Daniel kini duduk di hadapan kedua orang tuanya. Dengan perasaan penuh suka cita. Daniel tersenyum, menyandarkan punggungnya dikursi.
"Saya ingin menikah".
Ratna dan Tama saling berpandangan, "tentu saja kamu akan menikah sayang, kapan kamu mau?" Tanya Ratna.
"Kalau bisa minggu depan".
Tama dan Ratna tertawa, Tama menatap putra sulungnya, ditepuknya punggung Daniel. "Secepat itu? papa tidak yakin ada WO yang mengerjakan dalam waktu singkat".
"Tidak masalah, yang pasti saya akan menikah secara hukum dan agama, masalah resepsi kita bicarakan nanti" ucap Daniel, lalu diraihnya cangkir putih, dan disesapnya kopi hitam itu.
Ratna mengelus punggung Daniel, "kamu kenapa, ingin menikah secepat itu, apa Laras hamil?".
Daniel hampir tersedak mendengar penuturan Ratna. Daniel meletakkan cangkir itu, "Ya Tuhan, siapa yang ingin menikah dengan Laras ma".
Ratna menatapnya bingung, "tunangan kamu Laras Daniel, kamu jangan berbuat yang tidak-tidak".
"Daniel, tidak mencintai Laras ma. Bagaimana bisa Daniel menikahi dia".
"Tapi kamu baru saja bertunangan dengan Laras Daniel" sanggah Tama.
Ratna mengelus dada, atas prilaku anak sulungnya, "Terus siapa yang akan kamu nikahi? Mantan-mantan kamu, yang super model itu?".
Daniel menarik nafas, dan tersenyum, "saya akan menikahi Ayana, saya mencintai Ayana ma".
Tama dan Ratna saling berpandangan, "sepertinya mama pernah mendengar nama itu sebelumnya".
"Tentu saja, mama menyuruhnya pergi ke Melbourne untuk menjemput Daniel".
"Ya Tuhan, ternyata wanita itu".
"Mama kenal?" Tanya Tama.
"Kenal pa, dia sepupunya Laras. Mama pernah bertemu di acara tunangan Laras kemarin".
"Daniel, jangan buat malu papa dan mama. Kamu tunangan dengan Laras, masa nikahnya dengan Ayana. Mama dan papa malu untuk bertemu keluarga Darmawan lagi, apa yang mereka katakan nanti kepada kita, jika mendadak menikahi sepupunya. Ya Tuhan kepala papa tiba-tiba pusing, ma" Tama memijit kepalanya yang sedikit berdenyut.
"Kamu ini, sekali saja enggak buat papa dan mama jantungan enggak bisa ya? Semuanya serba mendadak begini, begitu juga kamu menghilang, begitu juga kamu ingin menikah, sebenarnya apa yang ada di dalam pikiran kamu".
Daniel tertawa, ia menarik nafas, "Pa, Daniel sudah berbicara kepada kedua orang tua Ayana. Beliau merestuinya, dan nanti malam Beliau meminta Daniel, untuk melamar Ayana secara resmi".
"Kapan kamu melamarnya".
"Tadi malam".
"Secepat itu, bahkan kita belum menyiapkan apa-apa" Tama menyandarkan punggungnya di sofa.
Ratna melirik jam yang berada didinding dekat ini kitchen set, "ini sudah jam satu siang, kenapa baru kasih tahu sekarang. Kalau begini kan repot, mama harus belanja buat hantaran kamu, tidak mungkin kan kita, tidak membawa apa-apa kerumah Darmawan".
"Ya sudah, ayo kita belanja sekarang. Enggak apa-apa kan Daniel merepotkan papa dan mama saat ini, ini juga untuk kelangsungan hidup Daniel di masa depan".
"Iya, mama tau. Ayo pa, kita bersiap-siap. Mall terdekat dari sini saja, jangan jauh-jauh, nanti macet lagi, waktunya mepet gini".
"Kamu juga, lain kali kalau melamar anak orang, mesti di rencanakan dulu, di rundingin. Ini bukan main-main Daniel" ucap Tama memperingatkan, mengambil kunci mobil di nakas.
"Iya pa, iya" Daniel hanya menyengir, menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Tama tertawa begitu juga Daniel, entahlah ia bahagia sekarang. Orang tuanya begitu menyayanginya. Ia membenarkan ucapan Ayana, sejauh apapun kamu pergi, keluargalah tempat ternyaman untuk pulang. Daniel selalu bersyukur kedua orang tuanya selalu diberikan kesehatan.
******
Ayana memutuskan untuk mengembalikan cincin itu kepada Bima. Awalnya Bima tidak terima atas prilaku Ayana kepadanya. Ayana menyatakan sejujurnya kepada Bima. Bima bukan jenis laki-laki yang mudah terbawa emosi seperti Daniel. Bima pendengar yang baik, dan cukup dewasa menyikapi permasalahan yang ada. Siapapun kelak menjadi pendamping Bima, dia adalah wanita yang paling beruntung didunia.
Kini Daniel sudah berada di rumah Darmawan berserta rombongan keluarganya. Acara ini memang dadakan, terlalu mendadak, bahkan kedua adiknya tidak bisa ikut acara lamaran ini.
"Ingin menikah juga akhirnya" ucap Erik, menepuk bahu Daniel.
"Iya, emang situ saja yang bisa menikah".
Erik tertawa, "saya pikir wanita idaman kamu seperti model victoria, ternyata wanita seperti Ayana". Erik menatap istrinya Zee sedang membantu membawa kotak hantaran. Zee masih terlihat cantik walau perut di tubuhnya membuncit.
Daniel tertawa, ia meninju bahu Erik, "awalnya begitu, seperti Bella Hadid misalnya, tapi wanita seperti Ayana jauh lebih menarik".
"Dasar, pedofil. Ayana masih sangat muda, bahkan belum menyelsaikan kuliahnya, perbedaan umur kalian sangat jauh 10 tahun".
"Begitulah, jodoh kita tidak tahu. Yakin saja sesuatu yang ditakdirkan menjadi milik saya. Tidak akan pernah menjadi milik orang lain".
Daniel tersenyum, "walaupun digenggam kuat, ia bukan milik kita pasti akan terlepas juga. Walau sekeras apapun kamu menolak, Jika ia ditakdirkan untuk kita. Maka ia datang juga. Itulah namanya jodoh".
"Ya sepertinya begitu".
Daniel melangkahkan kakinya menuju pintu utama. Disambut hangat oleh keluarga Darmawan. Senyum bahagia terpancar di segala penjuru ruangan. Acara disusun sedemikian rupa dan formal, walaupun hanya pihak keluarga saja. Daniel melirik Ayana, ia mengenakan kebaya berwarna hijau tosca, rambutnya dibiarkan terurai, ia semakin cantik. Daniel mengedipkan mata, menggoda kekasihnya.
Acara berlangsung tidak begitu lama, hasil kesepakatan sudah diberikan. Tanggal pernikahan sudah ditentukan, dua minggu lagi akan dilaksanakan. Rasa bahagia menyelimuti hatinya. Ada beberapa persyaratan yang harus Daniel setujui, setelah menikah ia akan tinggal di Jakarta. Daniel menyetujuinya, asal tetap bersama kekasihnya.
Bahagia itu sederhana, mencintai apa yang sudah menjadi milik kita. Daniel memeluk tubuh mungil kekasihnya, walau untuk sekarang sulit sekali menemuinya.
"Saya merindukan kamu" ucap Daniel ia mencium puncak kepala Ayaba.
"Saya juga".
"Saya sungguh bahagia bersama kamu, akhirnya kita bersama".
"Ya akhirnya hubungan ini berjalan dengan lancar. Papa saya menyukai kamu".
"Ya, karena saya pintar, tampan, dan berpontensial menjadi menantu idamanya".
"Bukan begitu, papa bilang kamu mirip sekali dengan dirinya" Ayana mencurukan wajahnya di dada bidang Daniel.
"Benarkah?".
Ayana mengangguk, ia mempererat pelukannya, "love you".
"Love you to, baby".
End
KAMU SEDANG MEMBACA
TERJEBAK CINTA DI MELBOURNE (TAMAT)
Romance"Siapa dia?". "Ayana, namanya Ayana Dia teman saya, yang telah kamu perawani". Daniel masih mengetuk jemari itu, menghilangi rasa penasarannya. "sejak kapan saya merawani dia? bahkan saya baru saja melihatnya, itu tidak mungkin Bela". Bela mendengu...