26

88K 5.9K 100
                                    

"Tapi aku sampai sekarang, belum bisa lupain dia 100%." Sherly, perempuan itu tak mengindahkan perkataan Ary.

"Bisa. Kamu bisa lupain dia. Kamu harus liat Raka, dia tulus sama kamu." Ary menggengam tangan mungil Sherly.

"Jangan sia sia in cowok seperti Raka, Sher.  Dia cowok baik baik. Abang tau itu. Kamu gak merasa dari perlakuan Raka sama kamu selama ini?"

Sedikit terbuka pikiran Sherly saat ini. Ia bimbang. Kedua cowok itu sangat baik kepadanya. Sampai sampai ia tak bisa memilih.

"Abang tau kamu udah dewasa. Udah bisa milih mana yang harus dipertahankan, mana yang harus ditinggalkan."

Perkataan terakhir Ary membuat Sherly terdiam seribu bahasa. Ary meninggalkan sang adik dan melenggang pergi menuju kamarnya. Membiarkan gadis itu untuk berpikir sendiri dan merenungkan keputusan yang akan ia buat.

***

+628112233xxxx

Bocil, save ya nomor aku. Nanti ketemuan. Aku sharelock.

Iya.

Sherly menutup handphone-nya lalu melangkahkan kaki menuruni satu persatu anak tangga.

Setelah pertemuan dirinya dengan Ardhan, ia lebih banyak termenung. Membuat Ary bingung bagaimana menghadapi Sherly.

Suasana meja makan tampak sepi karena kedua orang tua mereka sedang diluar kota. Seperti biasa, ada kunjungan yang harus Friyadi dan Ayu datangi.

Ary sudah duduk manis dengan kaus hitam dan celana pendek. Ia mengalihkan pandangannya ketika melihat Sherly yang baru turun.

"Ayo makan."

Sherly dan Ary pun makan dalam diam. Hanya dentingan sendok dan garpu yang terdengar dari meja makan tersebut.

Keduanya tak ada yang membuka pembicaraan. Hingga setelah selesai makan, Ary memutuskan untuk berbicara sebelum adiknya masuk kembali ke dalam kamar.

"Raka besok pulang. Kamu ingat kan?"

Sherly mengangguk dan ia sudah ingin mengangkat bokongnya dari tempat itu. Namun Ary kembali berujar membuat Sherly mengurungkan lagi niat untuk pergi ke atas.

"Duduk." perintah Ary dengan nada nya yang mulai dingin dan tegas.

Atmosfir dingin menyelimuti kedua insan itu.

"Mana hp kamu?"

Sherly memberi hp nya takut-takut. Ary kalau sudah berbicara dingin seperti itu, sangatlah menyeramkan.

Dengan cepat, Ary mengetik nama Ardhan di hp adiknya itu. Dan sesuai dengan prediksinya, mereka bertukar kontak.

Ary membaca pesan terakhir dari roomchat itu. Jari jari Ary mengetik sesuatu disana.

"Abang gak mau adik abang jadi cewek gak tau diri." Ary menyodorkan handphone milik Sherly.

Perkataan itu sungguh menyakitkan. Layaknya ada sebuah silet yang menancap pas di dada gadis itu.

"Kamu sudah pernah tau rasanya di khianati, jadi pikirkan lagi perbuatan yang kamu lakukan sekarang dibelakang Raka!"

Deg!

Notre Destin ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang