Dodol..." sahut Austine dengan nada sarkasme.
Aku yang tak dapat menahan tawa seketika langsung tertawa terbahak-bahak dengan ucapan mereka. Sedang di sampingku, Jihan ikut tersenyum juga.
"Kalian memang bakat jadi comedian..." ucapku.
"Ehhh gue perhatiin, mata elo bengkak banget Ling, kayaknya elo nanti harus pakek kacamata deh ke kampus. Pasti temen-temen lo tanya terus. Kemarin malam nggak sampek nangis darah kan elo?" tanya Austine menunjuk ke arah mataku.
"Nggak lah Tine. Aku kan anaknya strong....Sampek segitunya ya kondisi mataku, padahal tadi udah aku kompres pakek es batu. Masak separah itu sih?" jawabku yang malah kembali bertanya kepada mereka.
"Nggak juga Ling. Tapi ada benarnya juga kamu pakai kacamata hari ini" saran Jihan kepadaku.
"Iya, biar samaan kayak gue Ling..." sahut Do'I mengedipkan matanya.
Seusai sarapan, aku bergegas mempersiapkan buku, laptop dan peralatan tulis untuk ku bawa ke kampus. Seperti apa yang telah disarankan oleh ketiga sahabatku tadi, hari ini dan untuk pertama kalinya aku ke kampus dengan menggunakan kacamata. Rasanya cukup risih ada benda asing yang menempel dan menghalangi pandanganku, tapi mau bagaimana lagi, luka seharusnya untuk disembunyikan kan?, bukan dibagikan kepada khalayak ramai. Selain kacamata, aku juga sudah mempersiapkan jawaban, jika nanti ditanya oleh manusia-manusia kepo di kampus.
KAMU SEDANG MEMBACA
BANTALA NUSANTARA (KISAH TNI & SINDHEN)
RandomKisah antara anggota TNI AD dengan Sinden muda. "Mengapa Bapak memilih saya, saya tidak bisa menyembuhkan Bapak jika Bapak tugas dan terluka nantinya. Mengapa tidak memilih dokter, perawat atau sejenisnya, yang bisa menjaga sekaligus merawat Bapak d...