Pagi hari sekali Raka terbangun ketika meraba tempat tidur disebelahnya kosong. Ia melihat pintu kamar mandi yang terbuka dan suara muntahan seseorang.
Raka segera bangkit dari tempat tidur dan berlari ke kamar mandi. Dari pantulan kaca ia melihat istrinya yang tampak pucat dan lemas.
Perempuan itu berusaha memuntahkan isi perutnya. Raka mendekat dan memijat tengkuk sang istri lembut.
"Mu--al," lirih Sherly yang masih bisa didengar Raka. Raka tak tega melihat Sherly yang seperti ini. Apalagi melihat wajah pucat orang yang dicintainya.
"Aku disini. Jangan dipaksa okey?"
Pria itu terus menemani Sherly sampai Sherly berhenti memuntahkan isi perutnya.
Raka membawa Sherly untuk duduk di tepi kasur. Pria itu keluar kamar dan mengambil air putih hangat.
"Ini minum dulu," ujarnya sambil menyodorkan segelas air putih.
Sherly pun meneguk air yang diberi Raka.
"Maaf," ucap Raka tiba tiba.
"Kenapa?" Sherly menatap wajah Raka yang tertunduk. Perasaan Raka tak punya salah apa apa padanya.
"Gara gara aku kamu jadi gini."
Sherly pun tertawa mendengarnya, ekspresi Raka seperti anak kecil yang merasa bersalah karena menghilangkan tupperware ibunya. Polos sekali hahahha.
"Kenapa ketawa?" Raka mendongkak kembali dan menatap Sherly yang sedang menertawakannya.
"Dengerin aku deh. Aku gak merasa keberatan buat ngandung anak mas, malah aku nikmatin masa masa kayak gini. Gak semua perempuan bisa merasakan seperti ini. Justru aku senang bisa dikasih cepat. Jadi jangan minta maaf."
"Jadi makin sayang." Raka memeluk Sherly dari samping. Hanya lima detik, dan ketika Raka melepas melupakannya, ia menghujani wajah Sherly dengan kecupan kecupan disana.
Raka mengecup seluruh wajah Sherly, mulai dari mata, hidung, pipi, kening hingga yang terakhir bibirnya.
"Ada yang belum," ujar Sherly memberi kode. Raka pun mensejajarkan tingginya dengan perut Sherly dan membisikan sesuatu disana.
"Baik baik disana ya nak, jangan buat mama kesakitan, okey?" ucap Raka diakhiri dengan mengecup singkat perut Sherly yang masih rata.
Entah kenapa setiap Raka berinteraksi dengan calon anaknya, mual yang Sherly rasakan mereda seketika.
"Kok gak ada gerakan?" Sherly kembali tertawa dengan pertanyaan polos Raka. Apakah pria itu benar benar polos atau sedang bercanda?
"Ya belum dong, orang masih jadi gumpalan darah kali."
"Yahh.. Berapa lama lagi kalau bisa gerak?"
"Hmm.. Kira kira 19 minggu lagi."
"Masih lama dong.." ucap Raka dengan nada lesunya. Membuat Sherly gemas melihat raut wajah Raka saat itu.
***
Sherly menunggu Nadine yang akan menjemputnya. Nadine barusan mengajak Sherly untuk jalan jalan. Sherly pun tak menolaknya, lagi pula ia bosan di rumah terus.
Tin tin
Sherly segera keluar dan mengunci pintu rumahnya. Ia masuk ke dalam mobil dan duduk disebelah kemudi.
"Halooo bumilku..." sapa Nadine ketika Sherly baru saja menutup pintu mobil.
"Halooo sobatku yang masih jomblo.." sapa balik Sherly dengan kekehannya. Dasar mentang mentang sudah menikah, bisa mengejek jomblo sembarangan. Kalo kata ijomat mah tidak berperikejombloan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Notre Destin ✔️
Художественная проза"Rasa ini tetap sama seperti saat dahulu, tak ada yang berubah. Layaknya bintang yang tak pernah jauh dari bulan " -Kapten Raka Rafardhan Bratadikara . . . Sherly Auristela Adhitama, gadis berparas cantik dan cerdas. Ia dijodohkan oleh kedua orang t...