Hilang

396 71 6
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hari beranjak petang

Sihoon menghela napasnya. Hangyul belum juga menampakkan batang hidungnya. Rona ceria semakin memudar dari wajah Sihoon. Kabut kekecewaan sekali lagi mulai melingkupi.

"Apa kau pikir dia akan datang hari ini?"

"Positif thinking saja, dia akan tiba nanti malam."

Hanya itu yang bisa dilakukan Sihoon sekarang. Berpikiran positif dan bersabar.

Sampai Byungchan dan Seungwoo bertanya tanya, apa Sihoon punya batas kesabaran? Apa dia tidak jenuh menuggu? Apa tidak merasa benci atau marah pada Hangyul karna sudah membuatnya menunggu?

Jawabannya, "Tentu saja aku pernah merasakan itu semua."

Seungwoo terperangah, Byungchan tersedak soda.

"Kau membencinya? Lalu kenapa masih menunggu?"

Sihoon menggelengkan kepala, sekilas tatap lembut ke arah polaroid photo yang tersimpan di case handphone nya.

"Dulu, awalnya aku merasa sedih. Lalu rasa sedih itu berubah menjadi amarah. Banyak pertanyaan dalam otakku saat itu. Kenapa dia tidak pulang? Kenapa tidak memberi kabar? Kenapa tidak repot repot membeli ponsel baru untuk mempermudah komunikasi? Kenapa membuatku menunggu begitu lama?"

Senyum kecil terulas di bibir Sihoon

"Tapi aku tidak pernah bisa menyerah untuk menunggunya. Lalu rasa marah itu berubah menjadi benci. Kenapa dia membuatku menuggu hal yang tidak pasti? Kenapa dia tidak pernah menghubungiku atau bahkan ibunya? Kenapa dia bahkan tidak menghadiri pemakaman ibunya sendiri?"

"Tapi aku tau, ini berat juga untuknya. Berjuang untuk sembuh itu tidaklah mudah, memakan waktu bertahun tahun. Dia mengingat namaku saja sudah membuatku bersujud syukur. Aku mulai belajar, mengubah kebencianku menjadi keikhlasan. And, here i am. Aku ikhlas, rela menunggu sedikit lagi untuk bahagia di akhir."

"Itupun jika masih ada kebahagiaan untukku."

Diam sesaat. Sihoon memainkan ponselnya sementara Byungchan dan Sengwoo terdiam mencerna. Mulai saat ini pasangan itu menyimpulkan, seorang Kim Sihoon memiliki mental yang terbuat dari baja dan hati dari permata.

"Apa dia masih dalam masa penyembuhan?"

"Sepertinya." Jawab Sihoon pelan

"Kau yakin? Jangan marah padaku, tapi ada kemungkinan dia... sudah menyusul ibunya."

Sihoon menggeleng tegas. "Tidak. Aku yakin dia masih bertahan di dunia ini. Aku bisa merasakan dia masih hidup, aku tau itu."

"Tapi hoon—'

"Kalaupun dia sudah wafat, aku akan tetap menunggu." Sihoon tersenyum. "Aku berjanji akan menunggunya disini, dan aku tidak akan mengingkari janjiku. Kalau dia sudah tidak ada di dunia ini lagi, aku tidak akan lelah menunggunya sampai tuhan sendiri muak dan memutuskan mencabut nyawaku agar aku bisa bertemu dengan Hangyul."

Our Page ; gyulhoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang