LDR.

1.3K 170 11
                                    

( Cerita dibawah ini, hanya sekedar tulisan ringan dari aku, ya. Semoga kalian paham dan nggak salah kaprah soal penulisan ini. Kembali lagi, ini hanya sekedar tulisan fiksi, kalau ada hal yang sensitif aku mohon maaf. Selamat membaca! )

.

.

"Aku lama, ya?"

"Gapapa, aku juga baru sampai sini. Lagian kamu mau aku jemput, malah nolak."

"Nggak mau ngerepotin, Juno. Nanti harus puter balik jauh dulu, ribet pokoknya."

"Iyaudah, kamu mau beli cemilan dulu nggak?"

Eunsang menggeleng dan memilih menjatuhkan kepalanya di atas bahu Junho. "Gini dulu, ya. Aku kangen."

Junho merangkul Eunsang dan ikut bersandar pada Eunsang. "Lama juga gapapa, aku lebih kangen."

"Gimana kabar Mama?" Mulai Eunsang.

"Kabar Mama baik, kok. Kalau Bunda gimana?"

"Mhm, Bunda juga baik! Tadi titip salam buat Juno."

"Ohya? Salam balik buat Bunda kalau gitu."

Hening sejenak, sinar senja semakin tenggelam seakan meminta izin untuk pergi sejenak walaupun esok pasti akan kembali bersinar. Dering pada ponsel milik Junho mengambil alih atensi mereka, Adzan.

"Udah Adzan, yuk, kamu harus sholat dulu."

"Tungguin, ya. Jangan jauh-jauh, nanti kamu diculik." Balas Junho dan berdiri, menarik tangan Eunsang untuk mengikutinya.

"Aku bukan anak kecil, Juno."

"Iya, tapi anak bayi 'kan?"

"IH!"

.

.

Eunsang tersenyum. Dari balik kaca, ia dapat melihat Junho sedang menengadakan tangan sembari memejamkan mata, dapat Eunsang lihat bibirnya yang sesekali bergumam, berdoa.

"Udah?"

"Udah, Esa." Jawab Junho sekilas; menyibukkan diri untuk memakai sepatu terlebih dahulu.

"Kamu tadi berdoanya serius banget. Berdoa apa, nih?"

"Aku berdoa supaya hubungan kita dipermudahkan sama Allah."

Lagi, Eunsang tersenyum tetapi tatapan matanya berubah sendu. "Amin."

.

.

"Perbedaan itu kata banyak orang indah, ya, Sa?"

Eunsang mengangguk. "Iya, indah katanya."

Junho tersenyum, tatapannya fokus kedepan menampilkan sungai dengan banyak lampu disekitarnya.

"Tapi, kok," jeda sejenak. "Kenapa perbedaan kita malah buat aku sakit?"

Eunsang jelas tahu arah omongan Junho.

"Sa, aku mungkin bisa minta izin sama kedua orang tua kamu, kakak kamu. Aku juga lebih bisa minta izin sama kedua orang tua aku," ucap Junho. "Tapi, tetap aja, aku nggak mau kita melawan Tuhan. Kadang aku mikir, mau marah sama keadaan. Saingan aku berat, antara Rosario dan Arah Kiblat."

Eunsang meringis. Matanya tiba-tiba saja panas.
"Aku paham, Juno. Kadang aku bertanya-tanya, boleh nggak aku yang bukan umat–Nya mencintai hamba–Nya?"

Junho mengenggam erat tangan Eunsang.
"Sa, kamu mungkin bosan. Tapi kamu harus selalu ingat, kalau aku sayang kamu."

"Iya, aku tahu. Karna aku juga sayang sama kamu, Juno."

.

.

Eunsang mengepalkan kedua tangannya di depan dada. Matanya terpejam dengan mulut yang bergumam. Tatapannya berubah menjadi sendu. Pikirannya berkelana kembali saat ia bersama Junho tadi.

'Sa, kalau suatu saat nanti kita harus berpisah. Jangan lupain aku, ya. Tolong ingat, kalau aku selalu berharap yang terbaik buat kita. Walaupun, keadaan memaksa kita buat berpisah. Kita masih bisa jadi teman baik.'

Sekuat apapun Eunsang mencoba mengenggam. Dindingnya terlalu kuat, dibatasi iman dan keyakinan. Mereka harus sama-sama mengerti. Pun hal yang dijalani sedari awal, tidak pernah berhasil baik.

Bahkan Istiqlal dan Katedral hanya mampu bertatap tanpa mendekap.
Begitupun, kedua insan tersebut.
Hanya mampu bertatap, tanpa bisa mendekap lebih jauh.
Terpisah oleh tempat yang dapat beriringan, namun tidak sejalan.

.

.

/ The End /

BTW, jangan lupa mampir ke book sebelah aku, ya! Castnya Weishin plus Jinwoo dan kapal lainnya, hehe. Ditunggu vote dan commentnya! ✊🏻 Hihi, aku update triple biar pada mabuk Junsang.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Drabble Junho - EunsangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang