Ckiiiiiiiiiiitttttttt!! Duaakhh!
Aku menyeruduk ke depan, helmku beradu dengan helm Atik, dia ngerem mendadak."Mam, mampuslah kita! Razia Motor!Mokmen!" Atik tiba-tiba diam di tengah jalan, setelah mengerem motor yang kami tumpangi.
Tiiiiinnn! Tiiiiiinnn!
ramai suara klakson dalam hitungan detik menghujani kami. Atik jadi bodoh dan akupun jadi blo-on sangking gugup. Melihat polisi razia, otak kami langsung otomatis menghitung uang yang kami punya. Uang yang walau sudah digabung berdua, tetap tak seberapa banyaknya itu, pasti bakalan ludes, kena denda.Aku lalu turun dari boncengan karena kulihat Atik makin gugup, laju motornya pelan, oleng penuh ragu.
Kalau Atik terus maju, kena razia. Kalau mundur, repot satu arah. Di seberang, pembatas jalan terlalu tinggi tak bisa kami lompati dengan sepeda motor.
"Selamat pagi mbaak! Silahkan merapat ke pos!" seorang polisi muda ganteng tinggi, menghampiri kami yang sudah minggir. Beberapa kendaraan melewati kami, supir-supirnya mendengus dan mengumpat karena nyaris menabrak Atik yang sebelumnya berhenti mendadak di tengah jalan, bikin jantungan.
Sabtu selepas subuh itu, aku dan Atik berencana ke Magelang, ke rumah buleknya Atik, yang katanya tinggal di sana, dengan modal pinjam motor Sugeng, mahasiswa sekaligus marbot masjid kampus.
Kamipun berangkat pagi, demi menghindari razia karena motor sugeng bodong. Gak ada STNK nya, sudah hilang bersama dompetnya, ia tak tahu apakah jatuh atau dicopet, Sugeng memang kabarnya berubah jadi apatis gitu dengan hidup, setelah diputus sama Lela anak sastra jawa.
Dompet yang hilang itu, lalu malas pula diurusnya. Iapun jadi malas memakai motornya. Tidur dan menganggur saja di masjid tumpangannya, takut kena razia.
Jadilah motor Sugeng motor sejuta umat. Siapapun bebas meminjamnya, asalkan bensin kembali full tank, sudah mengkilap di doorsmeer, dan kunci dikembalikan dalam plastik oleh-oleh atau nasi bungkus. Jangan dalam nasinya nanti ditelan Sugeng, mati dia.
Kalau ada yang mau bayar pakai uang kes lebih girang lagi hati Sugeng. 15rb sewa motor sehari semalam. Saat itu tahun 1996, di Jogja nasi kucing masih 300 perak, nasi bungkus pakai sayur dan tahu seribu perak, pakai hati ayam 2ribu. 15rb uang sewa motor yang ia dapat, sudah gemah ripah loh jinawi hidup Sugeng.
Malangnya, kami yang berangkat subuhpun tak lepas dari jaring polisi razia. Simpang pertiga Jetis menuju jalan Jogja Magelang, kami kena razia. Apes sudah.
Atik diam seribu bahasa, memang dia yang mengajakku pagi itu, dia juga yang membayar uang sewa motor. Rencananya kami mau menginap di rumah buliknya, besok subuh balik lagi.
"Mana Sim dan STNK?" tanya mamas polisi.
Aku masih santai menanggapi, paling UUD, batinku. Ujung-ujungnya duit.Atik diam menunduk dalam.
"Mbak! Eeeeh ditanyai diam saja...." suara polisi rada melucu.
"Gak ada, Pak. STNK maupun SIM" jawabku santai.
"Walaah kok iso ngono?" kulihat polisi mengambil surat tilang.
"Terpaksa mbaknya saya tilang kalau gini," sahutnya.
"Jangan paak, motor teman, paakk. Kami cuma mahasiswa, uang kiriman terbatas.... " aku mulai melancarkan jurus mengemis.
Kusikut Atik, gadis berbadan lumayan tambun ini makin dalam menunduk, mukanya sudah sulit kulihat. Diam saja."Gimana, mbak?" tanya polisi itu lagi pada Atik si pembawa motor.
Kami lalu terkesima, maksudnya, aku dan pak polisi muda ganteng tinggi itu. Saat Atik mengangkat wajah chubby nya, tiga jenis air yang entah suci lagi men-sucikan atau tidak men-sucikan, sudah memenuhi wajahnya. Air mata, air hidung dan air mulut jadi satu.
![](https://img.wattpad.com/cover/179418393-288-k414749.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan CerPen Ciayo Indah
Krótkie OpowiadaniaAku mendatangi tempat, dimana semua cerita terkumpul di sana, lalu terbukalah rahasia-rahasia kelam ....