9 - Jadi aku setan atau anjing?

38 9 2
                                    

Carissa terbangun dari tidurnya. Ia kaget bukan main ketika sebuah benda bersuara keras mengajaknya untuk bangun. Tubuhnya kini berlumuran cairan berwarna merah kental yang melumuri tiap tiap sudut tubuhnya.

Ia mulai menetralkan detak jantungnya. Perlahan ia duduk walau tenaganya melemah. Ia menatap heran pada perawat didepannya tersebut. Perlahan namun pasti ia membersihkan tubuhnya dari krim merah kental yang keluar dari benda yang ia pegang.

"Eh lo nggak pecus banget sih jadi perawat! Kuker iya? Dasar lo nggak bisa banget apa liat gue tidur hah?!" omelnya pada perawat tersebut.

Perawat tersebut nampak gugup, keringat mulai membasahi badannya. Ia mencoba tersenyum pada Carissa.

"Maaf nona, tapi saya membangunkan anda karena ada hal yang harus saya sampaikan." ujarnya sopan.

"Ah elah, demi neptunus wik wik sama bumi! Lo nggak perlu segala gala pake beginian dodol!" semprotnya lagi.

Suster tersebut menggaruk kepalanya kikuk.

"Tapi, saya diperintahkan memberitahukan bahwa pasien Haidar sudah akan dipindahkan." jelasnya.

Carissa menegang, bak terserang stroke. Pandangannya lurus kedepan. Ia baru ingat jika pacar palsunya itu sudah kembali ke sisi tuhan.

"Mari saya antar." ramah perawat tersebut.

Carissa terbangun dari lamunannya. Ia menoleh keasal suara tersebut. Melihat sang perawat tersenyum kearahnya. Ia berjalan mendahului perawat tersebut.

Awan mendung terus mengitari perasaannya. Ia tak tau, bagaimanakah ia dapat mengembalikan ini semua? Sepertinya mustahil. Tuhan lebih menyayangi Dika.

"Silahkan masuk nona." ujar suster tersebut sambil membukakan pintu.

Gelap. Tak ada siapapun disana. Kalian bisa bayangkan betapa mengerikan tempat itu. Saat ramaipun bahkan sangat mencekam, bagaimana jika sepi?

Bulu kuduk Carissa meremang. Ia tidak tau sejak kapan ia menjadi penakut. Hari hari lalu bila hal hal seperti ini terjadi pun ia tak pernah takut.

"Sus," bisiknya.

Ia menoleh tidak mendapati siapapun disana. Kembali ia berbisik tegas.

"Suster,"

Ia ketakutan sekarang. Sekelebat bayangan menarik perhatiannya. Tubuhnya gemetar, kakinya kaku.

"Siapa disana?" tanyanya gugup.

Nampaknya makhluk tersebut menampakkan diri. Remang remang cahaya menyinari wujudnya. Tunggu! Carissa tidak buta! Ia benar benar mengenali wajah tampan tersebut! Dika! Tentu ia tidak salah lihat sekarang.

"HUA SETAN ANJING, SETAN ANJING HUA! DIKA! GUE TAU LO BENCI SAMA GUE TAPI JANGAN GENTAYANGAN GINI DONG! HUA SETAN ANJING!" teriaknya ketakutan.

"Hush, jadi aku itu setan atau anjing atau setan anjing sih?"

Semakin ia berteriak wujud didepannya itu semakin dekat. Hingga ia merasakan tubuhnya bertubrukan dengan perut petak sawah dengan wujud Dika tersebut.

"HUA SETAN PERGI LO! HUA MAMAH! PAPAH! KAKEK! NENEK! ADEK! KAKAK! OM! TANTE! PAMAN! BIBI! BAPAK! IBUK! ANAK! CUCU! CICIT! COC-"

"Stt, berisik deh kamu." potong makhluk tersebut lembut.

"HUA PERGI LO! HUA TOLONGIN IC-"

Lantangan Carissa terhenti ketika lampu di Kamar Jenazah tersebut menyala. Bersamaan dengan terompet dan nyanyian.

Mengumpulkan nyali, ia mendongak dan menjauh dari tubuh yang memeluknya. Ia menangis haru, Anin membawakan cake dengan ukuran besar.

"HAPPY SWEET SEVENTEEN BIDADARI KAMI." ujar mereka serentak.

EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang