"Jangan. Pernah. Berteriak. Didepanku." bentak Jasmine keras dan langsung menusuk jantung Brian. Mengoyaknya dan memotong bagian-bagian tubuh Brian menjadi 4 bagian. Raungan yang sempat terdengarpun langsung berhenti seiring dengan jantung yang tidak berdetak lagi. Jasmine mengusap darah yang menciprat kearah wajahnya dengan kasar. Jasmine kembali menyeringai melihat genangan darah diruangan CEO perusahaan miliknya.
Jasmine menatap kedua tangannya yang sudah digunakan untuk membunuh banyak orang. Tidak ada penyesalan dalam hidup Jasmine. Karena membunuh adalah hobinya.
"Membunuh itu... menyenangkan"
Jasmine keluar dari ruangan CEO itu masih dengan katana berlumuran darah. Sekretaris yang melihat itu menunduk takut, takut jadi target selanjutnya dari sang bos.
"Kau, nona sekretaris. Panggilkan petugas kebersihan, bersihkan ruanganku karena aku akan mengambil alih perusahaan milikku. Bersihkan sampai seperti sedia kala, kalau tidak maka katanaku ini akan menembus lehermu. Dan jangan bicara apapun tentang kejadian hari ini, anggap saja tidak pernah terjadi. Jika kau bicarakan hal ini pada semua orang, dapat aku pastikan kau mati saat itu juga. Karena aku selalu mengawasimu." ucap Jasmine dengan nada dingin dan wajah datar.
"B-aik Nona. Akan aku kerjakan perintahmu." Sekretaris itu menjawab dengan terbata-bata dan menundukkan kepalanya. Takut pada tatapan tajam yang diberikan Jasmine padanya.
Setelah berbicara pada sekretarisnya, Jasmine meraung kesakitan sembari memegangi kepalanya. Sekretaris itu langsung kaget dan mencoba membantu sang bos, namun tangannya ditepis dengan kasar oleh Jasmine.
"Pergi Letta, aku tak butuh bantuanmu." gumaman datar dari mulut Jasmine membuat bulu kuduk sekretaris bernama Letta itu berdiri.
"Dan panggil aku Clarry."***
Keesokan hari dimansion Clarry, gadis itu tengah duduk disofa yang dihadapannya terpampang sebuah televisi besar yang menayangkan sebuah berita tentang pembunuhan yang dilakukan oleh Clarry. Pembunuhan keji itu tentu mendapatkan respon negatif dari masyarakat sekitar dan semua orang. Clarry berdecih pelan dan mematikan televisi yang menayangkan berita tentang apa yang dia perbuat kemarin.
"Memuakkan" gumam Clarry dingin dan beranjak dari sofa menuju sebuah kamar. Clarry membuka pintu kamar tersebut, perlahan mulai terlihat isi kamar itu. Kamar bernuansa putih dan biru laut begitu memanjakan mata Clarry. Kamar yang memiliki banyak sekali kenangan dihidup Clarry. Mata Clarry berkaca-kaca, kemudian menangis sesenggukan didepan ranjang berseprai biru. Clarry menangis kencang lalu roboh kearah ranjang, bergumam sesuatu. Lalu hilang kesadaran
"Maafkan aku," gumaman Clarry sebelum kegelapan mengambil alih.
***
Sore hari menjelang, Clarry bangun dari pingsannya. Terbaring diranjang berseprai biru, Clarry menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong. Wajah datar dan terlihat dingin itu juga menambah kesan menakutkan. Clarry tak menangis, tidak terisak, air matanya sudah habis sejak 11 tahun yang lalu. Kejadian itu tidak pernah bisa dilupakannya, bahkan setelah usianya menginjak 22 tahun. 11 tahun Clarry menahan semua rasa sakit, kecewa, marah, sedih, dan yang lainnya sendiri. Masa lalu pahit yang seharusnya dia lupakan, malah semakin tajam diingatannya. Seperti kaset rusak yang selalu memutar potongan-potongan kilasan masa lalunya.
"ARRRRGGGGGHHHH" teriak Clarry frustasi sembari menjambak rambut panjangnya. Clarry berteriak-teriak seperti orang kesetanan. Para maid yang ada dirumah itu pun bingung ingin melakukan apa. Satu-satunya cara agar membuat sang nyonya tenang hanya memanggil seseorang. Seseorang yang telah lama Clarry percaya. Salah satu kepala maid disana menelpon seseorang, dan seseorang itu bersedia datang.
10 menit berlalu, masih terdengar teriakan-teriakan Clarry bahkan sekarang barang pecah belah pun dihancurkan olehnya. Clarry begitu marah dan frustasi. Clarry tidak suka dirinya yang seperti ini. Rapuh dan bodoh.
Beberapa menit kemudian, seseorang yang dianggap bisa menenangkan Clarry datang. Seseorang itu menghampiri seorang kepala maid dan bertanya dimana Clarry berada.
"Dimana dia?" tanya seseorang itu panik dan juga khawatir, terlihat jelas dari wajahnya.
"Nyonya ada di kamar tuan muda alex, Tuan Cleo. Sejak tadi pagi" jawab maid itu terbata-bata. Tanpa membalas perkataan maid itu, Cleo segera berlari menuju tempat dimana Clarry berada. Berlari menuju lantai dua, dan menerobos masuk kedalam ruangan berpintu warna biru. Cleo membukanya perlahan, lalu melihat Clarry yang masih mengamuk, menghancurkan semua barang-barang disekitarnya."Hentikan Clarry, kau bisa melukai dirimu sendiri." ucap Cleo dengan nada lembut. Perhatian Clarry sepenuhnya berpindah pada seorang laki-laki yang berada diambang pintu. Clarry berhenti mengamuk dan duduk diranjang. Cleo menghampiri Clarry dan memegang bahunya, menariknya kedalam pelukan hangatnya. Cleo membisikkan begitu banyak kalimat penenang untuk Clarry.
"Hentikan Clarry, aku disini, jangan pernah merasa sendiri. Kau itu satu-satunya keluargaku. Aku tidak pernah membayangkan jika aku kehilanganmu. Kakak sayang padamu Clarry." bisik Cleo ditelinga Clarry, mengusap punggung Clarry dengan lembut dan mengecup pucuk kepala Clarry berkali-kali. Clarry membalas pelukan hangat kakaknya, mendongak menatap mata kakaknya.
"Jangan tinggalkan aku lagi, aku butuh seseorang untuk sandaran hidupku. Brian selingkuh dan kau tau kabarnya jika dia mati tadi pagi. Benarkan?" tanya Clarry dan dibalas anggukan oleh Cleo.
"Dan kau harus tau, aku yang membunuhnya". Perkataan terakhir Clarry membuat Cleo mematung. Adiknya yang membunuh tunangannya sendiri. Tanpa bicara apapun, Cleo tetap mengusap punggung Clarry dengan lembut, hingga terdengar dengkuran halus Clarry didekapannya. Cleo menggendong Clarry keluar dari kamar itu dan menuju kamar disebelahnya, kamar milik Clarry sendiri.TBC
Buat temen-temen yang suka sama cerita ini jangan lupa like sama komen ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Girl
ActionKami hadir karena luka. Kami datang karena dia terluka. Kami muncul karena dia membutuhkan kami. *** Pengkhianatan yang diterima membuat seseorang hadir dalam hidupnya. Sesosok jiwa yang tidak diharapkan hadir dalam tubuhnya. Membuat dirinya menjadi...