Dena menangkup wajah didepan cermin. Ingin tahu perkataan si brondong benar apa tidak.Perasaan dirinya tak cantik apalagi menarik, tapi kenapa lelaki muda itu begitu seyakin itu ingin menikahinya. Sungguh aneh. Dari mana coba itu pemuda melihat kelebihan Up
Apalagi selama ini ia jarang memperhatikan penampilan. Sedikit cuek. Lagipula tidak ada yang memperhatikan juga. Jadi percuma saja.
Suaminya juga jarang memuji. Jarang pula berkomentar tentang penampilannya. Mungkin bisa dihitung dengan jari. Lagipula protes penampilan tanpa memberi uang untuk perawatan percuma saja.
Memangnya perawatan bisa dibayar pake daun. Uang gajinya mending buat keperluan lain.
Kebutuhan hidup yang semakin membengkak membuatnya selalu muter otak agar gajinya bisa cukup hingga akhir bulan.
Gajinya dibawah UMR. Jadi dirinya harus mencari kerja tambahan lain untuk menutupi kekurangan.
Suaminya jangan ditanya peduli apa engga dengan dapur ngebul. Sudah capek ia mengingatkan. Disuruh usaha ini itu nggak ada yang mau. Kerja sama orang, umur suaminya udah nggak masuk. Apalagi perusahaan sekarang mencari fresh graduate. Sudah pasti akan susah untuk bersaing. Mana kemampuan nggak ada pula. Makin saja terpuruk ke belakang.
Kadang ia lelah menjadi tulang punggung.
Dena jadi teringat ketika masa pacaran. Suaminya itu baik sekali. Selalu membelikannya hadiah dan ngajak makan di luar setiap Minggu.
Setelah menikah kenapa jauh berbanding terbalik.
"Na, kamu ada uang lebih?" tanya suaminya tiba-tiba. Membuat Dena yang sedang melamun sedikit tersentak.
"Uang lebih buat apa?" tanyanya balik. Perasaannya mulai tidak enak.
"Buat adikku. Katanya butuh buat bayar apa gitu."
"Berapa?"
"Sejuta. Ada?"
"Kayaknya nggak ada. Mana ada pula aku punya tabungan. Udah bisa cukup untuk makan aja udah syukur." Dena langsung menjelaskan tanpa perlu ditanya. Sudah tahu arah pembicaraan sang suami.
"Masa nggak ada. Usahakanlah. Kalau perlu kamu pinjem ke koperasi. Aku nggak enak bilang nggak adanya. Tanggal 7 besok harus udah ada ya uangnya." Setelah mengucapkan kalimat titah tak terbantah, suaminya kembali melengos pergi.
Begitulah salah satu sifat suaminya yang pemaksa. Lagian yang membuat Dena heran, adiknya itu kenapa harus pinjem uang kepada kakaknya yang sudah jelas pengangguran. Ada duit darimana coba.
Pemikiran yang aneh.
Kalau sampe ia pinjem ke koperasi di kantor, sudah dipastikan gajinya akan semakin berkurang. Lalu akan kemana lagi ia mencari kekurangannya nanti.
"Huftt ... Lebih baik aku mandi."
***
Ting.
Suara ponsel membuyarkan lamunan Dena. Ia sedang rebahan sambil memejamkan mata. Melepas penat setelah seharian bekerja. Matanya sudah berat. Ingin segera terpejam.
Suaminya masih menonton film entah apa. Biasanya lelaki itu akan nonton sampai televisi yang menonton.
Dengan malas ia meraih ponsel di atas nakas sebelah ranjang. Sedikit mengernyit dengan nomor ponsel yang tak dikenal.
[ Halo, Mbak Cantik. Kamu berhak bahagia, loh. Jangan sia-siakan hidupmu bersama orang yang tak pernah menghargaimu. Dan ingatlah ... Di luar sana masih banyak juga orang yang menyayangimu, termasuk aku salah satunya. Jangan bersedih lagi ya. Aku kirimkan sebuah lagu untukmu sebagai penghibur laramu. ]
Merasa penasaran dengan lagu yang dikirim, Dena langsung memencet tombol lagu tersebut.
Cinta Luar biasaWaktu pertama kali
Kulihat dirimu hadir
Rasa hati ini inginkan dirimu
Hati tenang mendengar
Suara indah menyapa
Geloranya hati ini tak kusangka
Rasa ini tak tertahan
Hati ini selalu untukmuTerimalah lagu ini
Dari orang biasa
Tapi cintaku padamu luar biasa
Aku tak punya bunga
Aku tak punya harta
Yang kupunya hanyalah hati yang setia
Tulus padamuHari-hari berganti
Kini cinta pun hadir
Melihatmu, memandangmu bagai bidadari
Lentik indah matamu
Manis senyum bibirmu
Hitam panjang rambutmu anggun terikatRasa ini tak tertahan
Hati ini selalu untukmu
Terimalah lagu ini
Dari orang biasa
Tapi cintaku padamu luar biasa
Aku tak punya bunga
Aku tak punya harta
Yang kupunya hanyalah hati yang setia
Yang kupunya hanyalah hati yg setia
Terimalah cintaku yang luar biasa
Tulus padamu ...Setelah memutar lagu itu, Dena merasa bulu halusnya sedikit meremang. Entah kenapa lagu ini seperti mewakili perasaan seseorang yang mengirimnya. Seperti dari hatinya yang terdalam.
Tapi benarkah demikian? Atau dirinya saja yang kegeeran? Lagipula lelaki ini kenapa seperti cenayang. Selalu tahu apa yang dirinya rasakan.
Eh, tapi tunggu. Ini orang satu bisa dapat nomornya darimana coba? Kapan ini bocah minta nomor ponselnya? Pikiran Dena dipenuhi praduga dan prasangka.
Lelaki muda ini sepertinya bukan orang sembarangan.
Siapa sebenarnya lelaki muda ini. Dena jadi penasaran.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Diajak Nikah Brondong (Buku Stok Ready)
RomancePermasalahan yang mendera rumah tangganya membuat Dena menjadi sosok yang tertutup. memendam semua kecewa seorang diri. Tulang rusuk yang menjadi tulang punggung? Siapa yang takkan lelah? Hingga seorang lelaki muda menawarkan komitmen, kebahagian, c...