✏ 5. Undangan

18 2 0
                                    

Kak Dimas apa kabar ya?

Kira-kira kak Dimas kamaren mikir apa ya pas ngeliat gue?

Tapi, emangnya kak Dimas beneran ngeliat gue? Mungkin aja nggak kan?

Kalo beneran nggak, berarti kemaren percuma dong gue salting?

Parah ya, setelah sekian lama nggak ketemu, jantung gue masih berfungsi waktu ngeliat batang hidungnya. Keknya gue beneran sebucin itu deh sama dia.

Kira-kira kalo gue ketemu kak Dimas lagi, gue bakal bilang apa ya? Hi? Atau....gue malah diem aja?

Kira-kira kak Dimas tau nggak ya....kalo gue....masih suka sama dia....?

Kira-kira.....

......kak Dimas tau nggak ya kalo gue masih idup?



"WOI!"

Cila tersentak kaget. Matanya mengerjap-ngerjap beberapa kali sambil melihat ke sekitarnya. Ia masih tidak tahu siapa yang meneriakinya hingga....

"Gue liat-liat lo makin sering ngelamun aja nih," ucap Haikal sambil memajukan kursinya mendekat ke kursi Cila yang berada di depannya.

Cila sendiri yang sudah mengetahui keberadaan Haikal dan mendengar suaranya persis di samping telinganya hanya mengabaikan ucapan lelaki itu. Dan hal lainnya yang ia sadari saat itu adalah kelas telah berakhir dan teman-temannya telah meninggalkan kelas.

Perempuan itu membuang napas. Ia tersadar bahwa akhir-akhir itu pikirannya benar-benar kacau. Bahkan ia sampai tidak fokus mendengarkan dosennya hingga kelas berakhir.

Oh shit, here we go again!

"Kenapa? Lo ada pikiran?" tanya Haikal.

Cila menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan memberikan jawaban pada Haikal dengan menggeleng. Entah kenapa ia rasa pertanyaan Haikal kali itu membuatnya merasa harus berpura-pura untuk tidak terjadi apa-apa, walaupun gestur tubuhnya berkata sebaliknya.

"Pembohong."

Cila mengangguk. Iya, dia sendiri tidak tahu kenapa harus mengangguk ketika Haikal mengatainya seorang pembohong.

"Lo tetep nggak bakal mau cerita ke gue kan?" tanya Haikal lagi.

Perempuan itu mengangguk lagi.

Haikal membuang napasnya. Ia pikir tidak akan bisa menembus benteng pertahanan perempuan itu kali ini.

"Oke," ucapnya kemudian.

Haikal mengambil tasnya lalu bangkit dari kursinya. Ia memilih meninggalkan Cila dalam kelas itu sendirian.

Satu langkah.

Dua langkah.

Tiga langkah.

Empat langkah.

Zero Mile. | HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang