Prolog

12.2K 276 17
                                    

Suara riuh tepuk tangan masih terdengar memenuhi tempat acara Fashion Show yang di selenggarakan oleh desainer ternama Indonesia, Ivan Jutawan yang di hadiri oleh para model papan atas, salah satunya adalah Sesilia Denata. Seorang model papan atas, putri bungsu dari pasangan Satya Denata dan Sarah Denata, mewarisi darah ibunya yang dahulu juga merupakan seorang model ternama.

Namun, siapa yang menyangka, jika wanita yang baru saja turun dari panggung tersebut itu merasa sangat tertekan dengan hal ini. Dengan hal yang selama ini membesarkan namanya.

Dengan masih menggunakan gaun rancangan Ivan Jutawan, wanita itu bergegas menuju kamar mandi. Menatap wajah cantiknya yang di rias oleh perias ternama itu di sebuah cermin besar di hadapannya, dan Sesilia menangis.

Bukan ini yang ia inginkan, yang ia inginkan adalah menjadi remaja biasa yang bisa menghabiskan masa mudanya dengan normal seperti anak seusianya. Tapi, ia di tuntut harus terlihat sempurna di mata semua orang, di tuntut untuk terlihat anggun dan cantik dan menutupi sifat aslinya yang sangat tertekan selama ini. Sesilia Denata tidak pernah menginginkan atau bermimpi menjadi model seperti sekarang ini, tidak pernah menginginkan semua ini.

"Apa yang kau lakukan? Bukankah kau harus berganti pakaian lagi, dan bersiap untuk penampilanmu selanjutnya?" ujar sosok wanita anggun yang tak lain adalah ibunya, Sarah Denata. Wanita anggun itu terlihat kesal menatap Sesilia yang masih mengabaikannya, dan justru malah menghapus riasan di wajahnya dengan air.

"SESILIA! KAU DENGAR MAMA!" teriaknya, beruntung saat ini toilet itu sedang sepi, jika tidak, mungkin semua orang akan memperhatikan mereka berdua.

"Sesilia!" Sarah langsung mematikan kran air, dan memegang kedua bahu Sesilia dengan keras. "Apa yang kau lakukan hah? Kau gila?" seru Sarah dengan nada sedikit berteriak.

"Sesilia capek ma. Sesilia juga manusia normal, Sesilia ingin memiliki waktu bermain dengan teman-teman Sesil ma."

"Sesil. Tolong jangan menyulitkan mama. Tidak bisakah kau menuruti semua keinginan mama? Kau harus-"

"Harus meneruskan impian mama yang sempat terhenti, karena kecelakaan itu? Ma! Sesil ingin bebas seperti remaja normal ma."

"Cukup Sesil. Cukup! Sekarang kembali ke ruang riasmu, sebentar lagi kau harus tampil, dan ingat-mama selalu mengawasi mu!" ujarnya, sebelum akhirnya Sarah berjalan meninggalkan Sesilia di sana sendirian.

Sesilia mencengkeram pinggiran wastafel, kembali menatap dirinya di cermin itu. Lagi-lagi Ibunya kembali menekannya, menuntutnya menjadi apa yang ibunya inginkan.

❤❤❤

"Sesil ingin berhenti menjadi model Ma!"
Suasana di ruang makan keluarga Denata mendadak hening, seolah ucapan si bungsu itu adalah sebuah ledakan bom yang akan menghancurkan mereka kapan saja. Si bungsu Sesilia Denata menatap seluruh anggota keluarganya dengan cemas. Ia sudah menduga hal ini, terlebih ekspresi sang ibu yang tampak paling murka di antara ayah dan kakaknya. Sarah jelas tidak suka dengan pembicaraan ini, pembicaraan yang sudah puluhan kali di katakan oleh Sesilia Denata, ia tidak mengerti mengapa anak itu sangat sulit sekali di atur?

Lagi pula apa ruginya menjadi seorang model? Setidaknya, semua orang akan terus mengingatnya sepanjang sejarah.

Sarah benar-benar tidak mengerti dengan pikiran putrinya tersebut.

"Kau gila?"

Sesil menggenggam erat sendok dan garpu yang berada di genggamannya, meski sang ibu berkata dengan nada datar, Sesil tahu bahwa sebenarnya sang ibu ingin murka sekarang juga kepadanya.

"Ma..."

Ting!

Sarah, sang ibu meletakkan sendok dan garpunya di atas piring dengan keras, hingga membuat Sesil semakin mencengkeram erat pegangannya. "Selera makan mama mendadak hilang, mama duluan!" ucap Sarah sembari berniat meninggalkan ruang makan, namun suara Sesil berhasil menghentikan langkahnya.

"Ma! Sesil capek-Sesil ingin menjadi diri sendiri. Sesil ingin bisa pergi ke mall setiap weekend seperti Ana, bisa pergi ke cafe setiap jam makan siang. Sesil mohon kali ini saja, Mama dengar keinginan Sesilia!" seru gadis itu.

Suasana sarapan pagi di ruang makan masih begitu hening. Bahkan Sarah masih berada di posisinya, berdiri memunggungi putrinya. Ia diam-diam mengepalkan kedua tangannya, anak itu benar-benar sangat sulit di atur, dan Sarah benci itu.

"Ma-

"Berhenti bicara Sesil!" tekan Sarah, sang wanita berusia 45 tahun itu benar-benar sangat murka sekarang. "Dengar ini, Kau akan tetap menjadi model! Suka atau tidak, Mama tidak akan peduli!" tambahnya, sebelum akhirnya wanita yang masih terlihat cantik nan anggun itu pergi meninggalkan ruang makan.

Dan pada akhirnya, lagi dan lagi, Sesil harus menelan pahitnya penolakan dari sang ibu yang terus bersikeras untuk menjadikan Sesil sebagai model papan atas, seperti yang ibunya inginkan.

Stay Or Leave [Prayoga Series I ] [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang