✏ 2. Sebuah Pertemuan

39 4 0
                                    

Syilla.

Kamu pernah menyukai seseorang? Aku yakin semua orang akan menjawab "yes"! Tapi apakah kamu pernah menyukai seseorang secara diam-diam? Seperti...diriku?

Bisa ku akui bahwa diriku memang seorang secret admirer. Aku memiliki sebutan itu semenjak aku melihat kakak kelas bernama Adimas Ranuwardhana ketika SMP. I have a crush on him! Oh God! Bicara tentang kak Dimas aku langsung semangat!

Dia memiliki badan yang ideal dan tinggi semampai, atau lebih tepatnya dia sangat tinggi dibandingkan diriku yang seperti kurcaci ini. Kulitnya berwarna putih bersih, matanya yang sangat tajam ketika memandang, ekspresi wajahnya yang datar sedatar ubin masjid dimanapun kapanpun.

Yup, dia sangat jarang mengubah ekspresi wajahnya. Atau hanya aku yang melihatnya seperti itu? Aku yakin siswa lain juga akan mengatakan hal yang sama ketika berpapasan dengannya.

Aku sering memperhatikannya diam-diam. Aku mengamati beberapa tingkah lakunya yang sangat ku hapal. Duduk, diam, diam, diam, lipat tangan, diam, diam, melihat ke kanan dan ke kiri, diam, mengangguk, diam, diam, berdiri, lalu pergi.

Dia sangat jarang berbicara! Atau hanya aku yang tidak pernah melihatnya berkata sesuatu?! Saking penasarannya aku sampai membuat suatu ide agar bisa memenuhi rasa penasaran ku.

Dengan kekuatan gen FBI yang ku miliki, akhirnya aku mengetahui kapan tanggal ulang tahun kak Dimas! Untungnya tanggal itu sebentar lagi akan tiba, maka aku benar-benar berpikir barang apa yang harus ku berikan sebagai hadiah untuknya.

Ketika hari itu tiba, aku membawa kado untuknya secara hati-hati. Yang pertama, agar tidak ketahuan bunda. Yang kedua, agar tidak ketahuan teman. Serius nih ya, kalau teman-teman sampai tahu, bisa-bisa aku diledekin sampai lulus! Dan aku nggak mau hal itu sampai terjadi!

Saat jam istirahat, aku langsung bergegas menuju kelasnya yang lumayan jauh dari kelas ku. Sambil melangkah, aku memikirkan kalimat apa yang harus ku katakan saat berhadapan dengannya nanti. Apakah aku harus berkata seperti "Selamat ulang tahun, kak! Saya suka sama kakak! Kalau kakak nggak suka sama saya, setidaknya kakak suka sama kado yang saya kasih!" atau "Kenapa kakak jarang senyum? Jarang ketawa? Jarang berekspresi? Apakah kakak sakit gigi setiap hari? Apakah kakak akan merasa rugi jika tersenyum walau sebentar?"?

Aku ingin mendoakan dan bertanya kepadanya dalam satu waktu. Tapi bagaimana jika aku bertanya seperti itu dan dia merasa kesal denganku? Bisa saja dia menganggap ku terlalu lancang atau terlalu mengurusi hidup orang. Bisa saja dia tidak ingin menerima kado pemberianku dan aku ditinggalkan begitu saja didepan kelas. Bisa saja—

Wait! Aku sudah berada di depan kelasnya! Otak ku serasa buntu saat itu. Hal pertama yang ku keluarkan ketika bertemu dengan teman kelasnya adalah "Kak! Mau tanya boleh?"

"Nggak boleh!" jawab lelaki itu dengan cepat.

Aku speechless. Namun dengan cepat dia berkata lagi, "Boleh, kok, mau tanya apa?"

"S-Saya mau ketemu sama k-kak D-Dimas, kak," ucap ku dengan tergagap-gagap.

"Dia nggak ada, nggak masuk sekolah," sahutnya cepat.

Untuk kedua kalinya aku speechless. Apakah usaha ku akan berhenti sampai disini?

"Kenapa nggak masuk kak?" tanyaku dengan penasaran yang sudah berads di ubun-ubun.

"Dia sakit."

Aku speechless kembali untuk ketiga kalinya. Dia sakit apa?

Zero Mile. | HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang