10, pulang bareng

4.1K 797 144
                                    

"Ah, Pak! Sebentar ya!"

Celetuk Soobin pada satpam sekolah. Kemudian dengan cepat meraih ranselnya yang masih tergeletak di atas kasur UKS, sedikit membungkuk sebentar, kemudian keluar dari ruangan.

Sekarang udah jam enam, ekskul basket mulai berhamburan. Soobin jalan ke gerbang sekolah, berniat menelepon Jungkook—yang mungkin lagi pacaran sama kasur—sebelum satu suara menginterupsi.

"Ayo bareng."

Soobin refleks mendongak, mendapati satu pemuda tengah bersandar di dinding pos satpam, kemudian mengerutkan keningnya bingung, "Lah... lo kok belom balik?"

"Udah gak ada bus. Baterai gue abis juga." celetuk si pemuda alias Yeonjun, kemudian melangkah ke hadapan Soobin, masih memasukan tangannya di kedua saku celana.

"Tapi gue mau minta jemput kakak?"

"Oh." tukas Yeonjun. "Jalan sama gue aja."

"Lah gimana ceritanya?"

"Kalo lo minta jemput kakak lo, nanti lama nunggunya." celetuk Yeonjun datar. "Sekolah udah sepi, satpam udah kunci ruangan-ruangan, anak ekskul udah balik, lo mau sendiri disini atau bisa jadi berdua sama kakak kelas yang tadi?"

Aduh sial, ngebayanginnya aja udah buat Soobin merinding.

"Tapi rumah gue lumayan jauh." tukas Soobin sembari menimbang-nimbang, "Masa mau jalan?"

Yeonjun mendecih, "Yaelah, kalo capek kita naik angkutan yang di jalan besar aja."

Hening sebentar. Soobin tidak merespon, sibuk dengan pikirannya, buat keheningan selama beberapa detik di halaman sekolah yang sudah sepi disertai langit yang mulai menghitam.

"Yaudah... boleh."

"Lo jangan kesannya kayak dipaksa gue gitu dong." pekik Yeonjun agak kesel. "Gue cuma ngajak, gak mau yaudah."

"Yaudah iya! Mau! Puas?!"

Pekik Soobin ikut kesel, matanya membulat, dan kayak biasanya, selagi dia ngomong, mulutnya ngepout khas orang ngambek, buat yang lebih tua balik badan dan jalan duluan di depan.

Soobin mengekor, tambah kesel mendapati Choi lainnya tengah menutup mulutnya dengan telapak tangan—khas orang menahan tawa, "Apa lo ketawa hah?!"

Yang lebih pendek terbatuk-batuk sebentar, kemudian melambatkan langkahnya, membiarkan Soobin menyejajarkan langkah yang lebih tua.

Hening selama perjalanan. Soobin sibuk memperhatikan kendaran lalu lalang, sesekali menendang kerikil—menyibukan diri, tujuannya.

"Lo gak ada niat bilang makasih?"

Soobin menoleh ke sebelah kanannya, mendapati wajah Yeonjun yang mengajaknya bicara tetapi wajahnya menatap lurus ke depan, "Gue?"

"Bukan. Tukang lontong."

"Oh ya gue." celetuk Soobin baru sadar. "Makasih buat yang tadi, dari jaket, tolongin gue dari si kakak kelas, dan temenin gue balik."

"Ya."

Melirik lagi dari sudut matanya, Soobin masih mendapati tatapan kosong Yeonjun yang hanya menatap lurus ke depan, "Mau... nanya."

"Tinggal tanya."

"Kenapa kemarin lo tau gue dateng pagi?"

"Karena gue juga dateng pagi." jawab Yeonjun enteng. "Kalo lo nyimpulin gue stalker, penguntit, pengagum rahasia lo, oh... nope."

"Bukan gitu maksudnya!"

"Ya gue cuma ngomong. Ngapain panik?"

Soobin cuma balas tatap kesel, kemudian kembali menyibukan dirinya menendang kerikil di pinggir jalan. Buat Yeonjun di sebelah juga tiba-tiba mengikuti.

"Seru ya main kerikil?" tanya Yeonjun. Serius, itu pertanyaan tergoblok yang pernah Soobin denger.

Soobin menoleh ke samping, sekarang mendapati tatapan mata Yeonjun, bukan tatapan lurus ke depan kayak tadi, "Pake nanya?" celetuk Soobin mulai gondok. "Ya yang ada aja sih. Masa lo mau main Uno Stacko di jalanan. Yang bener aja?"

"Katanya tingkah kayak gitu tuh buat nyibukin diri dari keadaan canggung." tukas Yeonjun. "Emang iya? Lo canggung sama gue?"

Soobin mengangguk kecil. "Iyalah. Lo itu cuma orang asing yang kebetulan pulang bareng sama gue hari ini."

"Bukan orang yang lo dendamin sejak dua hari yang lalu?"

"Bukan. Lagian polisi gak pernah dendam sama penjahatnya." celetuk Soobin. "Gue cuma kesel sama lo, itu aja cukup."

"Tapi karena menurut gue, lo baik hari ini. Yaudah, emang ada alesan gue, buat benci sama lo?" tukas Soobin masih sibuk sama kerikil. "Walaupun mungkin lo ada dendam masa lalu sama gue, yaudah lah ya, terserah."

Hening lagi, langit total gelap sekarang. Bulan jelas menggantung di atas sana, buat Soobin sesekali mendongak.

"Kenapa lo gak pulang sendiri aja?" tanya Soobin membuka percakapan, lagi. "Jangan-jangan malah lo yang takut, ya?"

"Gue? Takut?" ucap Yeonjun sembari menunjuk dirinya. "Ya, niat gue baik kok. Kalo lo ketemu sama si kakak kelas tadi gimana? Lagian bela diri gak ada di buku fisika lo, biologi, apalagi kimia."

"Apalagi buku geografi, sejarah, sama ekonomi lo, emang ada?" balas Soobin gak mau kalah. "Lagian kalo gue mah modal peka terhadap rangsang langsung aja lari kalo ada yang gak mengenakan."

"Seenggaknya gue pernah ikut taekwondo."

"Oh."

Selang lima menit, Soobin menunjuk rumah bercat putih yang sisa jarak beberapa meter lagi dari tempatnya melangkah, berlari kecil masuk ke dalam gerbang, dan nyeletuk, "Lo.. hati-hati."

Yeonjun mengangguk.

Soobin menutup gerbang, kemudian melangkah masuk ke dalam rumah, sebelum suara Yeonjun lagi-lagi sukses menghentikan langkahnya.

"Jaket gue, gak usah dicuci."

***

Sekarang pukul delapan malam.

Soobin baru selesai mandi. Kemudian meraih ponselnya, memutuskan untuk menghabiskan waktu dengan bermain ponsel malam ini. Mumpung besok libur, pikirnya.

Scroll timeline, buka groupchat—yang makin lama gibahan tentang dirinya mulai redup—dan roomchat dirinya sama anak kelas, diakhiri dengan chat dari Lia pasal ikannya yang tenggelem.

Berniat meletakan ponselnya di atas nakas, tapi suara notifikasi buat Soobin urung.

Yeonjun
|lo berat.

aPaAnSiiH???

***

SELAMAT MALMING! AKU KANGEN KALIAN!

hampir lupa alur dong... parah.

kita panen yeonbin. aduh kebanyakan ampe gumoh.g

wkwk, makasih udah baca!





oh ya,
hai MOA.💜


Strawberries and CigarettesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang