17, berubah

4K 782 63
                                    

"Biar kayak gue?"

Soobin terdiam. Matanya hanya fokus menatap sepasang mata pemuda lainnya di hadapan, padahal dirinya memiliki kesempatan untuk merampas kertas kuning yang dipegang Yeonjun sedari tadi, namun Soobin lalai.

"Iya. Kayak lo," tukas Yeonjun, kemudian menarik kembali tangannya yang terdapat di depan wajah Soobin, mengantungi kembali kertas kuningnya di saku celana. "Orang yang berguna, baik, taat, rajin, everything about you."

Soobin mengarahkan pandangannya pada langit siang, namun belum sampai dua detik, cahaya matahari bagai menusuk bola matanya, "Jadi Choi Soobin itu gak enak. Percaya sama gue." tukasnya begitu, kemudian memutuskan untuk memejamkan mata.

Yeonjun mengikuti Soobin, sepasang matanya ia pejamkan menghadap gumpalan awan di sana. "Gue iri sama lo, lo dikasih banyak kepercayaan orang, terkenal baik, dan pinter. Ayo bantu gue."

"Mungkin gue gak bisa buat diri lo jadi kayak gue." jawab Soobin lalu menoleh lagi menghadap Yeonjun, tapi yang lebih tua masih fokus memejamkan mata. "But, i can make the better version of Yeonjun."

"Yang tentunya kita harus kerja sama," lanjut Soobin, buat pemuda kelahiran 1999 itu menoleh, menatap yang lebih muda kembali. "Mau?"

Yeonjun mengangguk.

Soobin bangkit, mengubah posisinya menjadi duduk. "Sebelumnya, gue punya pertanyaan."

"Apa?"

"Kenapa lo berubah?" tanya Soobin buat Yeonjun mengerutkan dahinya. "Maksud gue, lo jadi peduli sama gue, mungkin? Maksudnya begini lho, pertama kali lo masuk kan, lo keliatan benci banget sama gue, bahkan gue gak kenal—"

Yeonjun melempar benda di sekitarnya asal ke sembarang arah, buat bunyi lumayan kencang di atap sekolah. "Seseorang bilang sama gue," jawab Yeonjun. "Sekesel apapun lo ke seseorang, jangan luapin emosi lo ke orang lain. Mereka gak salah apa-apa. Itu gak wajar. Gak ada kesalahan yang bisa diwajarin. Gak bisa dibenerin.

Dan menurut gue, itu relate banget sama keadaan gue pas itu. Maksudnya, hari itu gue lagi hancur dan gue lampiasinnya ke lo, karena gue anggep lo sebagai bahan candaan, saat itu." tukas Yeonjun. "Dan di hari ketiga gue sadar, gue salah. Itu bukan bercandaan buat lo. Maaf, gue beneran minta maaf."

Soobin menoleh, mendapati wajah bersalah Yeonjun di sebelahnya.

"Ayo temenan."

"Hah?"

Yeonjun bangkit dari tidurnya, kemudian mengacak-ngacak rambut Soobin di sebelah. "Gue rela ninggalin circle gue demi lo lho. Dan lo masih gak mau temenan sama gue? Yakin?"

"Hah?"

Yeonjun menoyor kepala Soobin, yang lebih muda terdorong lemah begitu saja. "Mulai besok, kita mulai lesnya. Bukan sebagai polisi dan penjahat. Tapi guru dan murid. Oke?"

"Ok—bentar! Bahkan gue belom terima permintaan maaf lo! Kenapa buat keputusan gitu aja?! Kalo gue gak mau, gima—"

Dengan cepat yang lebih tua menutup mulut Soobin dengan kertas kuningnya, "Berisik. Atau ini gak balik."

"Lo ngancem, ya!"

"Gak. Itu cara bertahan hidup."

Hening. Merasa Soobin tidak akan merespon lagi, Yeonjun bangkit, menyambar tasnya kemudian melangkah pelan menuju tangga.

"Gue berhasil." gumam Soobin.

Yeonjun berhenti, menoleh pada yang lebih muda, kemudian berjalan kembali ke hadapan Soobin. "Apanya berhasil?"

"Buat seseorang iri sama gue," Soobin menutup mulut Yeonjun cepat sebelum pemuda itu memotong pernyataannya. "Gue tahu gue aneh, tapi gue berhasil."

Yeonjun diam, mempersilakan Soobin melanjutkan cerita.

"Dulu, gue anak yang biasa—banget. Cenderung introvert, tapi gue nyaman. Peringkat pun di tengah, temen gak banyak, wali kelas aja gue gak tau dia kenal gue atau nggak." tukas Soobin.

Soobin menghela napasnya. "Suatu hari, gue sama kelompok gue presentasi. Dan hari itu presentasi gue bener-bener hancur, gue lupa, gue gak tau, gue merasa gue gagal, kebanting sama yang lain, dan pada akhirnya gue tanya ke salah satu temen kelas gue," jeda sebentar Soobin menghembuskan napasnya. "Gue tanya, tadi presentasi gue aneh gak sih?"

"Tanpa mikir, dia langsung jawab nggak kok." tukas Soobin. "Dari situ gue merasa ah gapapa lah, temen gue aja bilang nggak, mungkin itu cuma perasaan gue aja, tapi, selang beberapa detik kemudian, dia ngomong selama lima detik, dan bakal kepikiran gue sampe lima tahun—"

"Kan lo itu gak kelihatan di mata mereka, Bin."

***

malemmm!

malemmm!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

terima kasih udah baca!!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


terima kasih udah baca!!!

Strawberries and CigarettesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang