You're worse

22 4 5
                                    

"Yang terlalu kau jaga akan selalu lebih mudah untuk menyakitimu."


Bel berbunyi di sebuah Sekolah Menengah Atas menandakan jam istirahat telah tiba. Jane dan Zara, sepasang sahabat itu  merapikan buku pelajaran mereka dan bersiap menuju kantin. Saat mereka berdua berdiri dari duduk tiba-tiba ada seorang  pemuda yang entah datang dari mana menghadang jalan mereka atau lebih tepatnya ia sedang menghadang Zara.

"Mau ke kantin bersama?" tawarnya pada Zara.

"Tidak Dev, aku akan pergi bersama Jane," jawab Zara datar. Ia berjalan melewati teman satu angkatannya itu yang kelihatannya  masih tak mau menyerah.

"Ayolah za~ sekali saja, aku akan sangat bahagia jika kau mau ke kantin bersana ku. Kau tahukan aku rela datang ke kelas mu yang ada di atas kelasku hanya untuk mengajakmu ke kantin, tidakkah kau kasihan padaku?" mohonnya pada Zara.

Jane menatap Dev jengah, terlalu biasa menyaksikan Dev yang rela naik ke lantai dua untuk pergi kekelas mereka hanya untuk menjemput Zara dan memelas padanya yang bahkan tak pernah tersenyum pada Dev. Menurut Jane, Dev sedikit berlebihan.

"Sayangnya aku tak peduli denganmu, aku tak pernah memintamu untuk melakukan itu," ketus Zara.

"Kapan sih kau akan menerimaku?" lagi Dev itu berucap.

"Dan kapan sih kau akan berhenti menggangguku?" balas Zara.

"Aku tak peduli, intinya aku mau makan siang hari ini bersamamu." Dev tetap dengan pendiriannya.

"Aku bilang aku tid----"

"Zara, lebih baik aku ke kantin lebih dulu,jadi cepat  selesaikan urusanmu dengan Dev, lalu susul aku ke kanti." Potong Jane dengan cepat. Ia pergi ke kantin terlebih dahulu dan meninggalkan Zara yang masih berurusan dengan Dev.

"Jane tunggu aku!" Zara akan segera berlari menyusul sahabatnya sebelum tangannya lebih dulu di cekal oleh Dev.

"Mau kemana?"

"Tentu saja ke kantin."

"Baiklah ayo!"seru Dev dan menarik tangam Zara.

"Mau kau bawa kemana aku?"

"Kau bilang akan ke kantin bukan, memangnya kemana lagi?"

"Tapi tidak perlu pengang-pengang ,lepaskan tanganku, sialan!" Zara sedikit meninggikan suaranya dan berusaha melepaskan tarikan Dev.

Dev yang mendengar itu menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Zara. Zara pikir Dev akan marah dan pergi meninggalkannya, namun apa yang Dev lakukan sangat diluar ekspetasi seorang Zara. Dev berjalan mendekat ke arah Zara membuat jarak keduannya semakin berkurang.

"Sstttt jangan gunakan mulut manismu ini untuk mengumpat, itu tak baik," ujar Dev lembut seraya menaruh jari telunjuknya di bibir Zara.

Zara membeku. Ia bahkan tak sadar saat Dev sudah menarik nya lagi untuk menuju ke kantin. Zara hanya diam dan mengikuti langkah Dev untuk menyusul Jane. Keduanya bahkan tak sadar jika apa yang mereka lakukan sedari tadi diperhatikan seseorang dari luar jendela.

.....................

Jane dan Zara tengah asik menikmati waktu instirahat mereka. Tentunya dengan Dev yang masih terus menempeli Zara. Pemuda yang duduk di tingkat akhir SHS. itu membuat Zara merasa kesal dengan tingkah-tingkah konyolnya. Dan itu tak luput dari pandangan seseorang.

Mereka bahkan tak menyadari jika ada seseorang yang berjalan mendekat ke meja mereka.

Byurr!

Tiba-tiba saja ada yang menyiram pipi kiri dan bagian leher Zara  dengan coklat panas.

"Panas!" Pekik Zara. Kulit pipinya langsung memerah dan melepuh akibat suhu panas dari cairan yang berwarma cokelat itu.

Terdengar sedikit berlebihan mungkin, tapi Zara memang memiliki kulit yang sensitif  dan masa penyembuhan lukanyapun terbilang lama sehingga sedikit saja terlukan maka akan sangat fatal baginya.

Semua yang ada di kanti memperhatikan kaejadian itu namun tak ada yang melakukan apapun.

"Hei! apa yang kau lakukan!" Bentak Dev pada orang yang menyiram Zara. Dev yang berniat menghapiri si pelaku urung karna Jane menahannya.

"Jangan urusi dia Dev! Lebih baik sekarang kau  bawa Zara ke UKS, cepat! Aku akan menghubungi aunty  Oleve."

Jane memberikan instruksi pada Dev. Dev menuntun Zara yang masih terus memegangi pipi kirinya sambil terus melirih kepanasan ke UKS. Sementara Jane menghubungi Ibu Zara dengan raut khawatir yang sangat kentara.  Jane  sangat panik sebab ia tahu betul keadaan terburuk yang mungkin dialami Zara.

Semuanya panik hingga membuat si pelaku utama yang tak lain adalah Clarisa mendengus kasar. Ia hanya tak tahu saja, jika semua perbuatannya sudah terekam rapi dalam ingatan Jane. 

Setelah menghubungi ibu Zara, Jane berniat pergi untuk menyusul Zara ke UKS, namun suara itu membuat langkahnya terhenti.

"Aku tak mengerti dengan pikiran kalian.." ujar Clarisa.

Mendengar itu Jane berbalik untuk melihat wajah orang yang mungkin mengajaknya bicara.

"Apa bagusnya si Zara itu?, apa yang kalian lihat dari dia?" Kata-kata Clarisa sedikit membuat kobaran api di mata Jane makin tersulut.

"Apa maksudmu melakukan itu pada Zara?"

Jane  kesal bukan main saat melihat Clarisa merespon pertanyaannya hanya dengan dengusan.

"Gadis penggoda dan penjilat macam dia memang pantas mendapatkannya." Santai Clarisa menjawab perkataan Jane.

Mendengar itu Jane mendengus geli dan menatap remeh pada Clarisa, raut marahnya kini berubah menjadi ekspresi menghina yang tentu ia tujukan untuk Clarisa.

"Jika kau menyebut sahabatku penggoda, Lalu kau sebut apa dirimu? Si sombong yang sendirian atau Si kejam yang tak punya teman? Hmmmm kurasa keduanya pantas kau dapatkan. Kau bahkan jauh lebih buruk dari itu." Sarkas Jane.

"Hei...apa Si sialan ini marah?" tanya Jane main - main, dan ia tersenyum menang saat melihat kobaran api di mata Clarisa.

Clarisa yang mendengar itu merasa begitu kesal. Ia berjalan cepat menuju Jane.

Plak!

"Tutup mulutmu sialan." Maki Clarisa pada Jane.

Satu tamparan mendarat mulus di pipi kiri Jane, tapi  bukanya meringis sakit, Jane malah tersenyum remeh dan menatap Clarisa dengan tatapan yang tak dapat diartikan.

Suasana kantin kini mulai memanas. Tak ada yang mau melerai, mereka cukup sadar diri untuk tak mencampuri masalah keduanya. Clarisa si anak pemilik sekolah dan Jane anak dari donatur terbesar di sekolah. Keduanya sama - sama berkuasa.

Sifat suka mem bully Clarisa dan sifat tertutup dan irit bicara dari Jane membuat keduanya seolah tak tersentuh.

"Kau akan membayar untuk ini," Jane berujar dengan nada rendahnya membuat kalimat yang terlontar dari bibirnya terdengar begitu mengancam.

Jane kemudian berlalu meninggalkan Clarisa yang kini mengepalkan tangannya dengan penuh kebencian.

The Wrong The Best(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang