Demi Seplastik Daging Qurban

2 0 0
                                    

By: Kiki Oke Yasminiati

"Kita harus sekarang berangkat mumpung masih pagi supaya kebagian jatah," ajak Mak Iroh kepada tetangganya.

"Mak, kan kita sudah punya kupon biar enggak perlu berjubel," jelas Mak Nani.

"Tapi kan kalau kita di sana bisa melihat daging yang begitu bayak," ujar Mak Iroh lagi.

"Kita bisa mendekat sama yang membagikannya, siapa tahu dikasih jatah lebih," timpal Mak Iroh lagi.

“Oh, gitu ya Mak,” ucap Mak Nani.

"Iya juga sih. Siapa tahu dapat tambahan ya?” Ujar Mak Nani menyetujui usul Mak Iroh.

Keduanya membawa kresek besar, kemudian mengunci rumah mereka, dan berjalan melewati kampung menuju DKM Perumahan elite dekat rumahnya.

       Tidak lama perjalanan, mereka sampai dan mencari tempat yang dapat melihat algojo-algojo penyembelih sudah berjajar di tiang-tiang, memegang leher sapi yang sudah rubuh dengan ikatan yang kuat. Sapi-sapi berjajar  dipegang sama panitia penyembelihan.

"Bismilahi Allohu Akbar ...!" Terdengar penyembelih mengucapkan doa, kemudian mereka menggorak leher sapi.

Terdengar lenguhan keras dan  panjang juga parau seakan ia begitu iklas menghadap-Nya, mati untuk menebus semua dosa-dosa para pemilik dirinya.

Mereka yang iklas menunaikan ibadah qurban, sebagai bukti penghambaan-Nya, rela qurban untuk mendapatkan rido Illahi, mengorbankan segala kesombongan, keserakahan, kedengkian yang diganti dengan segala amal kebaikan.

"Mak Nani sini, lihat itu ada Mang Maman. Kita minta sama dia." Mak Iroh memanggil Mak Nani.

“Mang! ... Mang !... Mang Maman," teriak Mak Iroh.

"Eh ... Mak Iroh, sama siapa?"

"Ini sama Mak Nani." Ujar Mak Iroh sambil menunjuk Mak Nani.

"Mang, ada lebihnya enggak, mau nyate nih!" pinta Mak Iroh.

“Nanti atuh. Kan sudah dikasih kupon,  nanti kuponnya digantikan sama daging kalau sudah selesai semua,” jelas Mang Maman.

“Atuh ini mah bonusnya saja, Mang. Sebelum pada ditimbang, kasih sini masukin sama kresek. Nanti dibagi tiga buat kita semua, tulang-tulang atau yang kecil-kecilnya saja, yang enggak kepake buat warga,” jelas Mak Iroh.

“Iya atuh, nanti aku carikan yang enggak kepake, yang enggak perlu dimasukin ke kresen,” jawab Mang Maman lagi.

“Sana atuh jangan di sini, nanti di curiga orang!” ucap Mang Maman lagi.

****
       Mak Iroh sama Mak Nani sangat senang dijanjikan potongan tulang-tulang daging.

“Mak Nani, kapan lagi kita makan daging banyak seperti ini kalau bukan saat kurban sekarang ini. Makanya kita harus nyari ke mana mana,” jelas Mak Iroh mengajak Mak Nani untuk mencari daging-daging kurban.

Mak Iroh sama Mak Nani sangat senang kalau tiba lebaran haji atau Iduladha. Warga seperti mereka yang jarang memakan daging, berharap sekali mendapatkan daging yang banyak meski rela berjubel berdesak-desakan, tanpa antri karena takut tidak kebagian.

Mengapa masyarakat Indonesia kurang respon dengan budaya antri? Salah satunya adalah, kebiasaan berjubel ingin selalu mendapat prioritas dan takut tidak kebagian. Kadang dengan tidak tertibnya antrean sering terjadi korban terinjak-injak.

“Mak kita sudah dapat banyak nih. Kita pulang yuk? Besok kita nyari lagi ke kota.

Sepertinya tidak disembelih semua hari ini,” kata Mak Iroh mengajak Mak Nani pulang, dan persiapan esok hari mencari daging kurban lagi di tempat lain.

Tasikmalaya, 11.08.19

Coretan di Pinggir KolamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang