Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🙂
Yunseong membanting dirinya di atas kasur kesayangannya. Kedua matanya terpejam dengan kening yang berkerut menahan rasa sakit yang menghantam kepalanya sedari tadi.
Minhee sakit, dan kenyataan bahwa ia mengetahui semua rahasia yang tersimpan benar-benar mengguncangkan mentalnya saat itu.
Kedua matanya terbuka perlahan, menatap lurus ke arah langit-langit kamarnya yang entah kenapa terlihat berputar-putar.
Beribu pertanyaan hadir dalam benaknya sedari tadi.
Kenapa ia tidak menyadarinya?
Kenapa ia tidak mencoba mencari tau?
Kenapa ia gagal melindunginya?
Apa yang ada di pikiran Minhee sebenarnya?
Apa Minhee mencintainya?
Dan yang paling penting,
Apa Yunseong mencintainya?
Yunseong tertawa mengejek dirinya sendiri dalam hati.
Ia bahkan tidak tau apa-apa tentang Minhee selama ini, dan ia mengatakan bahwa ia menyukai Minhee? Mencintainya? Omong kosong.
Yunseong menggeram halus begitu ponselnya tidak berhenti berdering sedari tadi. Keningnya membentuk kerutan halus saat membaca pesan dari Yuvin.
(LINE) Yuvin
Yuvin:
P
P for Permisi
Yunseong
Yunseong:
?
Yuvin:
Hamdalah dibales
Nota sewa handie talkie masih sama lo kan?
Tolong fotoin terus kirimin ke gue sekarang seong
Demi kepentingan dan kesejahteraan bangsa, negara, nusantara
Yunseong:
Tunggu.
Yunseong berjalan malas menuju ke arah meja belajarnya yang terlihat sedikit berantakan dengan buku-buku dan berkas yang tertumpuk asal di atasnya.
Ia berusaha mengingat-ngingat dimana ia meletakkan nota yang dimaksud Yuvin.
Yunseong menarik nota yang terselip di antara dua buku tebal sebelum sebuah kertas terjatuh di depan kakinya dan menarik perhatiannya.
Kertas itu terlipat dengan tidak rapi.
Yunseong mengesampingkan nota di tangannya dan menjatuhkan seluruh atensinya pada kertas yang terlipat itu.
Jantungnya berdegup kencang saat melihat inisial yang tertulis di kertas itu.
K.M.H.
Yunseong membawa dirinya beserta surat di tangannya kembali bersandar di atas kasur. Ia mencoba menetralkan detak jantungnya yang menggila dan menarik nafas panjang sebelum membaca rentetan kata yang tertulis di kertas itu. Terlihat berantakan. Siapapun yang menulisnya pasti tengah terburu-buru saat itu.
Teruntuk Kak Yunseong,
Kak, aku bahagia bisa bertemu kakak.
Kakak adalah anugerah.
Kakak adalah setitik cahaya yang berhasil aku temukan di tengah kegelapan yang selama ini setia menemani.
Aku bahagia kak.
Ketika kakak merepotkan diri untuk mengantar jemput, ketika mulut manis kakak selalu mengatakan sedang belajar menafkahi masa depan, dan ketika kedua mata kakak memancarkan kekhawatiran mendalam saat aku terluka, aku bahagia kak.
Aku bahagia, tapi aku juga takut.
Aku takut akan jatuh terlalu dalam pada suatu titik dan tidak bisa keluar sana.
Tapi ketika aku menyadarinya, semua sudah terlambat kak.
Karena kenyataannya, aku sudah berada pada titik itu.
Aku sudah berada pada titik terdalam itu.
Kalau boleh, aku mau seperti ini terus kak.
Tapi aku tidak bisa.
Ketika aku ingin larut dalam kebahagiaan yang menyenangkan ini, aku sadar bahwa sampai kapanpun kita tidak pernah ditakdirkan bersama.
Hwang Yunseong terlalu sempurna untuk Kang Minhee yang terlalu cacat.
Bencilah aku sepuas kakak.
Jauhilah aku sejauh yang kakak bisa.
Tolong lebih berbahagialah dariku kak,
Karena kesedihan hanyalah milikku, dan terluka adalah bagianku.
Aku sayang kakak.
Kang Minhee.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
sementara itu:
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.