BAB 27

2.5K 114 1
                                    

Tidak ada yang lebih bahagia, hidup bersama orang yang kita cintai. Inilah alasan kenapa ia harus hidup lebih lama.

Daniel menghentikan langkahnya, ia melirik Ayana. Ada perasaan mengganjal dihatinya. Ada sedikit bertentangan antara hati dan pikirannya. Jujur saja ia ingin bersama kekasihnya. Tapi betapa tidak sopannya ia bertindak seperti ini. Ia tidak lebih dari laki-laki pengecut untuk menghadapi kenyataan, ini bukan dirinya sebenarnya. Niat awalnya semua hilang entah kemana. Daniel menatap Ayana, menghentikan langkahnya.

"Kenapa?" Tanya Ayana bingung.

"Kita tidak bisa seperti ini".

"Kenapa?".

"Kita sebaiknya pulang saja".

"Pulang???".

"Pulang kemana".

Daniel tidak menjawab pertanyaan Ayana. Ia menarik Ayana meninggalkan area bandara. Ayana masih terlalu bingung. Daniel menyetop taxi dihadapannya. Meninggalkan area bandara.

"Kita akan kemana?" Tanya Ayana.

"Kerumah kamu".

Ayana nyaris tidak percaya apa yang didengarnya. "Kerumah saya".

"Iya kerumah kamu".

"Jangan, kamu tahu apa yang terjadi, saya tidak ingin kamu terluka Daniel, kamu tahu seberapa keras papa saya".

Daniel menatap Ayana, di elusnya pipi kekasihnya, "saya akan menghadapinya".

"Ya Tuhan, kamu tidak tahu apa yang akan terjadi, reaksi orang tua saya, jika kamu dan saya seperti ini" Ayana frustasi.

"Jika tidak seperti ini, permasalahan kita tidak akan selesai".

"Tapi kamu akan terluka Daniel".

Daniel tersenyum, "terluka? Kamu mengkhawatirkan saya terluka? Nanti kamu tahu seberapa kuatnya saya menghadapi papa kamu".

"Tapi Daniel mengertilah".

"Saya tahu, tapi ini lah bukti saya mencintai kamu. Saya akan mengatakan kepada orang kedua orang tua kekasih saya, yang membesarkannya dan melahirkannya. Yang dijaganya dengan sepenuh hati, tidak ada cacat sedikitpun di tubuhnya. Saya akan berterimakasih telah mengenal anak perempuanya yang cantik ini, saya akan berterima kasih kepada orang tua kamu, bahwa saya sangat mencintai kamu".

Ayana terpana mendengar ucapan Daniel. Ayana tidak tahu lagi, apa yang akan ia katakan, hatinya bergetar dan terharu. Ayana lalu dengan cepat memeluk tubuh Daniel. Dipelukknya dengan segenap hatinya.

"Saya juga mencintai kamu".

Daniel tersenyum, ia membalas pelukkan ayana.

******

Daniel menatap bangunan rumah bercat putih itu. Daniel membuka hendel pintu, dan menggenggam tangan Ayana, keluar bersamanya.

Daniel diam, ia tidak bersuara. Daniel duduk di ruang tamu yang di dominasi warna putih. Daniel menatap Reta dan dan Darmawan berjalan arahnya. Daniel membalas tatapan laki-laki separuh baya itu. Seuasana masih hening mencekam.

"Saya sudah mengenal kamu, kamu Daniel, ada perlu apa kamu menghadap saya?" Tanya Darmawan.

Daniel menarik nafas, ia melirik Ayana, yang mematung di sudut kursi.

"Ada yang ingin saya sampaikan" Akhirnya ia bersuara.

"Apa?" Tanya Darmawan.

"Saya mencintai putri anda" ucap Daniel.

Darmawan mengerutkan dahi, ia menatap Reta yang nyaris terkejut atas penuturan Daniel. "Mencintai putri saya?".

"Iya".

"Kamu tahu, putri saya sudah bertunangan, dan kamu juga sudah bertunangan dengan Laras".

"Iya saya tahu".

"Jika sudah tahu kenapa kamu masih mengejar putri saya?".

"Karena bersamanya, surga terasa lebih dekat dan segala mimpi terasa selangkah lebih nyata. Karena bersama putri anda, saya bisa berdiri lebih tegak untuk menghadapi dunia. Ini saya laki-laki yang juga ingin menjadi anak anda" ucap Daniel diplomatis, kata-kata itu meluncur dengan sempurna di bibirnya.

Darmawan tertawa, Darmawan melipat tangannya didada, menatap Daniel, Daniel membalas tatapannya dengan berani, berbicara terang-terangan mencintai putri bungsunya. Tidak ada yang salah dengan laki-laki itu.

"Berani sekali kamu berkata seperti itu kepada saya".

Daniel diam, ia membalas tatapan Darmawan, "karena saya ingin mengatakan langsung kepada kedua orang tua kekasih saya, yang sudah membesarkan dan merawatnya dengan sepenuh hati".

"Apa pekerjaan kamu? apa yang kamu punya? sehingga berani berkata seperti itu?".

Daniel melirik Ayana, yang hanya menunduk menatap jemari-jemarinya.

"Saya bekerja sebagai arsitek di usia yang sangat muda, ketika saya berumur 22 tahun. Saya rasa, dari segi materi, tabungan saya cukup untuk membiayai keperluan putri anda hingga 10 tahun kedepan. Yakinlah saya datang kemari untuk menjaga dan melindungi putri anda, saya akan menikahinya menjadikan keturunan yang bagus untuk anda".

Darmawan tertawa ia melirik Reta, Reta ikut tertawa, "Kamu Percaya diri sekali ternyata".

"Ya, saya harus berkata sejujurnya, bahwa saya benar-benar mencintai putri anda. Saya sangat kagum kepadanya, karena anda adalah orang yang berhasil mendidiknya".

Reta tertawa, ia melirik Ayana, "apa kamu tahu? Ayana tidak bisa masak, Ayana juga sedikit ceroboh menurut saya".

"Saya mencintai segala kekurangannya".

"Bagaimana dengan Laras?" Tanya Reta lagi.

"Saya sudah mengakhirinya, dan Laras sudah tahu".

Darmawan mengerutkan dahi, "Laras saja kamu tinggalkan begitu saja, bagaimana dengan putri saya".

Daniel menarik nafas panjang, "Saya mengenal putri anda, jauh sebelum mengenal Laras. Saya mencintainya dengan segenap hati saya. Ijinkan saya memohon restu melamar putri anda".

"Ayana apa kamu juga mencintainya juga".

Ayana mengangguk, "iya, pa".

Darmawan berdiri tegak, "kapan kamu siap menikahi putri saya?".

"Secepatnya".

"Bawalah orang tua kamu kemari, jika benar-benar ingin menikahi anak saya".

Semua beban dipundaknya hilang begitu saja. Exspetasi dan realita sungguh berbeda, Daniel tidak menyangka orang tua Ayana merestui hubunganya begitu saja. Sosok seram menakutkan semua tidak terdengar, sangat berbeda sekali dengan apa yang dibayangkannya sebelumnya. Jika tahu seperti ini, sudah dari dulu akan ia lakukan.

"Terima kasih, besok saya akan datang bersama orang tua saya".

"Saya tunggu besok jam 7 malam".

"Iya, terimakasih merestui hubungan saya dan Ayana".

"Iya".

Darmawan dan Reta menatap punggung Daniel di balik pintu, hingga tubuh tegap itu menghilang dari pandangannya. Sementara Ayana sudah menghilang dari hadapanya menuju kamar.

"Saya suka laki-laki itu".

"Dia mirip sekali denganmu pa".

Darmawan tertawa, "iya, saya juga merasa begitu, ketika melamar kamu dihadapan orang tua kamu dulu".

"Tegas dan berani bertindak cepat, sama seperti kamu".

"Ya, sudah seharusnya laki-laki seperti itu".

*****





TERJEBAK CINTA DI MELBOURNE (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang