Titik Terang

3.1K 262 31
                                    

Dika kira persahabatannya dengan Anggi benar-benar berakhir. Sahabat dekatnya itu tak menanyakan apapun perihal kehamilannya. Dika bahkan tak memiliki kesempatan untuk menceritakan pernikahan dirinya dengan Hendra dan meluruskan kesalahpahaman.

Meski tak merundung seperti yang lain, Anggi diam seribu bahasa. Sampai hari ini ia mengira Dika hamil di luar pernikahan.

Anggi pasti kecewa. Seperti Dika pun sama kecewa pada Anggi, yang tak bertanya lebih dulu tentang kebenaran berita yang terlanjur beredar.

Andai Dika bisa sedikit terbuka sejak awal....

Pagi yang cerah saat Dika baru saja mandi dan berganti pakaian,  tiba-tiba Anggi muncul di depan pintu.

Dika tercengang. Nyaris baginya waktu seakan terhenti. Tak ada suara yang bisa keluar melewati tenggorokan. Hanya desir angin pagi terdengar halus membelai helai rambutnya yang tak terjangkau penjepit di puncak kepala.

"Ang-Anggi?"

Suara gadis itu terdengar serak, nampak berusaha keras menguasai situasi.

Dua sahabat itu tertegun beberapa lama sebelum akhirnya berpelukan saling melepas rindu, menuntaskan habis semua prasangka.

Cukup lama mereka tenggelam dalam euforia pertemuan yang tak Dika sangka-sangka itu.

Tanpa dijelaskan lebih gamblang, kehadiran Anggi pagi ini seketika meluruhkan jurang lebar tak kasat mata yang selama ini memisahkan dua sahabat itu.

Mereka beriringan masuk ke dalam rumah dan langsung menuju ruang tengah.

Anggi menatap terkejut pada Hendra yang baru saja keluar dari kamar.

"Jadi... Pak Duren?"

Dika tersipu. Anggi mengumpat tak henti-henti menyadari 'kebutaan'-nya terhadap gelagat Dika dan Pak Duren selama ini.

"Maafin aku ya, Dik, aku nggak peka sama sekali."

"Nggak papa, gue juga salah nggak terbuka dari awal sama lo."

"Pantesan pas kapan tau tuh, Pak Duren ke kosanmu. Kok aku nggak ngeh ya?"

"Haha!" Dika tertawa. Ia ingat ketika Anggi memergoki Pak Duren keluar dari kamar kosnya seminggu setelah menikah. Saat itu Pak Duren berdalih kedatangannya hari itu untuk menyerahkan jadwal les Cinta.

Dika berniat memberitahukan pernikahannya saat itu tapi kemudian urung karena Anggi justru begitu bersemangat menceritakan gebetannya yang ganteng luar biasa dan romantis, kata Anggi.

Dika dan Anggi saling tatap, mencoba mengurai sesal di hati. Ah, ya, bukankah sahabat akan tetap ada walau tak selalu terlihat?  Kadang kesalahpahaman mewarnai, tapi rasa tulus membawa Anggi jauh-jauh datang ke Jogja pagi ini.

"Eh, gimana? Pak Duren hot nggak di ranjang?" tanya Anggi tiba-tiba membuat Dika merah padam serupa udang rebus.

Dia mencubit pinggang sahabat kentalnya itu kuat-kuat. Anggi harus berteriak kencang meminta ampun agar Dika melepas cubitannya.

Dika tak menyangka Anggi yang secerdas itu bisa konyol juga. Dua sahabat itu tertawa lepas.

*

Dika hampir terlonjak saat sebuah sentuhan mendarat di pundak.

"Kok kaget?" tanya Hendra.

"Enggak."

"Kenapa kaget?"

"Nggak kaget," jawab Dika menyembunyikan senyum.

"Keras kepala."

Hendra meraih kepala istrinya, tapi meleset. Dika yang menghindar, berlari ke arah pintu sambil terkikik. Percuma, gerakan Hendra jauh lebih cepat. Sebelum berhasil meraih pintu, Hendra sudah mendekapnya erat.

DUREN KAMPUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang