18, barter

4.2K 757 82
                                    

Yeonjun terdiam.

Pandangannya jatuh pada wajah melas Soobin di hadapan. Senyum palsunya sukses terlukis di wajah pemuda Sagittarius itu, buat yang lebih tua rasanya bisa merasakan apa yang Soobin alami.

Masalahnya beda,

Tapi sakitnya sama.

"Nangis aja, elah." balas Yeonjun masih di hadapan Soobin. Hening sukses mendominasi atap sekolah, tapi lapangan tentu masih ramai karena ulah ekstrakulikuler basket yang diadakan tiap pulang sekolah. Yeonjun mendecih, "nangis gak diliat dari gender. Lo cowok lo juga boleh nangis, tiap manusia kan berhak. Ini bukan karena lemah atau enggaknya, tapi gimana cara seseorang ngelampiasin sedihnya, sih."

Soobin masih diam. Matanya seolah bilang kalo dia emang mau nangis, tapi mungkin—malu?

Seolah bisa baca pikiran Soobin, Yeonjun balik badan, kemudian duduk di tangga paling atas—membelakangi Soobin yang masih berdiri diam di atas atap. "Gue gak bakal liat kalo lo malu. Lima menit aja, jangan kelamaan sedihnya. Abis itu, kita pulang bareng."

"Kak Wooseok udah balik." lanjut Yeonjun, seolah bisa tahu—lagi-lagi—pikiran Soobin, "lo gak mau kan kalo bonyok di jalan, karena gak bisa lawan balik? Soob?"

"Sialan, Yeon."

***

"Lo masih canggung sama gue."

Tukas Yeonjun tiba-tiba setelah melihat kaki panjang Soobin yang tak henti-hentinya sibuk sama kerikil di pinggir jalan. Soobin menoleh bingung, mendapati pandangan Yeonjun yang jatuh pada ujung kakinya. "Oh, kerikil?"

"Iya."

"Iyalah." balas Soobin makin gak santai tendang kerikilnya, bahkan sampai mengenai tempat sampah umum dan menimbulkan suara lumayan keras setelahnya, "lo masih orang asing buat gue, bahkan baru seminggu sejak ketemu sama lo."

Hening. Suara kendaraan motor sukses mendominasi gendang telinga pemuda Choi itu.

"Lo keren ya, Bin."

"Hah? Itu pujian?"

"Ya lo pikir aja?" balas Yeonjun gak kalah songong—atau memang udah songong sejak lahir di dunia. Kemudian mengikis jarak dengan Soobin, karena kendaraan yang berjalan semakin kepinggir, "dampak dari masalah yang lo alamin, lo bisa jadi lebih baik. Kayak, lo mau masalah itu selesai, ya dengan cara lo buktiin kalo lo gak serendah apa yang dia atau mereka bayangin."

Yeonjun menoleh, memandangi toko-toko di sebelah kirinya, menatap lampu-lampu di sana, "kalo gue, malah nimbulin masalah baru, aneh ya."

"Lo—oh! Sebentar," Soobin mendekat, tambah mengikis jarak dengan Yeonjun, buat mereka berhenti. Kemudian kedua tangannya berhenti di kedua telinga yang lebih tua, lantas menggelengkan kepalanya pelan, "les pertama hari ini. Lepas piercing lo."

Tukas Soobin kemudian menyentil pelan kedua daun telinga yang lebih tua, menghasilkan rintihan kecil keluar dari mulutnya, "kenapa harus dilepas? Gue gak mau."

"Itu yang paling dasar atau gue gak mau lanjut bantuin lo, hah?" balas Soobin gak kalah galak, matanya membulat menatap sepasang mata kucing milik Yeonjun di hadapan, "ih lepas Yeon!"

"Emang kenapa, sih?!"

"Penampilan itu hal pertama yang bakal diliat orang dari diri lo." jawab Soobin masih dengan sepasang matanya yang membulat, "karena menurut sebagian besar orang, orang piercingan kayak lo ya intinya buruk lah."

Strawberries and CigarettesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang