"Kenapa hubungan kita serumit ini".
Daniel mengecup kening Ayana, "Hidup ini sebenarnya sederhana, hanya saja kamu yang merumitkannya sayang".
"Tidak sesederhana itu Daniel".
"Iya saya tahu, kamu tenang saja. Bersiaplah untuk hari esok" Daniel memeluk Ayana dengan segenap hatinya, tidak peduli beberapa orang memandang ke arahnya.
Daniel melepaskan pelukkannya, ia membuka pintu, otomatis lampu dasbor menyala. Ayana terdiam ketika sepasang mata menatapnya penuh kebencian.
"Laras...!!!".
Laras menatapnya tajam, suaranya bergetar "apa hubungan kalian sebenarnya".
Daniel berusaha tenang dan tersenyum. Daniel melepaskan pelukkan Ayana. Lalu Beralih memeluk Laras, yang mematung tidak percaya.
"Hey, sayang".
"Apa-apaan ini Daniel, kamu jelaskan kepada saya apa yang terjadi antara kamu dan Ayana !!!".
Daniel menaikkan alis sebelah, ia melirik Ayana, "kamu salah paham, saya hanya menenangkannya saja".
"Menenangkan? saya bukan perempuan bodoh yang percaya begitu saja".
"Ayana lagi dalam masalah" jawab Daniel.
"Masalah apa Daniel? Dia pasti menggoda kamu kan".
"Tidak Laras, kamu salah paham".
"Apalagi, jelas sekali saya melihat kamu memeluk dan mencium Aya" Laras benar-benar marah, ia tidak terima.
"Kamu jahat" tunjuk Laras, tepat di wajah Ayana.
Ayana menegakkan wajahnya, "maaf, Laras, saya sungguh tidak ada hubungan apa-apa dengan Daniel, sungguh".
"Bohong...!!! Kamu jahat Aya, kamu mau merebut tunangan saya, iya kan...!!!".
"Bukan begitu Laras, saya bisa jelaskan apa yang terjadi saat ini".
"Ya Tuhan, kalian mencoba mengelak, jelas sekali saya melihat kalian berdua. Apa kamu tidak puas atas tunangan kamu? Bima kurang apa lagi Aya? hingga kamu mendekati tunangan saya".
"Laras, saya tidak ada hubungan apa-apa sungguh".
"Kamu sungguh jahat Aya".
Daniel berjalan mendekati Laras, ia tidak terima atas prilaku Laras kepada Ayana. Daniel tidak terima Laras membentak Ayana di depan khalayak ramai. Jika situasi seperti ini, ia lebih memilih Ayana, karena Ayana memang tujuan utamanya. Suasana menjadi hening.
Daniel melirik Ayana, dengan wajah Ayana memelas, ia menggelengkan kepala, memberi isyrat agar tidak memberi keterangan apa-apa. Daniel tersenyum, ia akan menyelesaikan masalah ini secepatnya.
"Dengarkan saya Laras, ini bukan apa yang kamu pikirkan. Kamu tenang oke" Daniel mengusap kepala Laras.
"Bagaimana saya bisa tenang, sementara kamu dan Ayana saling berpelukkan seperti itu, kamu jahat, saya benci kamu Daniel".
Daniel menarik nafas, tanpa peduli wajah memohon Ayana, "saya sepertinya tidak ingin larut dalam permainan ini lagi, saya mengenal Ayana jauh sebelum saya mengenal kamu".
"Kalian" Laras semakin bingung.
"Bohong, itu bohong, jangan kamu percaya apa yang dikatakan Daniel".
Laras semakin tidak mengerti, wajahnya memanas, menatap Ayana penuh kebencian. "Ternyata begini kelakuan kamu terhadap saya, kamu diam-diam menusuk saya dari belakang".
"Saya mencintai Ayana, saya memanfaatkan kamu untuk mendekati Ayana, saya hanya bisa minta maaf".
Plak.....
Sebuah tamparan mendarat di pipi Daniel. Daniel diam, ia terima atas prilaku Laras.
"Jangan pernah dekati saya lagi".
Daniel manarik Ayana mendekat, "kita sudahi saja permainan ini, saya akan bertanggung jawab terhadap kamu. Dalam keadaan apapun, apapun yang terjadi di antara kita, saya tidak akan meninggalkan kamu. Ingat saya mencintai kamu".
Ayana diam membisu, atas penuturan Daniel. Daniel laki-laki playboy, keras kepala, pemberontak, egois, mencintainya sedemikian dalam. Oh Tuhan, kenapa ia mencintai laki-laki Jahat seperti Daniel, sisi negatifnya lebih dominan dari pada positif.
Laras menggelengkan kepala, menatap Daniel. Laki-laki itu menghianatinya, hatinya seperti teriris, sangat perih dan terluka. Baru kali ini ia mencoba mempercayai laki-laki seperti Daniel, tapi apa yang terjadi, ternyata sebuah penghianatan, semua laki-laki mendekatinya berakhir menghianatinya. Laras berjalan mendekati Daniel, dengan cepat melepas cincin pemberian Daniel.
"Saya, seharusnya tidak pernah mempercayai kamu, saya benar-benar menyesal mengenal kamu" Laras memberikan cincin itu kepada Daniel. Dan lalu berjalan meninggalkan Ayana dan Daniel.
Daniel masih tenang, sementara Ayana panik tidak percaya apa yang telah dilakukannya. Daniel tidak bereaksi seolah tidak terjadi apa-apa pada dirinya.
"Sebentar lagi semua orang akan mengetahuinya" gumam Ayana lirih.
Daniel menatap Ayana, "kamu takut?".
"Tentu saja".
"Kamu tenang sayang, saya disini bersama kamu".
"Saya, tidak ingin kamu terluka Daniel. Kamu tahu apa yang akan terjadi setelah ini, jika papa saya tahu bagaimana?".
"Iya saya tahu, dan saya mengerti. Sebaiknya kita segera meninggalkan tempat ini".
Ayana mengangguk, ia menatap Daniel. Daniel mencium puncak kepalanya. "Apapun yang terjadi, saya tidak akan melepaskan kamu lagi, walaupun nyawa saya sebagai taruhannya".
******
Daniel mempererat jaket kulitnya, ia menggenggam erat jemari jemari Ayana. Daniel mengelus pipi Ayana dengan jemarinya. Di tatapnya wajah cantik kekasihnya.
"Saya mencintai kamu, kita akan hidup bersama sekarang".
Ayana mengangguk, "ini adalah pilihan saya".
"Saya tidak pernah merasakan sebahagia ini" Daniel tersenyum.
"Saya juga bahagia".
"Saya tidak bisa berkata-kata, untuk mengungkapkan rasa bahagia ini".
Daniel menarik jemari Ayana dan dibawanya menuju barisan orang mengantri cek in.
Daniel tertawa, ia melirik Ayana. Ayana menatapnya bingung. "Kenapa kamu tertawa".
"Kamu tahu, kenapa saya tertawa?".
"Tidak".
"Ini karena kamu, kamu membuat saya gila sepanjang hari. Dan sekarang saya membawa anak gadis orang kabur".
"Kamu memang membawanya kabur Daniel".
"Tapi gadis itu juga menyukai saya".
"Karena gadis itu terlalu bodoh, mengikuti laki-laki itu".
Daniel tertawa terbahak-bahak, ia tersenyum menatap Ayana, "mereka saling mencintai, sudah seharusnya mereka bersama".
"Kamu sudah percaya cinta?".
"Tentu saja, cinta adalah anugrah terindah yang pernah saya alami saat ini".
"Apa yang membuat kamu mencintai saya?".
"Entahlah, saya juga tidak mengerti, yang pasti saya tidak bisa jauh dari kamu, saya tidak ingin kehilangan kamu, saya nyaman didekat kamu, dan kamu adalah satu-satunya wanita yang tidak menuntut saya".
"Kamu terobsesi sama saya".
"Obsesi dan cinta itu berbeda tipis sayang, bagi saya cinta dan obsesi saling beriringan, suatu tantangan yang harus dihadapi dan di perjuangkan yang harus dimenangkan".
"Itu bukan cinta, melainkan egois untuk mendapatkan sesuatu".
"Saya memang egois" Daniel mengedipkan mata, menggoda Ayana.
"Dasar".
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
TERJEBAK CINTA DI MELBOURNE (TAMAT)
Romantizm"Siapa dia?". "Ayana, namanya Ayana Dia teman saya, yang telah kamu perawani". Daniel masih mengetuk jemari itu, menghilangi rasa penasarannya. "sejak kapan saya merawani dia? bahkan saya baru saja melihatnya, itu tidak mungkin Bela". Bela mendengu...