BAB 12

2.6K 118 2
                                    

Ayana malu, ia sungguh malu apa yang ia alami saat ini. Ayana mengeratkan bedcovernya hingga dada, sementara tangan kokoh itu melingkar disisi pinggangnya. Ayana melirik wajah tampan Daniel yang masih terpejam. Malam itu ia berbagi cerita, ia semakin tahu kehidupan Daniel sebenarnya.

"Ceritakan tentang hidup kamu" ucap Ayana.

Daniel tersenyum, ia mengelus wajah Ayana, di belainya rambut Ayana, lalu mengecup kening itu. Daniel menarik nafas teratur, sebenarnya ia ingin memejamkan mata sejenak, setelah energinya terkuras habis apa yang dilakukannya tadi bersama Ayana. Tapi entahlah ia ingin berbagi cerita dengan Ayana.

"Saya anak pertama dari tiga bersaudara, adik kedua saya bernama Merry dan terakhir Viola. Merry sudah menikah diumurnya yang masih sangat muda. Umurnya 20 tahun pada saat itu, saya sangat menyayangkannya, karena disaat itu ia baru kuliah ditahun ke dua. Saya hampir saja ingin membunuh James sialan itu. Apa boleh buat cinta mengalahkan segalanya. Ia menikah dengan James, pria berkewarganegaraan Amerika, dan sekarang mereka tinggal di New York, saya tidak tahu hidupnya sekarang seperti apa, jika dilihat dari foto-fotonya disosial media ia terlihat bahagia dengan hidupnya. Orang tua saya yang sering berkunjung kesana, ingin mengunjungi kedua cucunya, terakhir tahun baru yang lalu saya bertemu dengan adik-adik saya, karena kami menghabiskan tahun bersama di London".

"Dan adik ketiga kamu, Viola dimana sekarang?" Tanya Ayana lagi.

"Adik saya sekarang sedang kuliah di oxford, tahun ke tiga disana".

"Wow oxford, pintar sekali adik kamu".

"Ya, ia memang pintar, di keluarga kami memang di karuniai otak-otak cerdas, seperti saya contohnya".

Ayana mendengus, "sombong sekali kamu?".

Daniel tertawa, hingga Ayana merasakan getaran dari tubuh Daniel. Di tatapnya Ayana, mengecupnya sekali lagi kening itu, "saya memang cerdas Aya, kamu tidak tahu? saya salah satu arsitek terkenal disini".

"Saya baru tahu itu" dengus Ayana, ia mencurukkan tubunya di dada bidang Daniel. Dada bidang itu begitu nyaman dan hangat.

"Terus, kedua orang tua kamu" Ayana mengelus dada Daniel dengan jemarinya.

"Orang tua saya masih stay di Jakarta, punya usaha property, hanya usaha property saja tidak lebih. Orang tua saya fokus satu usaha saja, hingga kini perkembanganya cukup setabil".

"Kenapa kamu tidak melanjutkan usaha orang tua kamu saja, tidak perlu kamu pergi sejauh ini".

Daniel mengangguk, "saya tidak mau, ini lah saya, saya lebih suka menjalani hidup yang saya sukai".

"Kenapa bisa begitu"

Daniel menatap Ayana, "mungkin saya seperti ini karena Erik. Saya tidak ingin hidup seperti Erik, hidup seperti Erik seperti di setting sedemikian rupa, walaupun saya tahu hati kecil itu menolaknya. Jadi begini lah saya, dulu orang tua saya menyuruh saya masuk dunia bisnis, tapi saya malah melenceng ke arsitektur. Tidak ada yang bisa mencegah, melarang saya termasuk orang tua saya. Orang tua saya sepertinya paham sekarang, dan membiarkan saya mencapai apa yang saya mau".

Ayana terdiam, ia menatap Daniel. Daniel membalas tatapannya. "Hemmm begitu, termasuk tidak berkeinginan menikah?".

Daniel mengecup puncak kepala Ayana, lalu mendongakkan wajah itu. "Menikah? Entahlah tidak ada dipikiran saya untuk menikah".

Ayana mengerutkan dahi, "kamu tidak ingin menikah?".

Daniel mengusap punggung Ayana, "bukan seperti itu, menikah menurut saya itu hanya dokumen yang ditanda tangani kedua belah pihak, untuk kepentingan hukum saja. Jika secara real, bukannya sama saja hidup bersama antara laki-laki dan perempuan, disini banyak sekali yang seperti itu, disini tidak masalah".

"Hemmm, begitu ya" ucap Ayana, ia tidak menanggapi lagi ia sudah mulai ngantuk.

Daniel tertawa, ia kembali menatap Ayana, ia mencium bibir tipis itu lagi. Gairahnya kembali naik, hanya memandang Ayana. Ayana seperti candu untuknya. "Saya ingin melakukannya sekali lagi" bisik Daniel. Wajah Ayana bersemu merah.

****

Daniel membuka matanya secara perlahan. Pertama kali dilihatnya, mata bening Ayana. Hatinya begitu bahagia menatap mata bening itu. Semalam ia menikmati malam yang panjang. Daniel merenggangkan pelukkanya. Ia lalu menyandarkan punggungnya. Begitu juga Ayana, ia mengeratkan bed cover didadanya.

"Saya mandi terlebih dahulu".

"Iya" Ayana mencoba tersenyum.

Daniel mengerutkan dahi, diusapnya pipi Ayana "apakah masih sakit?".

Ayana menggelengkan kepala, "tidak, hanya kaki saya sedikit kaku".

Daniel tertawa, ia mengakui itu, ia tidak pernah begitu bergairah seperti ini sebelumnya, "maaf, saya melakukannya berkali-kali. Saya akan menyiapkan air hangat untuk kamu" Daniel mengecup kening Ayana, lalu beranjak dari tempat tidur.

Ayana mengangguk, memandang punggung Daniel. Daniel melangkah meninggalkannya, masuk ke kamar mandi. Ayana terdiam, ia mulai berpikir seketika semua misinya hilang begitu saja, justru dirinyalah yang masuk ke perangkap Daniel. Ia menyerahkan semuanya kepada Daniel. Godaan Daniel begitu kuat, hingga ia rela tidur, menghabiskan malam bersama laki-laki. Pantas saja wanita wanita disana bertekuk lutut, termasuk dirinya.

Tidak berapa lama kemudian, Daniel muncul dengan rambut basah, handuk bertengger disisi pinggangnya. Daniel menatapnya, dan tersenyum.

"Saya, sudah menyiapkan air hangat".

"Iya, terima kasih" Ayana membalas senyumannya.

Ayana meneggakkan tubuhnya, kakinya terlalu lemas untuk berjalan, ada sedikit perih menghantam di intinya. Daniel dengan cepat menompangnya. Daniel malah menggendongnya begitu saja.

"Saya tahu kamu masih sakit".

Ayana hanya diam, wajahnya bersemu merah, sementara Daniel tersenyum menatapnya. "Pakaian kamu di koper, sebaiknya disimpan di lemari saya saja" Lalu di taruhnya tubuh Ayana di bathtub.

"Tidak apa-apa, di simpan disitu saja, sewaktu-waktu saya ingin pulang, saya tidak repot mengemaskanya" ucap Ayana.

Ada perasaan tidak suka ketika Ayana mengatakan seperti itu. Pulang? Baru saja ia menghabiskan malam bersama, ia mengatakan pulang. "Jangan pulang saja kalau begitu, tinggal bersama saya" Daniel ia mengambil aroma terapi di dinding, mencurahkannya di air hangat.

Ayana tidak menanggapi ucapan Daniel. Ia menikmati air hangat serta aroma mawar yang menenangkan.

*****

TERJEBAK CINTA DI MELBOURNE (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang