──delapan

10.6K 1.8K 115
                                    

jeno sibuk mencatat pengeluaran bulan ini. uang kas terpaksa dipakai untuk keperluan acara. padahal rencananya mereka mau buat baju khusus untuk OSIS.

"bapakhara sibuk ae niy,".

jeno menoleh, berdecak menyadari bahwa itu hanya esa. "iyalah. emang lo? gadanta," jeno membalas. "adaw, sakid," esa berkata lebay, buat orang yang lewat bakal mikir: ni orang gak waras kali yak.

"goblok emang. udah, sana,".

"idih, ngusir. hari rabu nih, rabu!".

"lo pikir gue buta hari?".

"lah, gak ngeceng lagi? gue pikir lo bakal bucin sampe akhir zaman,".

kontan, mata jeno membelalak. langsung ditatapnya laptop yang terbuka. benar, hari rabu. dan kalau perlu dijelaskan,

hari rabu pertama bagi jeno alfhian untuk tak berdiri di koridor sambil menatap seseorang di lapangan.

jeno gak tahu apa yang salah. dia makan nasi. makan lauk juga itu-itu aja, gak berubah banyak. dia bahkan rajin minum vitamin, gak seperti sebelum-sebelumnya.

jeno normal-normal saja.

lantas kenapa refleks tubuhnya berhenti membawa cowok bertubuh jangkung ini ke koridor? berdiri disana serupa anak hilang.

"minggir, sa! astaga, lo bongsor banget ngalangin jalan! kenap—lah? jeno?" sashi mengerut, berhenti mengomeli esa. sashi melanjutkan jalannya masuk ke ruang OSIS. "gak di koridor kelas XI? gue pikir lo udah balik, atau malah ke lapangan. disini ternyata?".

sekarang, jeno tahu alasan kenapa dia tidak berdiri di lapangan, memandangi dia yang tidak pernah balik menatapnya.

sashi tahu jeno dengan jelas. bagaimana lawakan cowok itu yang garingnya minta ampun, bagaimana cara cowok itu tersenyum, tipe lagunya, makanan kesukaannya. termasuk,

kisah cintanya.

nana berperan lebih banyak daripada arjuna dalam masalah ini. esa juga, walau presentasenya lebih kecil.

karena itu, jeno yang duduk mengetik di ruang OSIS pada sore hari rabu jelas aneh. jeno akan selalu berada di tempat yang sama di hari rabu, memandangi si dia. untuk hal ini, sashi tau sendiri.

sesungguhnya, sashi sudah merasa diatas awan. apalagi kalau ingat bagaimana jeno memeluknya waktu si gadis menangis.

rasanya sashi mau teriak.

namun sashi kembali ditarik oleh realita. mengerjap, sashi melirik jeno yang bahkan tidak lagi terusik akan keberadaan sashi disisinya.

sashi tidak bisa besar kepala sekarang. karena dari posisinya, dia bisa melihat dengan jelas wallpaper ponsel jeno yang terus menyala karena notifikasi.

foto polaroidnya dengan sang kemarin.

dengan siena almarini.

──c o n s e q u e n c e s──

CONSEQUENCES - lee jeno :: ( ✓ )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang