Ayana menunduk, mengatur detak jantungnya. Ayana kembali menatap wajah Daniel. Sejujurnya ia tidak ingin berdebat dengan laki-laki itu, hatinya sudah terlalu lelah. Dirinyalah yang diinginkan Daniel sesungguhnya. Ayana memeluk tubuh bidang Daniel, dipelukknya dengan segenap hati dan jiwanya.
Daniel membalas pelukkan Ayana, dipeluknya dengan seluruh perasaanya. Inilah yang ia inginkan bersama wanita yang ia cintai. Cinta, entahlah sudah berapa lama ia tidak mendengar kata-kata itu. Ia tidak pernah percaya adanya cinta, Sampai detik ini cinta itu masih misteri. Sukar sekali mendefenisikannya, yang jelas saat ini ia tidak ingin kehilangan wanita itu, sejauh apapun, sekeras apapun, akan ia lakukan agar bisa bersamanya.
Daniel merenggangkan pelukkanya, ia mengecup kening Ayana dengan segenap hatinya. Ditatapnya iris mata Ayana, diusapnya pipi lembut Ayana.
"Saya merindukanmu" ucap Daniel.
Ayana terdiam, dan mengangguk. Daniel tersenyum bahagia. Ayana juga merindukannya, Daniel mengelus bibir tipis Ayana dengan jemarinya, ini lah yang ia rindukan. Perlahan Daniel mengecup bibir tipis Ayana. Ayana menghindar. Daniel mengerutkan dahi.
"Kita tidak bisa bersama lagi Daniel, maaf".
"Kenapa?".
"Sulit sekali untuk menjelaskannya".
"Bagaimana saya mengerti penjelasan kamu, sementara kamu saja tidak pernah menjelaskan keadaan kamu sebenarnya".
"Saya ingin mendengar cerita kamu" ucap Daniel penuh penekanan.
***
Daniel menarik Ayana menuju kamar miliknya. Disinilah ia berada dipelukkan Daniel. Ia juga merindukan pelukkan hangat Daniel, betapa nyamannya berada di dada bidang itu. Ayana mencurukkan kepalanya, mendengar detak jantung seirama.
"Saya bingung ingin berkata apa, memulainya dari mana".
"Ceritakan saja apa yang terjadi".
Ayana menarik nafas, "Saya dari kecil sudah terbiasa dikelilingi oleh pengawal-pengawal papa. Dimanapun saya berada selalu di awasi selama 24 jam, saya juga tidak tahu apa maksud papa seperti itu, saya tidak pernah bertanya kepada papa, saya terlalu takut berhadapan dengannya".
"Kamu takut, apa yang mesti kamu takutkan? Beliau orang tua kamu".
"Papa saya bukan seperti orang tua kebanyakan Daniel, mengertilah" Ayana menghela nafas.
"Oke, oke, lanjutkan".
"Hingga saat ini, saya terbiasa sendiri. Tanpa teman, teman-teman saya takut berteman dengan saya".
Daniel mengerutkan dahi, ia mengelus punggung Ayana, "takut? Apa yang mereka takutkan?".
"Mungkin saya dikelilingi oleh pengawal papa, hingga mereka segan berteman dengan saya".
"Bisa jadi seperti itu, Bela bukankah teman kamu".
"Ya, Bela satu-satunya teman saya".
"Bagaimana kalian bisa bertemu".
"Kami bertemu di Bali, ketika saya sedang liburan".
"Terus".
"Saya senang, akhirnya Bela meyakinkan saya, ia mulai berkenalan dengan papa dan mama saya, berhasil meluluhkan hatinya. Bela mengajarkan saya banyak hal. Termasuk mengajarkan saya hidup bebas, menghirup udara segar, agar saya bisa merasakan hidup normal seperti kebanyakan".
"Termasuk, masuk dikehidupan saya".
"Ya tentu saja".
Daniel tertawa, "bagaimana bisa?".
"Bela sering menceritkanmu, kalian sering tidak akur semenjak SMP. Bela tidak menyukai hidup bebas kamu, selalu bergontai-ganti wanita, seperti mengganti pakaian. Tapi setiap kali Bela menceritakan tentang kamu, saya semakin penasaran sungguh".
"Ya, kami memang tidak akur, tidak hanya itu, keluarga saya dan Bela memang bermusuhan sejak lama".
"Kenapa seperti itu?" Tanya Ayana.
"Biasa bisnis, terus ceritakan lagi, bagaimana kamu bisa ke Jakarta".
"Saya liburan semester waktu itu, ketika itu papa saya sedang perjalanan dinas ke Inggris. Jadi saya membujuk mama saya liburan ke Jakarta, mama saya mengijinkan, asal menginap dirumah Bela, tanpa pengawal tentunya".
"Mama kamu percaya?".
"Tentu saja, saya merengek-rengek seharian".
Daniel tertawa, ia menatap iris mata Ayana, "nakal hemm".
Ayana tertawa, ia menatap Daniel "Akhirnya saya ke Jakarta, saya sungguh bahagia".
Daniel merubah posisi tidurnya, ia menatap Ayana, wajahnya berubah serius "masalah video itu, apa itu benar-benar terjadi?".
"Tentu saja".
Daniel tersenyum, ia mengecup puncak kepala Ayana, "kapan kejadiannya? Kenapa saya tidak ingat?".
"Ceritanya panjang Daniel, jika diceritakan sampai besok juga tidak selesai".
"Intinya saja sayang".
Ayana menarik nafas, menatap Daniel "oke, oke".
*********
Flash back
"Itu Daniel" tunjuk Bela.
"Tampan".
"Memang tampan, tapi berengsek".
"Bagaimana jika kita kerjain saja laki-laki brengsek itu".
Bela meneguk orange jus, melirik Ayana "ide yang bagus".
Inilah ide tergila yang pernah ia lakukan selama hidup Ayana. Bela diam diam menaruh sebutir Bius diminuman Daniel.
Sekuat tenaga Ayana dan Bela memapah tubuh Daniel hingga ke kamar hotel. Ayana duduk di sisi tempat tidur, mengatur nafas.
"Apa yang harus kita lakukan".
Bela tersenyum licik, "saya merekam kamu memulai aksi".
"Aksi?".
"Iya, buka kemeja itu, lalu kamu cium dia, seolah-olah ia melakukannnya, saya akan merekamnya".
Ayana terperangah, "apa!!! Cium? Yang benar aja".
"Come on, hanya ciuman biasa, dia juga dalam keadaan tidak sadarkan diri, dengan begitu kita bisa memberi pelajaran kepada laki-laki brengsek ini".
Ayana mengikuti intruksi Bela, perlahan ia buka kancing kemeja satu persatu. Ayana menelan ludah, menatap indah tubuh bidang Daniel, Daniel begitu sexy. Ayana melirik Bela, yang sedang sibuk menatap layar ponsel, ia memberi isyarat agar mencium laki-laki yang sedang tidak sadarkan diri.
Ayana mengelus rahang kokoh Daniel, Ayana melepas dress yang dikenakannya. Bela mengacungkan jempol, ide gilanya berjalan begitu saja tanpa di perintah. Ayana tersenyum, perlahan ia mendekatkan wajahnya, mengelus bibir Daniel dengan jemarinya. Ia lalu dengan cepat mengecup bibir itu. Hanya sebuah kecupan, ia menatap wajah itu.
Ayana seperti terhipnotis, seketika mata itu terbuka. Saling memandang, dan sialnya Ayana terprangkap perbuatannya sendiri, tubuh bidang itu mengurungnya. Kini beralih mencium bibir Ayana dengan rakus.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
TERJEBAK CINTA DI MELBOURNE (TAMAT)
Romansa"Siapa dia?". "Ayana, namanya Ayana Dia teman saya, yang telah kamu perawani". Daniel masih mengetuk jemari itu, menghilangi rasa penasarannya. "sejak kapan saya merawani dia? bahkan saya baru saja melihatnya, itu tidak mungkin Bela". Bela mendengu...