Ketakutan terbesar Raka adalah kehilangan orang yang ia cintai. Berpisah dengan mereka tanpa sempat mengucapkan kata perpisahan. Tanpa sempat berterimakasih. Tanpa sempat menggenggam jemari yang sangat berarti.
Dahulu Raka fikir dengan menjadi seperti sekarang, Raka dapat menyelamatkan orang yang ia cintai. Raka dapat mencegah takdir buruk yang menimpa orang tersayangnya.
Namun seiring berjalannya waktu ia tahu pikiran itu salah. Salah besar. Ada banyak faktor yang tidak bisa Raka kontrol.
Garis takdir yang sudah tercatat di atas buku. Buku yang tak akan bisa diubah. Buku yang memang sudah menjadi ketetapan akan kehidupan.
Apa saja yang terjadi di dunia ini pasti ada maksud yang terselip. Layaknya koin yang memiliki dua sisi.
Ada atas ada bawah. Ada bahagia ada sedih.
Ada hitam ada putih. Ada suka ada duka.
Tidak semuanya bisa berjalan mulus sesuai dengan keinginan kita. Tidak ada yang terus diatas, dan juga tidak ada yang terus dibawah.
Tapi satu hal yang harus kita percaya. Sebaik baiknya rencana, rencana Tuhan lah yang terbaik.
***
Kevin terjatuh dan darah mengalir dari tangan dan kakinya. Namun Kevin tak tinggal diam, ia meraih pistol yang sempat terjatuh di tangannya.
"Dor!"
Salah satu pria dibalik seragam hitamnya meluncurkan anak peluru pada tangan Kevin sebelum Kevin menembak Raka.
"Arggh."
Raka melirik ke belakang dan mendapati Kevin yang sudah diamankan petugas. Mereka memborgol Kevin dan mengarahkan senjata nya masing-masing ke arah Kevin.
Mereka juga menyita pistol yang dimiliki Kevin.
"Pelaku sudah kami amankan. Tolong paramedis datang kemari!" perintah salah satu pria berseragam hitam melalui earpiece.
"Sherly? Sherly?! SHERLY!!" Raka menepuk pelan pipi Sherly namun mata sang istri tak kunjung membuka.
"Korban pingsan. Tolong paramedis cepat kemari!" ucap Raka panik melalui earpiece.
Raka menaruh tangannya dibawah lutut dan lekuk leher Sherly. Ia menggendong tubuh Sherly dan lari keluar gedung.
"Sherly bertahanlah! Aku mohon!"
Raka menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Panik melanda dirinya. Ia takut terjadi apa-apa dengan Sherly. Begitupula dengan anaknya.
Sudah cukup Sherly membuatnya khawatir empat hari kebelakang ini. Ia tak bisa-- Tidak, Raka menjauhkan pikiran buruknya.
Sherly pasti akan baik baik saja juga dengan anaknya. Ia percaya itu.
Tanpa Raka sadari, Sherly dibawah sana membuka matanya sedikit. Raut wajah Raka dapat Sherly lihat dari posisinya.
"A-Adhan?" gumam Sherly tak bersuara. Dejavu. Sherly Dejavu. Ia ingat itu.
Delapan belas tahun yang lalu
"Sherly kamu--" Seorang gadis kecil bersembunyi dibalik pagar. Ia melambaikan tangannya dan menyuruh anak pria disebrang sana untuk menghampirinya keluar pagar.
Raka kecil menghampiri Sherly yang nekat pergi ke rumahnya. Ia melihat ke arah kanan kiri dan tidak melihat siapapun yang menemani gadis dihadapannya.
"Kamu sendiri?" Sherly kecil mengangguk dengan polosnya.
"Adhan boong ya? Katanya Adhan pelgi ke empat yang jauh." Raka menggelengkan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Notre Destin ✔️
Художественная проза"Rasa ini tetap sama seperti saat dahulu, tak ada yang berubah. Layaknya bintang yang tak pernah jauh dari bulan " -Kapten Raka Rafardhan Bratadikara . . . Sherly Auristela Adhitama, gadis berparas cantik dan cerdas. Ia dijodohkan oleh kedua orang t...