Shoot!

3K 237 29
                                    

"Rama tidak mengetahui apa-apa," kata Hendra menjawab pertanyaan pria berewok di depannya.

"Apa ada bukti yang mengarah pada terduga pelaku?"

"Ya. Ada sosok di balik layar. Dugaan kuat mengarah pada salah satu pejabat di kampus."

"Oh, begitu. Baik. Kita sebut dia sebagai Bigboss."

Pria berewok menulis sesuatu pada kertas.

"Lalu, bagaimana dengan empat orang yang mengejarmu setelah insiden pengeroyokan itu?"

"Salah satu pelakunya sedang dalam pengamatan intens. Orang ini bertindak sebagai kurir area kampus. Modusnya pemesanan kaset dari toko Rama."

"Dia mengantarkan langsung pada pembeli?"

"Tidak. Sistemnya estafet. Pembeli tidak pernah bertemu langsung dengan kurir. Bahkan siapa yang membeli saja tak cukup jelas. Satu kaset bisa berpindah tangan hingga belasan kali sebelum sampai ke pembeli. Bisa dipinjam, disewa, dititipkan, dan lain-lain."

Pria berewok itu mengangguk-angguk.

"Licik. Bahkan orang-orang yang memberikan benda itu dari satu tangan ke tangan berikutnya tidak sadar sedang terlibat dalam praktik kejahatan," gumamnya.

"Tepat sekali, Pak."

"Oke. Bagaimana kita mengetahui pihak mana saja yang menjadi suspect kuat?"

"Ada satu jalan, ...," Hendra nampak ragu melanjutkan kalimat.

"Apa itu?"

Hendra terdiam. Tiba-tiba napasnya memberat.

Pria berewok itu menyadari perubahan raut Hendra, lalu tersenyum.

"Ya ya ya. Dia istrimu sekarang."

Pria itu bangkit mendekati Hendra. Tangan kanannya menepuk pundak agen pilihannya itu.

"Baiklah. Cukup. Saya selalu percaya kemampuanmu. Saya tunggu kabar bagus perkembangan penyelidikan kita minggu depan. Sampaikan salam pada istrimu. Dia jadi ke Jogja?"

Hendra mengangguk. Pria itu undur diri dari ruangan bernuansa kayu jati tersebut.

Hendra mengarahkan mobilnya langsung menuju rumah. Sebuah pesan singkat masuk ke tabletnya dari penyedia jasa pindahan.

Mobil Hendra sampai tepat saat dua laki-laki bertopi putih dengan logo perusahaan sedang menurunkan dus-dus besar.

"Langsung masukkan ke dalam!" seru Hendra pada laki-laki yang bertubuh lebih pendek dari rekannya.

"Baik."

Mereka menggotong dus-dus itu ke dalam rumah.

Mbak Tum tergopoh-gopoh menyambut tuannya.

"Tolong buatkan minum, Mbak," kata Hendra.

"Iya, Pak."

Perempuan setengah baya itu menghilang dari pintu dapur.

Hendra sibuk memberi arahan pada kedua pekerja jasa pindahan. Beberapa dus ia perintahkan dibawa langsung ke dalam kamar; koper dan beberapa tas. Dus-dus yang lebih besar diletakkan di ruang tengah.

Benda-benda milik Dika tak terlalu banyak. Mobil box milik jasa pindahan itu sudah kosong setengah jam kemudian dan segera pergi setelah menerima upah jasa.

"Mbak, tas ini berisi baju kotor," Hendra menunjuk sebuah tas berwarna oranye, "tolong dicuci ya," lanjutnya.

"Baik, Pak."

Mbak Tum yang sengaja dia panggil untuk membantu membereskan barang milik Dika, mengangkut tas berisi pakaian kotor menuju laundry area.

Hendra membuka sebuah koper di dalam kamar. Diciumnya kaos pertama yang berhasil diraih.  Matanya terpejam menyesap habis aroma apapun yang berhasil ditangkap indera penghidu.

DUREN KAMPUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang