BAB 16

2.4K 98 1
                                    

Daniel tersenyum, menatap Ayana tangan itu digenggamnya erat. Membawanya menyusuri sepanjang sungai Yarra.

"Saya ingin tahu semua tentang kamu" ucap Daniel.

Ayana tersenyum, "apa yang ingin kamu ketahui?".

Daniel mengerutkan dahi, "semuanya".

"Saya seperti wanita lainnya, suka makan, berbelanja, traveling".

Daniel melipat tangannya didada, raut wajahnya berubah menjadi serius "secara spesifikasi Ayana".

Ayana tertawa, "oke, oke. Kamu orangnya sensitif sekali Daniel. Saya suka makan buah apel, saya suka warna biru, saya suka alam terbuka seperti ini".

"Ceritakan tentang keluarga kamu".

Ayana mengedikkan bahu, "saya tidak bisa cerita apa-apa soal itu. Bisa kah kamu tidak bertanya soal keluarga saya?".

Daniel terdiam dan memandang Ayana, "ada apa dengan keluarga kamu, sehingga kamu sulit menceritakanya kepada saya".

Ayana terdiam, ia melirik Daniel. "Suatu saat saya akan cerita".

"Oke".

"Ada lagi yang ingin kamu tanyakan?".

Daniel menatap Ayana, ia merapikan anak rambut itu dengan jemarinya. "Ada, apa hubungan kamu dengan Bela?".

"Bela hanya sebatas teman, saya kenal dia ketika saya berada di Bali".

"Bali? Kenapa kamu ke Bali?".

"Tentu saja Liburan".

Daniel mengerutkan dahi, ia menatap Ayana lekat-lekat. Daniel mendengus tidak percaya. Wajah Ayana penuh kebohongan, kenapa sulit sekali wanita itu berkata jujur. Ia tidak akan percaya begitu saja. Kenapa ia selalu seperti itu kepadanya. Daniel tidak bertanya lagi, percuma saja ia bertanya tidak ada titik temu mengetahui Ayana. Daniel akan mencari tahu sendiri.

"Kamu kenapa?" Tanya Ayana.

Daniel tersenyum, "ah tidak apa-apa".

Ayana melingkarkan tanganya disisi pinggang Daniel. "Saya bahagia bisa mengenal kamu".

Daniel mengelus punggung Ayana, "saya juga".

Ayana melonggarkan pelukkanya. "Saya ingin mengatakan sesuatu untuk kamu".

"Apa itu".

"Dimana tempatmu, dan apapun yang kamu lakukan, belajarlah untuk menyukai setiap hal yang datang dalam hidup kamu".

Daniel mengangguk, ia tersenyum, di elusnya pipi lembut Ayana.

"Jangan pernah meletakkan kebahagian ditangan orang lain, karena karena kebahagian itu milik kamu Daniel".

Daniel mengecup puncak kepala Ayana, "kata-kata itu menguatkan saya, sebuah pesan yang sangat berharga".

Ayana tersenyum menatap wajah tampan itu. "Iya".

"Kamu mau makan sesuatu?".

"Saya mau makan ice cream" Ayana menunjuk salah satu cafe yang menjual ice cream. Daniel menarik tangan Ayana menuju cafe.

*******

Kini Ayana dan Daniel sudah mendarat di Bandara International soekarno hatta. Ayana menghentikan langkahnya, ia mengedarkan pandangannya ke area Bandara. Ada raut gelisah di wajah itu. Ayana menatap wajah-wajah itu dengan rasa takut. Ia memilih berhenti dan mempersiapkan diri untuk menghadapi kenyataan.

Daniel mengerutkan dahi, ia menatap Ayana, yang tertinggal di belakangnya. Daniel menghampirinya, meletakkan kopernya di samping.

"Ada apa?".

"Bisa kamu pulang duluan, nanti saya akan menyusul kamu".

"Kenapa".

"Saya mau ke toilet terlebih dahulu" ucap Ayana, ia lalu berlari meninggalkan Daniel, menatapnya heran.

Daniel mengikuti langkah Ayana menuju toilet. Daniel menunggunya, ia mengeratkan jaket kulitnya. Melirik jam yang melingkar di tangannya. Ada perasaan tidak enak menyelimuti hatinya. Hari ini Ayana sungguh berbeda, wajahnya terlihat gusar, dan mata itu terlihat menyedihkan. Daniel menekuk wajahnya ke lantai, sekali lagi melirik jam yang melingkar ditanganya. Sudah hampir setengah jam Ayana belum keluar dari toilet. Dan akhirnya ia keluar.

"kenapa kamu masih menunggu saya disini" Ayana ia terlihat panik.

"Tentu saja, saya menunggu kamu".

Ayana menghela nafas panjang, ia menggenggam tangan Daniel. "Please kamu dengarkan saya, anggap kamu tidak kenal saya, kita berakhir disini".

"Apa Maksud kamu, berakhir disini?" Daniel masih tidak mengerti.

"Saya sulit menjelaskannya, jika kamu bersama saya disini, kamu dalam bahaya".

Daniel masih tidak mengerti apa yang Ayana katakan, "bahaya? Apa yang membuatmu bahaya? Apa kamu di kejar rentenir?" Tanya Daniel lagi.

"Bukan, saya tidak bisa menceritakanya".

"Apa lagi Ayana, kamu kenapa sebenarnya".

Ayana terdiam, ia bingung akan berkata apa lagi, ia menatap Daniel. Lalu dengan cepat ia berlari meninggalkan Daniel begitu saja. Daniel semakin bingung, ia memutar tubuhnya mengejar Ayana, yang berlari diantara seluruh pengunjung yang hilir mudik. Tidak butuh waktu lama ia mendapati tubuh Ayana. Ia menyentak tangan kurus itu.

"Hey kamu kenapa?".

"Lepaskan, saya tidak mau kamu terluka" Ayana memberontak.

"Apa yang terluka".

Daniel terdiam, seketika Daniel menatap laki-laki berjas hitam, mengelilinginya. Tangannya mengeras masih mempererat genggamannya. Laki-laki berjas hitam menarik Ayana dengan paksa, berusaha melepaskan dari tanganya. Laki-laki itu sudah terlatih dengan baik. Daniel dengan sekuat tenaga melindungi Ayana. Satu tinjuan kuat mendarat di salah satu laki-laki itu, dan tersungkur di lantai.

Tapi dengan sigap laki-laki berjas hitam lainnya, memberikan tinjuan yang sama, di wajah Daniel. Daniel tersungkur, dan sudut bibirnya terluka, genggaman tanganya sudah terpisah. Ayana sudah berpindah di sisi laki-laki berjas itu. Daniel dengan cepat melawan, memberikan tinjuan dan bogeman yang tidak kalah ahlinya. Tidak sia-sia ia berlatih tinju dan gym yang teratur.

"Siapa kalian".

Laki-laki berkaca mata itu mendekat, "kamu tidak tahu siapa kami?" Ucapnya meremehkan.

"Bawa nona Aya secepatnya" perintahnya.

Dengan cepat, laki-laki itu membawa Ayana menjauh dari hadapannya. Ayana menatapnya, dengan tatapan tidak terima dan memohon.

"Jangan lukai dia" teriak Ayana dari kejauhan.

Daniel masih menahan amarah, ia menatap kepergian Ayana, Ayana menangis. Ia berdiri tegak, dihadapan pria berkecamata itu. Ia mengelap disudut bibirnya yang terluka. Rahangnya mengeras, tidak terima apa yang laki-laki itu perbuat, terlebih ia membawa Ayana paksa. Bodoh sekali ia tidak mengetahui itu. Siapa Ayana sebenarnya? Apa hubungannya laki-laki berjas itu terhadap Ayana?.

"Kamu siapa Ayana?" Tanyanya.

"Saya kekasihnya".

Laki-laki itu tertawa bengis, "berani sekali kamu ternyata".

"Habisi dia" perintahnya.

Laki-laki itu pergi meninggalkannya, sementara Daniel menatap orang-orang suruhan itu mendekat ke arahnya. Daniel mulai membela diri, menangkis, menerjang, dan meninju lawannya. Satu persatu, lawannya mulai memasang aksi yang sama. Satu pukulan mendarat di pipinya. Tendangan mendarat di perutnya, Daniel tidak berdaya, rasa sakit menyelimuti tubuhnya. Daniel terkulai lemah, laki-laki berjas itu tidak memukulnya lagi, ia pergi menjauh. Sementara tubuhnya sulit sekali bergerak, dan semuanya menjadi gelap.

*****

TERJEBAK CINTA DI MELBOURNE (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang