3.3

47 2 0
                                    

"AKHIRNYA MALIOBORO WE COMING!!!!" teriak satu bis saat mereka bisa melihat langit malam bertabur bintang dengan cahaya lampu di jalanan Malioboro

Aku juga sama kok, senang banget akhirnya destinasi terakhir dan yang paling wah aku kunjungi juga

"Seneng banget pasti udah tau mau ngapain." kata Senja masih tepat di sebelahku, aku menoleh dan menatap Senja dengan kesal, memangnya aku mau ngapain sih di Malioboro?

"Apa sih? Gue ga tau mau ngapain. Lu tuh yang mau apa?!"

"Kok sewot."

"Abisnya lu ga kasih tau gue."

"Oh jadi sekarang sayangnya gua ini ngambek nih ceritanya?"

"Iya, bodo ah awas sana gue mau main sama yang lain."

Senja mengangkat kakinya agar aku bisa lewat, ah dia benar-benar tidak ingin memberi tau aku ada apa hari ini

Aku kan lupaa, Senja nyebelin

Bibirku aku buat cemberut sejelek mungkin lalu aku melewati Senja keluar dari bis, biarin aja terserah dia lah

Tapi kenapa aku marah ya? Emangnya aku itu punya hak sebagai apa? Teman? Huh aku dan flatshoes ku kan tidak punya hak

"Kar ikut dong!" teriakku pada Sekar yang sedang bersama Raya, Ayana sih sudah bucin sama Akram

"Kok tidak bucin?" tanya Raya

"Siapa juga yang bucin."

"Lu sama Senja lah, siapa lagi."

"Au ah bodo amat sama Senja gue lagi kesel, jangan ngomongin dia."

"Iya engga bakal, kuy beli oleh-oleh!" ajak Sekar yang langsung menarikku, aku menarik Raya dan jadilah kami tarik-menarik di jalan Malioboro yang sedang ramai

"Jam berapa sih? Kayaknya Jogja ga pernah tidur." tanya Raya saat kami sedang memilih-milih sendal joger

Ke Jogja ga pas kalo ga beli joger, katanya sih gitu tapi emang bener sih

"Baru juga jam sembilan." jawab Sekar, "Pas ya mbak, hatur nuwun."

"Jadi ga pengen balik ke Bogor." kataku sambil berjalan ke tempat oleh-oleh yang lainnya, gelang homemade

"Iya ih."

"Gelangnya bagus." gumamku saat melihat gelang berwarna merah dan hitam

"Oh itu gelangnya sepasang mbak, sama ini." kata Ibu penjualnya

"Sepasang ya Bu?" ucap suara cowo di sebelah kupingku, aku menoleh dan wajah Senja yang tersenyum di hadapanku ini entah kenapa begitu bersinar

"Iya, masnya udah punya pasangan?"

"Udah," lalu Senja menunjukku, "Dia."

"Aduh beruntung banget mbak nya bisa dapetin si mas yang ganteng."

"Eh iya hehe." jawabku, jantungku deg-degan nih, salahmu Senja

"Saya Bu yang beruntung, bisa dapetin dia, soalnya dia spesies langka, udah pinter, baik, bisa masak, cantik pula."

"Kok tau gue bisa masak?"

"Apa sih yang ga gua tau dari lo hm?" Senja mengacak-acak rambutku, "Ya udah Bu, saya beli sepasang berapa?"

"Lima ribu aja."

Senja mengeluarkan uang untuk membayar gelang itu, lalu gelang itu dipakaikan Senja pada tangan kananku sedangkan Senja di tangan kiri

"Ikut gua, gua mau kasih surprise." katanya sambil menarik tanganku, Sekar dan Raya hanya melambaikan tangan saja, dasar

"Surprise apa?"

"Ya ga surprise dong kalo gua kasih tau lo sekarang." Senja jalan di belakang ku lalu semua tiba-tiba gelap

"Eh eh Ja! Mata gue ngapain di tutup? Malu tauuu!"

"Berisik lo."

"Ih Senja nyebelin."

"Bodo. Diem udah nyampe." Senja melepaskan tangannya dari mataku

Di depanku, ada sepeda, mirip ontel, tapi kayaknya udah di modif soalnya ga ada kursi penumpangnya, yang ada cuma buat penumpang berdiri di belakang

Oh. . . Soal yang sepedaan malem-malem, yang ga jadi waktu itu

"Bilang dong Senja!! Gue kan lupa soal sepedaan!"

"Oh beneran lupa?"

"Beneran bambank."

"Dikira boongan, ayo cepet naik di belakang."

"Berdiri dong?"

"Yaiya mau nungging?"

"Ga lah." Senja pun naik lalu aku ikut naik sambil memegang bahu Senja

"Pegangan ya Jingga!"

"Hm."

Sepedapun melaju, Senja membawanya tidak terlalu kencang, tapi aku kedinginan, lagian kan ini malam

Reflek sepertinya, aku agak menunduk lalu tanganku memeluk leher Senja, hangat

"Dingin ya?"

"He'eh."

"Gua mau ngomong boleh?"

"Kan udah ngomong."

"Eh iya ya, hehe," Senja mengelus telapak tanganku, "Gua suka sama lu."

"Apa?"

"Eh engga, salah, gua benci," yah aku sudah senang padahal Senja, "Benar-benar cinta, hehe."

"A-apa sih ih."

"Gua serius bngst."

"Ga santai tll." Senja pun diam, "Seriusan?"

"Yaiya."

"Ya udah... Gue juga."

Senja memberhentikan sepedanya, lalu menoleh padaku

"Apa?"

"Apanya yang apa?"

"Lo juga apa?"

Akupun turun lalu berdiri di depan Senja dan tersenyum, "Gue juga, benci sebenci bencinya sama lu sampe gue ga tau gimana cara buat berhentiin rasa ini, paham?"

"Engga mau paham ah." canda Senja

"Ya udah pergi sana!"

"Dih ngambek."

"Serah serah, gue mau balik ke bis, udah mau jam sepuluh."

Aku berjalan menjauh, tak lama terdengar suara langkah kaki berlari lalu orang itu merangkulku dan mengacak-acak rambutku

"Jingga." kata Senja di sampingku

"Iya?"

"Kalau... Gua ga ada di samping lo lagi, tetep jaga perasaan lo buat gua ya, meski pada akhirnya lo sama orang lain, gua ikhlas deuh."

Aku menoleh pada Senja, kenapa wajahnya jadi sendu?

"Emang lu mau kemana?"

"Eh engga, kan kali aja gua ga satu kampus sama lo."

"Beneran cuma itu?"

"Iya beneran deh, ga percaya banget kamu sama aku~" kata Senja sambil mencubit hidungku, "Love you till eternity."

"Love you till Pluto." aku dan Senja pun tersenyum lalu lanjut melangkah

Senja, perasaanku tidak enak, sebenarnya kamu ingin pergi begitu saja setelah mengungkapkan rasa? Kemana?

Yogyakarta ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang